myspace graphic
_
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (QS.98:5)

Blogger news

~ ءَاجَرَكَ اللهُ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَبَارَكَ لَكَ فِيْمَا اَبْقَيْتَ وَجَعَلَ اللهُ لَكَ اطَهُوْرً ~

Kamis, 30 Juni 2011

Kesabaran Yang Progesif


إِنَّا وَجَدْنَا خَيْرَ عَيْشِنَا بِالصَّبْر (أخرجه أحمد في المسند ورواه البخاري معلقا)

Itu adalah perkataan Umar bin Khatthab yang kurang lebih artinya adalah, “Kami menemukan kualitas kehidupan terbaik dihasilkan dengan kesabaran.” Sebuah rumus kesuksesan yang sangat penting untuk kita pahami dan dalami. Diucapkan oleh seseorang yang merupakan salah seorang manusia yang tersukses sepanjang sejarah.

Kunci kesuksesan adalah menjalani segala macam prosesnya dengan sabar. Tidak ada prestasi yang dihasilkan tanpa kesabaran belajar dan bekerja, tidak ada keuntungan tanpa kesabaran usaha.

Sabar adalah kemampuan mental manusia untuk menanggung kesulitan, melawan hawa nafsu, bertahan dari tekanan kondisi. Meskipun makna kesabaran adalah sesuatu hal sangat gamblang dan mudah dipahami, akan tetapi sebagian orang cenderung memahami kesabaran secara pasif. Kekurangan materi, misalnya, adalah cobaan yang harus dihadapi dengan sabar. Tetapi apakah kesabaran itu berarti kita menerima apa adanya dan tidak berusaha untuk keluar dari kondisi? Penyakit adalah musibah yang mesti dihadapi dengan sabar. Tetapi apakah jika kita berobat berarti kita tidak sabar?

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan at-Turmudzy bahwa suatu saat Nabi Muhammad SAW ditanya, “Wahai Nabi, apakah kita boleh berobat?” Beliau menjawab,

تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ دَوَاءً غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ الْهَرَمُ

“Berobatlah, karena Allah tidak menciptakan penyakit kecuali juga menurunkan obatnya, selain satu penyakit yaitu kematian.”

Rasulullah juga pernah mengajarkan kepada kita bahwa bergerak aktif mencari rezeki adalah bagian dari perilaku tawakkal. Sebagaimana diriwayatkan oleh at-Turmudzy dan Ibnu Majah, bahwa Rasulullah berkata,

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

“Jika kalian bertawakkal kepada Allah dangan sebenar-benarnya tawakkal, pasti Allah akan memberi rezeki kepada kalian seperti burung. Dia pergi pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore dalam keadaan kenyang.” Sungguh ilustrasi yang indah, bagaimana hamba Allah mencari karunia-Nya seperti burung yang terbang dengan pola tertentu tanpa ada rasa cemas, takut dan ragu-ragu. Dia yakin bahwa Allah telah menyediakan rezekinya di suatu tempat.

Sikap sabar tidak berarti selalu pasif. Nabi Besar Muhammad SAW adalah manusia yang paling sabar. Tetapi beliau selalu bergerak aktif merubah kondisi. Beliau dengan penuh kesabaran menghadapi cobaan demi cobaan dengan sikap-sikap positif. Hidup beliau penuh dengan gerakan-gerakan mencari dan mencapai solusi. Beliau selalu keluar dari segala cobaan dengan kondisi yang lebih baik.

Sabar berarti kita tidak mengeluh, tetapi bukan berarti kita tidak bergerak. Sabar berarti kita tidak melakukan tindakan-tindakan semberono karena tidak tahan kondisi, tetapi justru kita bertindak dengan penuh perhitungan dan kebijaksanaan.

Karena itu hakekat sabar, menurut Imam Ghazali, memiliki banyak nama. Jika kesabaran tersebut berkaitan dengan menahan hawa nafsu perut dan kemaluan, namanya ‘iffah. Jika itu berkaitan dengan kekayaan, maka nama penguasaan diri, lawan dari foya-foya. Jika kesabaran itu di medan perang, namanya keberanian, lawannya kecut. Jika kesabaran berkaitan dengan menahan marah, namanya hilm,lawannya tadzammur. Jika itu bekaitan dengan fasilitas kehidupan, namanya zuhud, lawannya rakus. Demikian seterusnya, di mana bahwa kesabaran adalah kekuatan dan kebijaksanaan multi dimensi.

Jadi ketika kita menghadapi kesulitan dan cobaan, kita dihadapkan pada pilihan-pilihan. Ketika kita beraksi atau bereaksi hanya menuruti hawa nafsu kita, maka ketika itu kita keluar dari batas kesabaran. Kita hanya dapat sabar ketika kita berbuat hanya karena dorongan dan kesadaran agama kita. Kesabaran adalah pengambilan keputusan berdasarkan kebijaksanaan (hikmah) dan keimanan.

Di satu sisi, kita tidak bisa mengatakan bahwa orang bertahan pasif, pasti tidak sabar. Tetapi kita perlu memilih bentuk kesabaran yang lebih baik dari yang lain. Karena, menurut Ibnu Taimiyah, kesabaran ada dua bentuk, yaitu Shabr Idhthirari (sabar terpaksa) dan Shabr Ikhtiyari (sabar karena pilihan). Sabar pertama, seperti ketika tertimpa bencana alam, penyakit dan segala kondisi yang tidak dapat kita hindari. Di situ kita tidak punya pilihan lain selain menerimanya.

Seorang penyair Arab berkata:

إذا لم نجد غير الأسنة مركبا فما حيلة المضطر إلا ركوبها

Jika kita tidak temukan tunggangan selain ujung-ujung tombak

Orang yang terpaksa tidak punya pilihan selain menungganginya

Tetapi ada kesabaran karena kita memilih kondisi yang lebih sulit tetapi lebih ideal. Seperti Nabi Yusuf AS yang memilih untuk dipenjara dari pada memenuhi hasrat syahwat wanita-wanita bangsawan Mesir ketika itu. Dalam hal ini kesabaran karena pilihan lebih afdhal dari pada kesabaran jenis pertama.

Kesabaran Ikhtiyari ini juga ternyata bertingkat-tingkat, dari yang responsif reaktif, kemudian kesabaran antisipatif, dan yang tertinggi adalah kesabaran visioner.

Kesabaran reaktif responsif, adalah kesabaran yang dilakukan untuk menghindari atau mengatasi persoalan atau kesulitan yang menghadang kita. Terkadang kita perlu memilih untuk memasuki kehidupan dan suasana yang lebih tidak enak, demi mempertahankan prinsip. Kesabaran ini perlu dilakukan agar jalan hidup kita tidak melenceng dari jalur kebenaran yang Allah perintahkan kepada manusia.

Lebih tinggi dari kesabaran reaktif adalah kesabaran antisipatif. Yaitu ketika kita tidak sedang dalam kondisi sulit, tetapi kita menghindari kemungkinan terjadinya kesulitan atau masalah. Seperti yang dilakukan Khidr ketika merusak perahu demi menghindarkan perahu itu dari keserakahan seorang raja yang merampas setiap perahu yang melewati wilayahnya.

Yang paling tinggi adalah kesabaran visioner. Kesabaran ini adalah kemampuan seseorang untuk membuat keputusan-keputusan sulit, dan kekuatan untuk menjalaninya demi merealisasikan tujuan besar dalam jangka panjang. Orang-orang yang memiliki visi-visi masa depan yang besar dan hebat harus memiliki kesabaran visioner. Sebagaimana Baginda Rasulullah SAW memilih untuk meninggalkan Mekkah, bertahan di Madinah, dan menahan serangan-serangan dari berbagai penjuru, semuanya beliau lakukan karena beliau memiliki visi besar untuk membangun masa depan umat manusia yang lebih baik.

Rasulullah SAW pernah berkata,

وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ (أخرجه مسلم)

“Dan kesabaran adalah sinar.” (HR Muslim)

Kesabaran bukan hanya kekuatan menempuh jalan sulit berliku, tetapi juga sinar yang menerangi perjalanan. Seseorang yang sabar tidak akan diombang-ambingkan hawa nafsu yang terus mendorongnya keluar dari jalur yang benar. Dia tidak akan ragu-ragu memilih keputusan-keputusan yang sulit dan berani jika tantangannya hanyalah mengorbankan hawa nafsu atau kepentingan sesaat.

Kesabaran juga memberikan kita kehangatan idealisme di tengah dingin dan bekunya pragmatisme sempit. Kesabaran adalah sinar hangat yang membuat kita merasa lebih berharga dari sekadar menjadi makhluk pengumpul kenikmatan yang fana. Kesabaran adalah cahaya agung yang membuat kesulitan perjuangan menjadi indah.

Kualitas kesabaran dapat diukur bukan hanya dari tingkat kesulitan yang dihadapi, tetapi juga dilihat dari tujuan dan prinsip yang diperjuangkan. Banyak orang yang melakukan hal-hal yang sangat sulit hanya sekedar untuk tujuan sepele, seperti popularitas atau keisengan yang tak berdasar. Kesabaran menjadi agung dan bernilai ketika itu berasas pada keridhoan Allah Yang Maha Agung.

Kesabaran berlipat ganda nilainya ketika muatan motivasi dan idealismenya begitu tinggi. Karena itu kesabaran tertinggi adalah kesabaran yang diperankan oleh para Nabi dan Rasul. Mereka bukanlah makhluk Allah yang mencari popularitas atau mengumpulkan perhiasan-perhiasan fana. Mereka adalah hamba-hamba pilihan Allah berjuang demi menyampaikan kebenaran dan menegakkan keadilan.

Selain motivasi dan idealisme, kualitas kesabaran juga dinilai dari cara dan jalan yang dipilih untuk merealisasikannya. Orang yang bersabar melakukan cara-cara yang tidak tepat dan tidak efektif, tidaklah terpuji meskipun dengan maksud dan tujuan yang mulia. Karena itu Nabi SAW sangat mengecam orang-orang yang terlalu berlebih-lebihan dalam beribadah.

Beliau bersabda:

وَإِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ. رواه النسائي وأحمد وصححه الألباني

“Jauhilah kalian dari sikap berlebih-lebihan dalam agama. Karena yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian adalah sikap berlebih-lebihan dalam agama.” (HR an-Nasa’i dan Ahmad dan dishahihkan oleh al-Albani)

Nabi juga melarang umatnya untuk melakukan ibadah dengan cara-cara yang tidak diperintahkan. Baliau bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ. أخرجه الشيخان

“Barang siapa yang beramal tanpa ada perintah dari kami maka itu tertolak.” HR al-Bukhari dan Muslim

Kesabaran menjadi progresif ketika kita punya pengetahuan apa yang mesti dilakukan. Ketika kita hanya bermodal niat baik maka seringkali kesabaran tersebut menjadi tidak bernilai sama sekali. Kesabaran juga hanya menjadi efektif jika kita dapat membuat langkah-langkah yang tepat untuk merancang masa depan yang lebih baik. Wallahul Muwaffiq.


Fahmi Islam Jiwanto

Minggu, 12 Juni 2011

Adakah Berpolitik & Berpartai dicontohkan oleh nabi dan Sahabat ?



Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW dan para shahabatnya seumur-umur belum pernah ikut pemilu, apalagi membangun dan mengurusi partai politik. Realita seperti ini sudah disepakati oleh semua orang, termasuk para ahli sejarah, ulama dan juga semua umat Islam.

Dengan realita seperti ini, sebagian kalangan lalu mengharamkan pemilu dan mendirikan partai. Alasannya, karena tidak ada contoh dari Nabi Muhammad SAW, juga tidak pernah dilakukan oleh para shahabat belia yang mulia, bahkan sampai sekian generasi berikutnya, tidak pernah ada pemilu dan pendirian partai politik dalam sejarah Islam.

Bahkan sebagian dari mereka sampai mengeluarkan statemen unik, yaitu bahwa ikut pemilu dan menjalankan partai merupakan sebuah bid’ah dhalalah, di mana pelakunya pasti akan masuk neraka.
Ditambah lagi pandangan sebagian mereka bahwa sistem pemilu, partai politik dan ide demokrasi merupakan hasil pemikiran orang-orang kafir. Sehingga semakin haram saja hukumnya.
Tentu saja pendapat seperti ini bukan satu-satunya buah pikiran yang muncul di kalangan umat. Sebagian lain dari elemen umat ini punya pandangan berbeda.

Mereka tidak mempermasalahkan bahwa dahulu Rasulullah SAW dan para shahabat tidak pernah ikut pemilu dan berpartai. Sebab pemilu dan partai hanyalah sebuah fenomena zaman tertentu dan bukan esensi. Lagi pula, tidak ikutnya beliau SAW dan tidak mendirikan partai, bukanlah dalil yang sharih dari haramnya kedua hal itu. Bahwa asal usul pemilu, partai dan demokrasi yang konon dari orang kafir, tidak otomatis menjadikan hukumnya haram.
Dan kalau mau jujur, memang tidak ada satu pun ayat Quran atau hadits nabi SAW yang secara zahir mengharamkan partai politik, pemilu atau demokrasi. Sebagaimana juga tidak ada dalil yang secara zahir membolehkannya. Kalau pun ada fatwa yang mengharamkan atau membolehkan, semuanya berangkat dari istimbath hukum yang panjang. Tidak berdasarkan dalil-dalil yang tegas dan langsung bisa dipahami.

Namun tidak sedikit dari ulama yang punya pandangan jauh dan berupaya melihat realitas. Mereka memandang meski pemilu, partai politik serta demokrasi datang dari orang kafir, mereka tetap bisa melihat esensi dan kenyataan. Berikut ini kami petikkan beberapa pendapat sebagian ulama dunia tentang hal-hal yang anda tanyakan.
Seruan Para Ulama untuk Mendukung Dakwah Lewat Parlemen
Apa komentar para ulama tentang masuknya muslimin ke dalam parlemen? Dan apakah mereka membid’ahkannya?

Ternyata anggapan yang menyalahkan dakwah lewat parlemen itu keliru, sebab ada sekian banyak ulama Islam yang justru berkeyakinan bahwa dakwah lewat parlemen itu boleh dilakukan. Bahkansebagiannya memandang bahwa bila hal itu merupakan salah stu jalan sukses menuju kepada penegakan syariat Islam, maka hukumnya menjadi wajib.
Di antara para ulama yang memberikan pendapatnya tentang kebolehan atau keharusan dakwah lewat parlemen antara lain:

Imam Al-’Izz Ibnu Abdis Salam
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
Muhammad Rasyid Ridha
Syeikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’di: Ulama Qasim
Syeikh Ahmad Muhammad Syakir: Muhaddis Lembah Nil
Syeikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi
Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Syeikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin
Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-AlBani
Syeikh Dr. Shalih bin Fauzan
Syeikh Abdullah bin Qu’ud
Syeikh Dr. Umar Sulaiman Al-’Asyqar
Syeikh Abdurrahman bin Abdul Khaliq

Kalau diperhatikan, yang mengatakan demikian justru para ulama yang sering dianggap kurang peka pada masalah politik praktis. Ternyata gambaran itu tidak seperti yang kita kira sebelumnya. Siapakah yang tidak kenal Bin Baz, Utsaimin, Albani, Asy-Syinqithi, Shalih Fauzan dan lainnya?

1. Pendapat Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

a. Fatwa Pertama

Sebuah pertanyaan diajukan kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baz tentang dasar syariah mengajukan calon legislatif untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan hukum Islam atas kartu peserta pemilu dengan niat memilih untuk memilih para da’i dan aktifis sebagai anggota legislatif. Maka beliau menjawab:
Rasulullah SAW bersabda bahwa setiap amal itu tergantung pada niatnya. Setiap orang mendapatkan apa yang diniatkannya. Oleh karena itu tidak ada masalah untuk masuk ke parlemen bila tujuannya memang membela kebenaran serta tidak menerima kebatilan. Karena hal itu memang membela kebenaran dan dakwah kepada Allah SWT.
Begitu juga tidak ada masalah dengan kartu pemilu yang membantu terpilihnya para da’i yang shalih dan mendukung kebenaran dan para pembelanya, wallahul muwafiq.

b. Fatwa Kedua

Di lain waktu, sebuah pertanyaan diajukan kepada Syeikh Bin Baz: Apakah para ulama dan duat wajib melakukan amar makruf nahi munkar dalam bidang politik? Dan bagaimana aturannya?
Beliau menjawab bahwa dakwah kepada Allah SWT itu mutlak wajibnya di setiap tempat. Amar makruf nahi munkar pun begitu juga. Namun harus dilakukan dengan himah, uslub yang baik, perkataan yang lembut, bukan dengan cara kasar dan arogan. Mengajak kepada Allah SWT di DPR, di masjid atau di masyarakat.
Lebih jauh beliau menegaskan bahwa bila dia memiliki bashirah dan dengan cara yang baik tanpa berlaku kasar, arogan, mencela atau ta’yir melainkan dengan kata-kata yang baik.

Dengan mengatakan wahai hamba Allah, ini tidak boleh semoga Allah SWT memberimu petunjuk. Wahai saudaraku, ini tidak boleh, karena Allah berfirman tentang masalah ini begini dan Rasulullah SAW bersabda dalam masalah itu begitu. Sebagaimana firman Allah SWT:

Serulah kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS An-Nahl: 125).

Ini adalah jalan Allah dan ini adalah taujih Rabb kita. Firman Allah SWT:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu? (QS Ali Imran: 159)

Dan tidak merubah dengan tangannya kecuali bila memang mampu. Seperti merubha isteri dan anak-anaknya, atau seperti pejabat yang berpengaruh pada sebuah lembaga. Tetapi bila tidak punya pengaruh, maka dia mengangkat masalah itu kepada yang punya kekuasaan dan memintanya untuk menolak kemungkaran dengan cara yang baik.

c. Fatwa Ketiga

Majalah Al-Ishlah pernah juga bertanya kepada Syeikh yang pernah menjadi Mufti Kerajaan Saudi Arabia. Mereka bertanya tentang hukum masuknya para ulama dan duat ke DPR, parlemen serta ikut dalam pemilu pada sebuah negara yang tidak menjalankan syariat Islam. Bagaimana aturannya?
Syaikh Bin Baz menjawab bahwa masuknya mereka berbahaya, yaitu masuk ke parlemen, DPR atau sejenisnya. Masuk ke dalam lembaga seperti itu berbahaya namun bila seseorang punya ilmu dan bashirah serta menginginkan kebenaran atau mengarahkan manusia kepada kebaikan, mengurangi kebatilan, tanpa rasa tamak pada dunia dan harta, maka dia telah masuk untuk membela agam Allah SWT, berjihad di jalan kebenaran dan meninggalkan kebatilan. Dengan niat yang baik seperti ini, saya memandang bahwa tidak ada masalah untuk masuk parlemen. Bahkan tidak selayaknya lembaga itu kosong dari kebaikan dan pendukungnya.

Bila dia masuk dengan niat seperti ini dengan berbekal bashirah hingga memberikan posisi pada kebenaran, membelanya dan menyeru untuk meninggalkan kebatilan, semoga Allah SWT memberikan manfaat dengan keberadaannya hingga tegaknya syariat dengan niat itu. Dan Allah SWT memberinya pahala atas kerjanya itu.
Namun bila motivasinya untuk mendapatkan dunia atau haus kekuasaan, maka hal itu tidak diperbolehkan. Seharusnya masuknya untuk mencari ridha Allah, akhirat, membela kebenaran dan menegakkannya dengan argumen-argumennya, niscaya majelis ini memberinya ganjaran yang besar.

d. Fatwa Keempat

Pimpinan Jamaah Ansharus sunnah Al-Muhammadiyah di Sudan, Syaikh Muhammad Hasyim Al-Hadyah bertanya kepada Syaikh bin Baz pada tanggal 4 Rabi’ul Akhir 1415 H. Teks pertanyaan beliau adalah:
Dari Muhammad Hasyim Al-Hadyah, Pemimpin Umum Jamaah Ansharus-Sunnah Al-Muhammadiyah di Sudan kepada Samahah Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, mufti umum Kerajaan Saudi Arabia dan Ketua Hai’ah Kibar Ulama wa Idarat Al-buhuts Al-Ilmiyah wal Ifta’.

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb. Saya mohon fatwa atas masalah berikut:
Bolehkah seseorang menjabat jabatan politik atau adminstratif pada pemerintahan Islam atau kafir bila dia seorang yang shalih dan niatnya mengurangi kejahatan dan menambah kebaikan? Apakah dia diharuskan untuk menghilangkan semua bentuk kemungkaran meski tidak memungkinkan baginya? Namun dia tetap mantap dalam aiqdahnya, kuat dalam hujjahnya, menjaga agar jabatan itu menjadi sarana dakwah. Demikian, terima kasih wassalam.
Jawaban Seikh Bin Baz:
Wa ‘alaikumussalam wr wb. Bila kondisinya seperti yang Anda katakan, maka tidak ada masalah dalam hal itu. Allah SWT berfirman,”Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan.” Namun janganlah dia membantu kebatilan atau ikut di dalamnya, karena Allah SWT berfirman,”Dan janganlah saling tolong dalam dosa dan permusuhan.” Waffaqallahul jami’ lima yurdhihi, wassalam wr. Wb.
Bin Baz

2. Wawancara dengan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin

Pada bulan Oktober 1993 edisi 42, Majalah Al-Furqan Kuwait mewawancarai Syaikh Muhammad bin shalih Al-’Utsaimin, seorang ulama besar di Saudi Arabia yang menjadi banyak rujukan umat Islam di berbagai negara. Berikut ini adalah petikan wawancaranya seputar masalah hukum masuk ke dalam parlemen.
Majalah Al-Furqan :. Fadhilatus Syaikh Hafizakumullah, tentang hukm masuk ke dalam majelis niyabah (DPR) padahal negara tersebut tidak menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, apa komentar Anda dalam masalah ini?

Syaikh Al-’Utsaimin : Kami punya jawaban sebelumnya yaitu harus masuk dan bermusyarakah di dalam pemerintahan. Dan seseorang harus meniatkan masuknya itu untuk melakukan ishlah (perbaikan), bukan untuk menyetujui atas semua yang ditetapkan.
Dalam hal ini bila dia mendapatkan hal yang bertentangan dengan syariah, harus ditolak. Meskipun penolakannya itu mungkin belum diikuti dan didukung oleh orang banyak pada pertama kali, kedua kali, bulan pertama, kedua, ketiga, tahun pertama atau tahun kedua, namun ke depan pasti akan memiliki pengaruh yang baik.

Sedangkan membiarkan kesempatan itu dan meninggalkan kursi itu untuk orang-orang yang jauh dari tahkim syariah merupakan tafrit yang dahsyat. Tidak selayaknya bersikap seperti itu.
Majalah Al-Furqan : Sekarang ini di Majelis Umah di Kuwait ada Lembaga Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Ada yang mendukungnya tapi ada juga yang menolaknya dan hingga kini masih menjadi perdebatan. Apa komentar Anda dalam hal ini, juga peran lembaga ini. Apa taujih Anda bagi mereka yang menolak lembaga ini dan yang mendukungnya?

Syaikh Al-Utsaimin: Pendapat kami adalah bermohon kepada Allah SWT agar membantu para ikhwan kita di Kuwait kepada apa yang membuat baik dien dan dunia mereka. Tidak diragukan lagi bahwa adanya Lembaga Amar Makmur Nahi Munkar menjadikan simbol atas syariah dan memiliki hikmah dalam muamalah hamba Allah SWT. Jelas bahwa lembaga ini merupakan kebaikan bagi negeri dan rakyat. Semoga Allah SWT menyukseskannya buat ikhwan di Kuwait.
Pada bulan Zul-Hijjah 1411 H bertepatan dengan bulan Mei 1996 Majalah Al-Furqan melakukan wawancara kembali dengan Syaikh Utsaimin:

Majalah Al-Furqan: Apa hukum masuk ke dalam parlemen?
Syaikh Al-’Utsaimin: Saya memandang bahwa masuk ke dalam majelis perwakilan (DPR) itu boleh. Bila seseorang bertujuan untuk mashlahat baik mencegah kejahatan atau memasukkan kebaikan. Sebab semakin banyak orang-orang shalih di dalam lembaga ini, maka akan menjadi lebih dekat kepada keselamatan dan semakin jauh dari bala’.
Sedangkan masalah sumpah untuk menghormati undang-undang, maka hendaknya dia bersumpah unutk menghormati undang-undang selama tidak bertentangan dengan syariat. Dan semua amal itu tergantung pada niatnya di mana setiap orang akan mendapat sesuai yang diniatkannya.

Namun tindakan meninggalkan majelis ini buat orang-orang bodoh, fasik dan sekuler adalah perbuatan ghalat (rancu) yang tidak menyelesaikan masalah. Demi Allah, seandainya ada kebaikan untuk meninggalkan majelis ini, pastilah kami akan katakan wajib menjauhinya dan tidak memasukinya. Namun keadaannya adalah sebaliknya. Mungkin saja Allah SWT menjadikan kebaikan yang besar di hadapan seorang anggota parlemen. Dan dia barangkali memang benar-benar mengausai masalah, memahami kondisi masyarakat, hasil-hasil kerjanya, bahkan mungkin dia punya kemampuan yang baik dalam berargumentasi, berdiplomasi dan persuasi, hingga membuat anggota parlemen lainnya tidak berkutik. Dan menghasilkan kebaikan yang banyak. (lihat majalah Al-Furqan – Kuwait hal. 18-19)

Jadi kita memang perlu memperjuangkan Islam di segala lini termasuk di dalam parlemen. Asal tujuannya murni untuk menegakkan Islam. Dan kami masih punya 13 ulama lainnya yang juga meminta kita untuk berjuang menegakkan Islam lewat parlemen. Insya Allah SWT pada kesempatan lain kami akan menyampaikan pula. Sebab bila semua dicantumkan di sini, maka pastilah akan memenuhi ruang ini. Mungkin kami akan menerbitkannya saja sebagai sebuah buku tersendiri bila Allah SWT menghendaki.

3. Pendapat Imam Al-’Izz Ibnu Abdis Salam

Dalam kitab Qawa’idul Ahkam karya Al-’Izz bin Abdus Salam tercantum: Bila orang kafir berkuasa pada sebuah wilayah yang luas, lalu mereka menyerahkan masalah hukum kepada orang yang mendahulukan kemaslahatan umat Islam secara umum, maka yang benar adalah merealisasikan hal tersebut. Hal ini mendapatkan kemaslahatan umum dan menolak mafsadah. Karena menunda masalahat umum dan menanggung mafsadat bukanlah hal yang layak dalam paradigma syariah yang bersifat kasih. Hanya lantaran tidak terdapatnya orang yang sempurna untuk memangku jabatan tersebut hingga ada orang yang memang memenuhi syarat.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami menurut pandangan imam rahimahullah, bahwa memangku jabatan di bawah pemerintahan kafir itu adalah hal yang diperlukan. Untuk merealisasikan kemaslahatan yang sesuai dengan syariat Islam dan menolakmafsadah jika diserahkan kepada orang kafir. Jika dengan hal itu maslahat bisa dijalankan, maka tidak ada larangan secara sya’ri untuk memangku jabatan meski di bawah pemerintahan kafir.
Kasus ini mirip dengan yang terjadi di masa sekarang ini di mana seseorang menjabat sebagai anggota parlemen pada sebuah pemeritahan non Islam. Jika melihat pendpat beliau di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa menjadi anggota parlemen diperbolehkan.

4. Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Dalam kitab Thuruq Al-Hikmah, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (691- 751 H) dalam kitabnya At-Turuq al-Hukmiyah menulis:
Masalah ini cukup pelik dan rawan, juga sempit dan sulit. terkadang sekelompok orang melewati batas, meng hilangkan hak-hak,dfan mendorong berlaku kejahatan kepada kerusakan serta menjadikasn syariat itu sempi sehingga tidak mampu memberikan jawaban kepada pemeluknya. dan menghalangi diri mereka dari jalan yang benar, yaitu jalan untuk mengetahui kebenaran dan menerapkannya. Sehingga mereka menolak hal tersebut, pada hal mereka dan yang lainnya tahu secara pasti bahwa hal itu adalah hal yang wajib diterapkan namun mereka menyangkal bahwa hal itu bertentangan dengan qowaid syariah.

Mereka mengatakan bahwa hal itu tidak sesuai yang dibawa rosulullah, yang menjadikan mereka berpikir seperti itu kurang nya mereka dalam memahami syariah dan pengenalan kondisi lapangan atau keduanya, sehingga begitu mereka melihat hal tersebut dan melihat orang-orang melakukan halyang tidak sesuai yang dipahaminya, mereka melakukan kejahatan yang panjang, kerusakan yang besar.mka permasalahannya jadi terbalik.

Di sisi lain ada kelompok yang berlawanan pendapatnya dan menafikan hukum allah dan rosulnya. Kedua kelompok di atas sama-sama kurang memahami risalah yang dibawa rosulnya dan diturunkan dalam kitabnya, padahal Allah swt. telah mengutus rasulnya dan menurunkan kitabnya agar manusia menjalankan keadilan yang dengan keadilan itu bumi dan langit di tegakkan. Bila ciri-ciri keadilan itu mulai nampak dan wajahnya tampil dengan beragam cara mak itulah syariat allah dan agamanya. Allah swt maha tahu dan maha hakim untuk memilih jalan menuju keadilan dan memberinya ciri dan tanda. maka apapun jalan yang bisa membawa tegaknya keadilan maka itu adalah bagian dari agama, dan tidak bertentangan dengan agama.

Maka tidak boleh dikatakan bahwa politik yang adil itu berbeda dengan syariat, tetapi sebaliknya justru sesuai dengan syariat, bahkan bagian dari syariat itru sendiri. kami menamakannya sebagai politik sekedar mengikuti istilah yang Anda buat tetapi pada hakikatnya merupakan keadilan allah dan rosulnya.

Imam yang muhaqqiq ini mengatakan apapun cara untuk melahirkan keadilan maka itu adakah bagian dari agama dan tidak bertentangan dengannya. Jelasnya bab ini menegaskan bahwa apapun yang bisa melahirkan keadilan boleh dilakukan dan dia bagian dari politik yang sesuai dengan syariah. Dan tidak ada keraguan bahwa siapa yang menjabat sebuah kekuasaan maka ia harus menegakkan keadilan yang sesuai dengan syariat. Dan berlaku ihsan bekerja untuk kepentingan syariat meskipun di bawah pemerintahan kafir.

5. Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan

Syekh Shaleh Alfauzan ditanya tentang hukum memasuki parlemen. Syekh Fauzan balik bertanya, “Apa itu parlemen?” Salah seorang peserta menjawab “Dewan legislatif atau yang lainnya” Syekh, “Masuk untuk berdakwah di dalamnya?” Salah seorang peserta menjawab, “Ikut berperan serta di dalamnya” Syekh, “Maksudnya menjadi anggota di dalamnya?” Peserta, “Iya.”
Syeikh: “Apakah dengan keanggotaan di dalamnya akan menghasilkan kemaslahatan bagi kaum muslimin? Jika memang ada kemaslahatan yang dihasilkan bagi kaum muslimin dan memiliki tujuan untuk memperbaiki parlemen ini agar berubah kepada Islam, maka ini adalah suatu yang baik, atau paling tidak bertujuan untuk mengurangi kejahatan terhadap kaum muslimin dan menghasilkan sebagian kemaslahatan, jika tidak memungkinkan kemaslahatan seluruhnya meskipun hanya sedikit.”
Salah seorang peserta, “Terkadang didalamnya terjadi tanazul (pelepasan) dari sejumlah perkara dari manusia.”

Syeikh: “Tanazul yang dimaksud adalah kufur kepada Allah atau apa?”
Salah seorang peserta, “Mengakui.”
Syeikh: “Tidak boleh. adanya pengakuan tersebut. Jika dengan pengakuan tersebut ia meninggalkan agamanya dengan alasan berdakwah kepada Allah, ini tidak dibenarkan. Tetapi jika mereka tidak mensyaratkan adanya pengakuan terhadap hal-hal ini dan ia tetap berada dalam keIslaman akidah dan agamanya, dan ketika memasukinya ada kemaslahatan bagi kaum muslimin dan apa bila mereka tidak menerimanya ia meninggalkannya, apa mungkin ia bekerja untuk memaksa mereka?

Tidak mungkin kan untuk melakukan hal tersebut. Yusuf as ketika memasuki kementrian kerajaan, apa hasil yang ia peroleh? atau kalian tidak tahu hasil apa yang di peroleh Nabi Yusuf as?
Atau kalian tidak tahu tentang hal ini, apa yang diperoleh Nabi Yusuf ketika ia masuk, ketika raja berkata kepadanya, “Sesungguhnya kamu hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya dis isi kami” Nabi Yusuf saat itu menjawab, “Jadikan aku bendaharawan negara karena aku amanah dan pandai.” Maka beliau masuk dan hukum berada di tangannya. Dan sekarang dia menjadi raja Mesir, sekaligus nabi.
Jadi bila masuknya itu melahirkan sesuatu yang baik, silahkan masuk saja. Tapi kalau hanya sekedar menyerahkan diri dan ridho terhadap hukum yang ada maka tidak boleh. Demikian juga bila tidak mendatangkan maslahat bagi umat Islam, maka masuknya tidak dibenarkan. Para ulama berkata, “Mendatangkan manfaat dan menyempurnakannya, meski tidak seluruh manfaat, tidak boleh diiringi dengan mafsadat yang lebih besar.”

Para ulama mengatakan bahwa Islam itu datang dengan visi menarik maslahat dan menyempurnakannya serta menolak mafsadah dan menguranginya. maksudnya bila tidak bisa menghilangkan semua mafsadat maka dikurangi, mendapatkan yang terkecil dari dua dhoror, itu yang diperintahkan. Jadi tergantung dari niat dan maksud seseorang dan hasil yang diperolehnya. Bila masuknya lantaran haus kekuasaan dan uang lalu diam atas segala penyelewengan yang ada, maka tidak boleh. Tapi kalau masuknya demi kemaslahatan kaum muslimin dan dakwah kepada jalan Allah, maka itulah yang dituntut. Tapi kalau dia harus mengakui hukum kafir maka tidak boleh, meski tujuannya mulia. seseorang tidak boleh menjadi kafir dan berkata “Tujuan saya mulia, saya berdakwah kepada Allah,” tidak tidak boleh itu.”

Salah seorang peserta, “Apa yang menjadi jalan keluarnya?”

“Jalan keluarnya adalah jika memang di dalamnya ada maslahat bagi kaum muslimin dan tidak menghasilkan madharat bagi dirinya, maka hal tersebut tidak bertentangan. Adapun jika tidak ada kemaslahatan di dalamnya bagi kaum muslimin atau hal tersebut mengakibatkan adanya kemadorotan yaitu pengakuan yaitu pengakuan akan kekufuran, maka hal tersebut tidak diperbolehkan” (Rekaman suara)

6. Syaikh Abdullah bin Qu’ud

Sebagian orang-orang meremehkan partai-partai politik Islam yang terdapat di sejumlah negara-negara Islam seperti Aljazair, Yaman, Sudan dan yang lainnya. Mereka yang ikut didalamnya dituduh dengan tuduhan sekuler dan lain-lainnya. Apa pendapat Anda tentang hal tersebut? Sikap atau peran apa yang harusnya dilakukan oleh kaum muslimin untuk menyikapi kondisi tersebut?

Jawaban : Akar persoalan dari semua itu adalah adanya dominasi sebagian para dai terhadap yang lainnya. Dan saya berpendapat bahwa seorang muslim yang diselamatkan Allah dari malapetaka untuk memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya serta berdoa untuk saudara-saudaranya di Sudan, Aljazair, Tunisia dan negara-negara lainnya, ataupun bagi kaum muslimin yang berada di negeri-negeri yang jelas-jelas kafir.
Dan jika hal tersebut tidak memberikan manfaat kepada mereka, aku berpendapat minimal jangan memadhorotkan mereka. Karena sampai sekarang tidak ada bentuk solidaritas yang nyata kepada para dai tersebut padahal mereka telah mengalami berbagai ujian dan siksaan.

Dan kita wajib mendoakan kaum msulimin dan manaruh simpati kepada mereka di setiap tempat. Karena seorang mokmin adalah saudara bagi muklmin yang lainnya, jika mendengar kabar yang baik mengenai saudaranya di Sudan, Aljazair, Tunisia atau dinegeri mana saja maka hendaknya ia merespon positif dan seakan-akan ia berkata:
“Wahai kiranya saya ada bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar” (QS. An-Nisaa: 73).

Dan apa bila mendengar malapetaka yang menimpa mereka, maka hendaklah ia mendoakan untuk saudarnya-saudaranya yang sedang diuji di negeri mana saja, supaya Allah melepaskan mereka dari orang-orang yang sesat dan menjadikan kekuasaan bagi kaum muslimin dan hendaklah ia memuji Allah karena telah menjaga dirinya.
Jangan sampai ada seseorang yang bersandar dengan punggungnya di negeri yang aman lalu mencela orang-orang atau para dai yang berjuang demi Islam di bawah kedholiman dan keseweng-wenangan dan intimidasi. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini merupakan tindakan yang tidak fair. boleh jadi engkau akan mendapat ujian jika Anda tidak merespon dengan perasaan Anda apa yang dirasakan oleh kaum muslimin yang sedang mengalami ujian dari Allah..

Demikian petikan beberapa pendapat para ulama tentang dakwah lewat pemilu, partai politik, parlemen dan sejenisnya. Semoga ada manfaatnya.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.

Jumat, 10 Juni 2011

Dikira Pengajian NII, Ternyata Pengajian PKS. Kisah Lucu Dari Halaqoh



Mencuatnya kasus isu NII (Negara Islam Indonesia) dan pengusung Ideologi Khilafah, membuat masyarakat phobia dengan berbagai pengajian Islam. Hal inilah yang menjadikan beberapa masyarakat semakin waspadah terhadap orang-orang yang melakukan pengajian Islam.

Namun terdapat peristiwa yang menggelikan terjadi di Mojokerto beberapa waktu lalu. Sebagaimana biasanya, PKS (Partai Keadilan Sejahtera) yang mewajibkan kadernya untuk membuat pengajian pekanan bergantian dirumah setiap kader, dengan membahas keimanan, dunia islam dan rencana program kerja kegiatan PKS dimasing-masing daerah, kecamatan hingga desa. Hingga harus dicurigai sebagai pengajian NII.

Ketika pengajian sedang masuk tilawah Al Quran (pembacaan Al Quran) beberapa warga langsung berdatangan dengan membawa TNI, Polri dan SatPol PP. Beberapa orang terlihat sedikit emosi ketika berdialog dengan salah satu ustad PKS yang tengah mencoba menenangkan massa dengan sabar. Untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, beberapa Polisi dan TNI mencoba untuk meredahkan ketegangan tersebut.

Disinilah peristiwa yang sedikit membuat kita tersnyum.

Ketika seorang anggota Polisi mencoba untuk melerai massa yang sedang emosi, tiba-tiba “Loh… Sampeyan ada disini mas?” kata anggota polisi tersebut sedikit kaget. Tidak disangka, anggota polisi tersebut mengenal ustad PKS tersebut, karena mereka teman bermain saat masih kecil.

Tetapi yang tidak kalah lucunya beberapa anggota TNI kaget “LOH… Senpai ada disini?” ucap salah satu anggota TNI. Ternyata tidak disangka Ustad PKS tersebut adalah senior yang mengajar Karate para TNI.

Anehnya, beberapa anggota SatPol PP malah lari. Karena para anggota SatPol PP tidak tahu bahwa pengajian yang akan digerebeknya ternyata diisi oleh ustad PKS yang juga salah satu anggota dewan di Mojokerto.

Setelah emosi para warga sudah mulai meredah, ustad PKS yang juga salah satu anggota dewan tersebut memberikan informasi mengenai pengajian wajib yang harus diikuti oleh setiap kader PKS untuk menambah keilmuan agama dan mendapatkan berbagai informasi-informasi, baik keputusan partai dan kegiatan partai.

Terlihat beberapa warga malu, karena ternyata pengajian yang mereka kira pengajian NII malah diisi langsung oleh anggota dewan, bahkan mereka ada yang kagum karena ada anggota dewan yang langsung ”turun-gunung” mengisi pengajian dirumah salah seorang kader partainya. Usut punya usut… ternyata orang-orang yang membuat isu pengajian tersebut adalah pengajian NII lantaran dari beberapa orang yang sakit hati terhadap salah satu kader PKS yang rumahnya ditempati untuk pengajian tersebut. Dan salah satunya juga adalah anggota Satpol PP yang ikut melarikan diri bersama teman-temannya yang lain. Salah satu warga berkata ”lanek saget, warga nggeh diajak ngaji bareng Ustad. Nggeh jarang-jarang teng mriki wonten anggota dewan seng marani. Opomaneh maringi ceramah agama, jarang teng mriki! ” (Kalau bisa, warga juga diajak ngaji bersama ustad. Yah jarang-jarang disini ada anggota dewan yang datangi. Apalagi memberikan ceramah agama, jarang disini).

Ustad PKS tersebut langsung merespon dengan baik usulan warga, dengan siap untuk mengadakan pengajian bersama warga.

Sumber : suaranews

Minggu, 05 Juni 2011

Ulama Mesir Serukan Perlawanan Anti Israel













Hidayatullah.com--Seorang ulama senior Mesir menyerukan seluruh umat Islam untuk membentuk sebuah front persatuan melawan Zionis Israel.

Jamaluddin Quthb, imam shalat Jumat Kairo dan guru di Universitas al-Azhar, menyesalkan ketidakmampuan umat Islam dalam menghadapi kekejaman Israel terhadap bangsa Palestina meskipun komunitas Muslim tergolong besar, IRNA melaporkan pada hari Jumat (3/6).

"Muslim mendiami 54 negara di dunia, tapi mereka tidak punya kekuatan, sementara Zionis meskipun populasinya kecil, namun mereka mampu menggertak 1,5 miliar umat Islam," kata Quthb.

Ulama Mesir ini mendesak solidaritas di tengah umat Islam sehingga mereka bisa mencapai kemajuan di berbagai bidang, termasuk ekonomi, politik dan militer.

"Jika kita bisa memperkuat diri dalam segala aspek, maka kita akan mampu membuat Zionisme global menggigit jari," tegasnya.

Pasca Revolusi Mesir, mayoritas rakyat Mesir mendesak pihak pemerintah agar lebih tegasnya pada Israel dan mendukung Palestina. Minggu lalu, Mesir memutuskan telah membuka pintu gerbang Rafah secara permanen. Kacuali hari Jumat dan hari libur resmi Mesir, maka pintu menuju wilayah Gaza ini akan dibuka pada pukul 9 pagi hingga pukul 5 sore, setiap harinya, sebagaimana dilansir aljazeera.net (26/5)

Langkah ini merupakan upaya Mesir untuk mengakhiri perselisihan di Palestina dan mewujudkan perdamaian di wilayah itu.

Langkah ini juga menunjukkan adanya perubahan politik di Mesir, pasca jatuhnya Mubarak yang dikenal memiliki kerja sama dengan pihak penjajah Zionis, dalam mengisolasi Gaza yang dikuasai Hamas.*

Jumat, 03 Juni 2011

PKS, Pancasila & Maqasid Syariah


Islam
edia
-
Pada Munas II di Jakarta tahun 2010 lalu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sebagai satu-satunya partai yang secara eksplisit menjadikan Tauhid sebagai falsafah organisasi, resmi memproklamirkan finalisasi Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila, merupakan dasar negara yang difungsikan sebagai sumber dasar hukum negara dan sumber tertib tata hukum dan urutan perundang-undangan Indonesia yang ditegaskan dalam TAP MPR II/MPR/2000.


Hal ini tentu tak lepas dari pro dan kontra yang terjadi di kalangan kader dan simpatisan ataupun masyarakat umum, karena saat itu banyak yang menilai PKS telah berubah ‘warna’nya atas keputusan ini. Ada pihak yang menilai PKS telah ‘berbalik arah’ karena ketika masa orde baru kalangan aktivis tarbiyah, sebagai under-bow PKS, sangat ‘mengharamkan’ Pancasila. Hal ini dikarenakan Pancasila dianggap sebagai thaghut (setiap sesuatu yang melampui batasannya, baik yang disembah (selain Allah SWT), atau diikuti atau ditaati (jika dia ridha diperlakukan demikian)), dan ketika PKS telah masuk ke dalam tubuh pemerintahan, anggota PKS yang notabene adalah kalangan tarbiyah pada akhirnya telah menyetujui thaghut Pancasila.


Hal ini telah dijawab oleh ketua Majelis Syuro PKS, Ust Hilmi Aminuddin, bahwa yang ditolak di zaman orde baru itu yakni masalah tafsir tunggal soal Pancasila, karena pada saat itu Pancasila didominasi suatu kelompok untuk menafsirkan secara nasional. Diharapkan tanpa adanya tafsiran tunggal, orang Islam dapat menafsirkan Pancasila menurut versi Islam. Orang Kristen, Hindu, Katolik sesuai tafsirnya sendiri-sendiri, biarkan PKS menafsirkan sendiri.


Senada dengan jawaban ketua Majelis Syuro PKS, keputusan PKS untuk mengakui sebagai Pancasila juga sesuai dengan salah satu cabang ilmu syariah dalam Islam, yaitu Maqasid Syariah.


Pancasila dari perspektif Maqasid Syariah (Tujuan Syariah)


Secara terminologi, menurut Imam as-Syatibi, Maqasid Syariah merupakan tujuan hukum yang diturunkan Allah SWT, atau penjabarannya adalah tujuan yang ingin dicapai dalam hukum Islam yang telah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Untuk dapat mengetahui tujuan hukum tersebut dapat ditelusuri lewat teks-teks al-Qur’an dan as-sunnah sebagai alasan logis bagi rumusan suatu hukum yang berorientasi pada kemaslahatan umat manusia.


Maqasid Syariah ini, juga merupakan metode yang dikembangkan untuk mencapai dari dilaksanakannya syari’ah yaitu kemaslahatan umat manusia, bagi Imam as-Syatibi kemaslahatan yang hendak diwujudkan itu terbagi kepada tiga tingkatan,yaitu kebutuhan daruriyyah, kebutuhan hajiyyah dan kebutuhan tahsiniyyah.


Kebutuhan Daruriyyah adalah tingkatan kebutuhan yang harus ada atau disebut sebagai kebutuhan primer. Bila dalam tingkatan kebutuhan ini tidak terpenuhi maka akan terancam kemaslahatan seluruh umat manusia baik di dunia maupun di akhirat kelak. Menurut Imam as-Syatibi, ada lima hal yang termasuk dalam kategori ini, yaitu; memelihara agama (hifd al-din), memelihara jiwa (hifd al-nafs), memelihara akal (hifd al-aql), memelihara keturunan (hifd al-nasl), dan yang terakhir adalah memelihara harta benda (hifd al-mal).


Dalam Pancasila, termaktub sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”, dari perspektif Maqasid Syariah jelas sila pertama dalam Pancasila merupakan sila yang mendukung seluruh warga negara khususnya Ummat Islam dalam memeluk agama Islam, yaitu memelihara agama (hifd al-din). Bahkan, dapat ditafsirkan sila pertama dalam Pancasila merupakan sila yang sesuai dengan nilai Ketauhidan dalam Islam, karena Maha Esa adalah Maha Tunggal (Ahad) yang berarti hanya dapat ditujukan kepada Allah.


Sedangkan dalam sila kedua (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab), ketiga (Persatuan Indonesia), keempat (Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan,Dalam Permusyawaratan Perwakilan) dapat merangkum atas kebutuhan jiwa (hifd al-nafs), akal (hifd al-aql), dan keturunan (hifd al-nasl), kemudian memelihara harta benda (hifd al-mal) dapat tercapai dari sila kelima (Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia).


Kebutuhan Hajiyyah adalah ialah kebutuhan sekunder, dimana dalam tingkatan ini bila kebutuhan tersebut tidak dapat diwujudkan tidak sampai mengancam keselamatannya, namun akan mengalami hambatan dan kesulitan. Misalnya untuk melaksanakan ibadah shalat sebagai tujuan primer maka dibutuhkan berbagai fasilitas misalnya masjid, tanpa adanya masjid tujuan untuk memelihara agama (hifd al-din) tidaklah gagal atau rusak secara total tetapi akan mengalami berbagai kesulitan. Dari sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, maka pemerintah wajib mengusahakan dan membuat kebijakan untuk pembangunan rumah-rumah ibadah.


Kebutuhan Takhsiniyyah, ialah tingkatan kebutuhan yang apabila tidak dipenuhi tidak akan mengancam eksistensi salah satu dari lima hal pokok tadi dan tidak menimbulkan kesulitan. Tingkatan kebutuhan ini berupa kebutuhan pelengkap atau tertier.Menurut Imam as-Syatibi pada tingkatan ini yang menjadi ukuran adalah hal-hal yang merupakan kepatutan menurut adat istiadat. Sebagai contoh dalam tingkatan kebutuhan ini adalah apakah masjid yang dibutuhkan dalam rangka mewujudkan kebutuhan daruriyyah yakni memelihara agama melalui ibadah shalat, dalam bentuk arsitekturnya baik dalam design eksterior atau interior itu akan diperindah sesuai dengan taraf perkembagan kebudayaan lokal.


Dalam hal ini, jelaslah bahwa dengan prinsip Maqasid Syariah, bagaimana nilai-nilai yang terkandung (substansi) dari Pancasila sejalan dengan syariat islam dengan mengutamakan azas kemaslahatan yang merangkul seluruh warga negara.


Konsep Musyarakah (Partisipasi Politik) dalam Bernegara


Dalam Platform Pembangunan PKS, Partai ini mempunyai visi yang jelas dalam Mewujudkan masyarakat madani yang adil, sejahtera, dan bermartabat yaitu dengan menerjemahkan dan melaksanakan nilai-nilai Islam dalam kebijakan publik yang ada dalam rangka Islamisasi kehidupan dan menegakkan nilai-nilai Islam.


Inilah yang kita kenal dengan Musyarakah (partisipasi politik) dengan mengikuti koridor Hukum dan tata negara yang berlaku di Republik Negara Indonesia, yaitu dengan menginternalisasi nilai-nilai Islam dalam setiap aspek kenegeraan di negara yang mayoritas warga negaranya menganut agama islam baik dalam mimbar parlemen maupun pemerintahan


Sejalan dengan hal ini, Bung Hatta, proklamator Indonesia. Dalam pandangannya, beliau lebih mengedepankan isi atau substansi daripada format atau bentuk. Jadi tak perlu digemborkan judul ‘Negara Islam’ yang lebih terpenting adalah substansi kenegaraan sudah sesuai dengan syariat islam.


Visi PKS, jelas diwujudkan tanpa ‘melabrak’ konstitusi yang berlaku di NKRI, karena seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, konstitusi dasar NKRI yaitu Pancasila sudah sesuai dengan nilai syariah Islam (Maqasid Syariah). Sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Ustd Hilmi Aminuddin, jelaslah bahwa posisi Pancasila sebagai common platform atau rujukan bersama dalam lingkup kebangsaan di Indonesia yang memiliki berbagai macam suku, agama, golongan dan ras, sesuai dengan Maqasid Syariah sebagai salah satu cabang dalam ilmu Syariah islam.


Jikalau PKS dengan serta merta menolak Pancasila sebagai dasar negara RI yang sudah lahir sejak hampir 66 tahun yang lalu, dapat dipastikan gelombang perlawanan yang sangat kencang akan lahir dari segala penjuru negeri. Bahkan bukan tidak mustahil, dengan kekuatan yang ‘belum memadai’ bagi PKS, penolakan terhadap Pancasila hanya akan membuahkan ‘kehancuran’ dalam partisipasi politik di RI.


Anjuran untuk Ummat Islam di Indonesia


Dengan berbagai pertimbangan yang ada, pertimbangan Maqasid Syariah, sudah jelas bagi kita untuk meninggalkan pro – kontra atas sikap terhadap Pancasila. Mari kita berlomba - berlomba – lomba dalam kebaikan (Fastabiqul Khairat) dengan bekerja sebaik mungkin dengan kapabiltas yang kita punya demi terwujudnya bangsa Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur.


Dalam menyikapi perbedaan kelompok – kelompok atau partai Islam yang ada di Indonesia, wajiblah bagi kita selaku ummat Islam mengedepankan persatuan Ummat, bukan memecah belah. Jika kita sejalan dengan prinsip ‘Musyarakah-nya PKS’ yang mendukung Panc maka dukunglah, dengan tenaga, pikiran, baik moril ataupun materil. Jika kita tidak setuju dengan cara (metode) ini, maka cukuplah bagi kita berlapang dada atas perbedaan yang ada.


Wassalam




Aji Teguh Prihatno

Kamis, 02 Juni 2011

AS Boikot Konferensi PBB Menentang Rasisme




Hidayatullah.com--Pemerintahan Obama mengatakan pada hari Rabu (1/6) akan memboikot konferensi dunia menentang rasisme yang diadakan di markas PBB pada bulan September mendatang, karena menganggap konferensi itu memiliki muatan anti-Semitisme.

Konferensi puncak PBB itu menandai peringatan 10 tahun Konferensi Dunia Menentang Rasisme yang diadakan di kota Durban, Afrika Selatan pada 2001. Sebelumnya AS dan sekutunya Israel keluar dari pertemuan berkaiatan dengan rancangan resolusi yang mengecam Israel, dan menyamakan Zionisme dengan rasisme.

Amerika Serikat tidak akan berpartisipasi dalam konferensi yang akan datang karena proses Durban, termasuk sikap-sikap jelek atas intoleransi dan anti-Semitisme, sebut E. Joseph Macmanus, pejabat Asisten Menlu AS untuk urusan legislatif, dalam suratnya kepada Senator Demokrat Kirsten Gillibrand.

AP memperoleh salinan surat, yang dikirim pada hari Rabu untuk Gillibrand dan anggota Kongres lainnya. Gillibrand menyambut baik keputusan pemerintah itu.

"Ini merupakan penghinaan ke Amerika bahwa PBB telah memutuskan untuk menyelenggarakan konferensi Durban III di New York, hanya beberapa hari dari peringatan sepuluh tahun serangan 11 September," kata senator New York itu dalam siaran pers pada hari Rabu, seakan tidak menyadari markas besar PBB memang berada di New York.

"Kita semua menyaksikan, bagaimana suara ekstrem anti-Semit dan anti-Amerika mengambil alih pertemuan di Afrika Selatan dan konferensi lanjutannya, kata senator itu.

Langkah pemerintah itu tentu saja dipuji oleh Presiden Konferensi Organisasi Utama Yahudi Amerika, yang memayungi 52 kelompok, termasuk B'nai B'rith Internasional, Liga Anti-Penistaan, Komite Yahudi Amerika dan Hadassah, Organisasi Perempuan Zionis Amerika.

Misi PBB

Sejak pendiriannya, PBB memang telah berjuang untuk menemukan langkah-langkah untuk memerangi diskriminasi rasial dan kekerasan etnis. Ini komitmen untuk martabat manusia dan kesetaraan, tercermin dalam sejumlah resolusi, konvensi dan deklarasi, termasuk:

- Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida – 1948: Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida.

- Deklarasi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial – 1963

-Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial – 1965.

- 21 Maret ditunjuk sebagai Hari Internasional untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial – 1966.

- Konvensi Internasional tentang Pemberantasan dan Hukuman Kejahatan Apartheid - 1973.

- Dekade Pertama untuk Memerangi Rasisme dan Diskriminasi Ras 1973-1982.

- Konferensi Dunia Pertama untuk Memerangi Rasisme dan Diskriminasi Rasial, Jenewa 1978.

- Konferensi Dunia Kedua untuk Memerangi Rasisme dan Diskriminasi Rasial, juga di Jenewa 1983.

- Kedua Dekade Aksi untuk Memberantas Diskriminasi Rasial l983-l992.

- Dekade ketiga untuk Memerangi Rasisme dan Diskriminasi Ras 1994-2003.

- Konferensi Dunia menentang Rasisme, Diskriminasi Rasial, Xenophobia dan Intoleransi Terkait 2001.

Pada tahun 1998, Majelis Umum memutuskan untuk menyatakan tahun 2001 sebagai Tahun Internasional untuk Mobilisasi melawan Rasisme, Diskriminasi Rasial, Xenophobia, dan semua hal yang terkait Intoleransi.

Dalam beberapa dekade Zionis Israel yang dilindungi Amerika Serikat, telah melakukan kejahatan luar biasa terhadap bangsa Palestina, berupa penggusuran, pengusiran, penahanan tanpa proses hukum, dan pembunuhan. Dengan perlindungan AS pula, upaya menuntut para pemimpin Zionis Israel sebagai penjahat perang dalam perang akhir 2009 masih terhambat, padahal kejahatannya hampir setara dengan beberapa mantan pemimpin Serbia yang melakukan genosida terhadap penduduk muslim Bosnia, yang proses hukumnya telah berjalan dalam Pengadilan Kejahatan Perang di Den Haag.*

Rabu, 01 Juni 2011

Mossad: ”Al Ikhwan Lebih Bahaya Dibanding Nuklir Iran”


Hidayatullah.com--Tokoh Mossad, para pakar militer dan strategi merasa khawatir dengan Al Ikhwan, jika gerakan Islam itu sampai menguasai pemerintahan mendatang. Menurut mereka, tingkat bahaya yang disebabkan oleh Al Ikhwan terhadap eksistensi Zionis lebih besar daripada bahaya nuklir Iran, sebagaimana dilansir oleh situs berita lokal Mesir, Al Yaum As Sabi’ (1/6)

Merujuk lansiran surat kabar Jerusalem Post, bahwa mantan pemimpin Mossad, Shabtai Shavit, pemimpin militer, serta para pakar strategi menyebutkan bahwa Al Ikhwan Al Muslimun Mesir bisa mengancam penjajah Zionis, disebabkan tekad jama’ah tersebut untuk bisa memerintah Mesir dan memberlakukan syariat di negeri tersebut. Menurut mereka, Al Ikhwan akan mencoba untuk menentang proyek Zionis.

Para tokoh tersebut juga menegaskan bahwa Al Ikhwan Al Muslimun memiliki kesempatan untuk bisa menduduki pemerintahan, karena mereka adalah organisasi politik yang teratur di Mesir, memiliki pengalaman perpolitikan yang cukup matang, serta bertambah kuatnya posisi jamaah ini pasca turunya Mubarak.

Bagi mereka, ancaman Al Ikhwan bagi Zionis lebih besar daripada nuklir Iran, jika mereka berhasil memerintah Mesir. Sebab itulah mereka mengingatkan agar perkembangan yang terjadi di Mesir perlu terus dipantau, karena tidak ada yang tahu perubahan apa yang akan terjadi.*

Militansi


Oleh: KH Rahmat Abdullah

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Ba’da tahmid wa shalawat.
Ikhwah rahimakumullah,
Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an Surat 19 Ayat 12 : Ya Yahya hudzil
kitaaba bi quwwah ..”.

Tatkala Allah SWT memberikan perintah kepada hamba-hamba-Nya yang ikhlas, Ia
tak hanya menyuruh mereka untuk taat melaksanakannya melainkan juga harus
mengambilnya dengan quwwah yang bermakna jiddiyah, kesungguhan-sungguhan.
Sejarah telah diwarnai, dipenuhi dan diperkaya oleh orang-orang yang sungguhsungguh.
Bukan oleh orang-orang yang santai, berleha-leha dan berangan-angan.

Dunia diisi dan dimenangkan oleh orang-orang yang merealisir cita-cita, harapan dan
angan-angan mereka dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dan kekuatan tekad.
Namun kebatilan pun dibela dengan sungguh-sungguh oleh para pendukungnya, oleh
karena itulah Ali bin Abi Thalib ra menyatakan : “Al-haq yang tidak ditata dengan
baik akan dikalahkan oleh Al-bathil yang tertata dengan baik”.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Allah memberikan ganjaran yang sebesar-besarnya dan derajat yang setinggitingginya
bagi mereka yang sabar dan lulus dalam ujian kehidupan di jalan dakwah.
Jika ujian, cobaan yang diberikan Allah hanya yang mudah-mudah saja tentu mereka
tidak akan memperoleh ganjaran yang hebat.

Di situlah letak hikmahnya yakni bahwa seorang da’i harus sungguh-sungguh dan
sabar dalam meniti jalan dakwah ini. Perjuangan ini tidak bisa dijalani dengan
ketidaksungguhan, azam yang lemah dan pengorbanan yang sedikit.
Ali sempat mengeluh ketika melihat semangat juang pasukannya mulai melemah,
sementara para pemberontak sudah demikian destruktif, berbuat dan berlaku seenakenaknya.

Para pengikut Ali saat itu malah menjadi ragu-ragu dan gamang, sehingga
Ali perlu mengingatkan mereka dengan kalimatnya yang terkenal tersebut.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Ketika Allah menyuruh Nabi Musa as mengikuti petunjuk-Nya, tersirat di dalamnya
sebuah pesan abadi, pelajaran yang mahal dan kesan yang mendalam: “Dan telah
Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan
penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): “Berpeganglah kepadanya
dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang teguh kepada perintah-perintahnya
dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orangorang
yang fasiq”.(QS. Al-A’raaf (7):145)

Demikian juga perintah-Nya terhadap Yahya, dalam surat Maryam ayat 12: “Hudzil
kitaab bi quwwah” (Ambil kitab ini dengan quwwah). Yahya juga diperintahkan oleh
Allah untuk mengemban amanah-Nya dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan).
Jiddiyah ini juga nampak pada diri Ulul Azmi (lima orang Nabi yakni Nuh, Ibrahim,
Musa, Isa, Muhammad yang dianggap memiliki azam terkuat).

Dakwah berkembang di tangan orang-orang yang memiliki militansi, semangat juang
yang tak pernah pudar. Ajaran yang mereka bawa bertahan melebihi usia mereka.
Boleh jadi usia para mujahid pembawa misi dakwah tersebut tidak panjang, tetapi
cita-cita, semangat dan ajaran yang mereka bawa tetap hidup sepeninggal mereka.

Apa artinya usia panjang namun tanpa isi, sehingga boleh jadi biografi kita kelak
hanya berupa 3 baris kata yang dipahatkan di nisan kita : “Si Fulan lahir tanggal
sekian-sekian, wafat tanggal sekian-sekian”.

Hendaknya kita melihat bagaimana kisah kehidupan Rasulullah saw dan para
sahabatnya. Usia mereka hanya sekitar 60-an tahun. Satu rentang usia yang tidak
terlalu panjang, namun sejarah mereka seakan tidak pernah habis-habisnya dikaji dari
berbagai segi dan sudut pandang. Misalnya dari segi strategi militernya, dari visi
kenegarawanannya, dari segi sosok kebapakannya dan lain sebagainya.
Seharusnyalah kisah-kisah tersebut menjadi ibrah bagi kita dan semakin meneguhkan
hati kita.

Seperti digambarkan dalam QS. 11:120, orang-orang yang beristiqomah di
jalan Allah akan mendapatkan buah yang pasti berupa keteguhan hati. Bila kita tidak
kunjung dapat menarik ibrah dan tidak semakin bertambah teguh, besar
kemungkinannya ada yang salah dalam diri kita. Seringkali kurangnya jiddiyah
(kesungguh-sungguhan) dalam diri kita membuat kita mudah berkata hal-hal yang
membatalkan keteladanan mereka atas diri kita. Misalnya: “Ah itu kan Nabi, kita
bukan Nabi. Ah itu kan istri Nabi, kita kan bukan istri Nabi”. Padahal memang tanpa
jiddiyah sulit bagi kita untuk menarik ibrah dari keteladanan para Nabi, Rasul dan
pengikut-pengikutnya.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah,
Di antara sekian jenis kemiskinan, yang paling memprihatinkan adalah kemiskinan
azam, tekad dan bukannya kemiskinan harta.
Misalnya anak yang mendapatkan warisan berlimpah dari orangtuanya dan kemudian
dihabiskannya untuk berfoya-foya karena merasa semua itu didapatkannya dengan
mudah, bukan dari tetes keringatnya sendiri.
Boleh jadi dengan kemiskinan azam yang ada padanya akan membawanya pula pada
kebangkrutan dari segi harta. Sebaliknya anak yang lahir di keluarga sederhana,
namun memiliki azam dan kemauan yang kuat kelak akan menjadi orang yang
berilmu, kaya dan seterusnya.

Demikian pula dalam kaitannya dengan masalah ukhrawi berupa ketinggian derajat di
sisi Allah. Tidak mungkin seseorang bisa keluar dari kejahiliyahan dan memperoleh
derajat tinggi di sisi Allah tanpa tekad, kemauan dan kerja keras.

Kita dapat melihatnya dalam kisah Nabi Musa as. Kita melihat bagaimana kesabaran,
keuletan, ketangguhan dan kedekatan hubungannya dengan Allah membuat Nabi
Musa as berhasil membawa umatnya terbebas dari belenggu tirani dan kejahatan
Fir’aun.

Berkat do’a Nabi Musa as dan pertolongan Allah melalui cara penyelamatan yang
spektakuler, selamatlah Nabi Musa dan para pengikutnya menyeberangi Laut Merah
yang dengan izin Allah terbelah menyerupai jalan dan tenggelamlah Fir’aun beserta
bala tentaranya.

Namun apa yang terjadi? Sesampainya di seberang dan melihat suatu kaum yang
tengah menyembah berhala, mereka malah meminta dibuatkan berhala yang serupa
untuk disembah. Padahal sewajarnya mereka yang telah lama menderita di bawah
kezaliman Fir’aun dan kemudian diselamatkan Allah, tentunya merasa sangat
bersyukur kepada Allah dan berusaha mengabdi kepada-Nya dengan sebaik-baiknya.
Kurangnya iman, pemahaman dan kesungguh-sungguhan membuat mereka
terjerumus kepada kejahiliyahan.

Sekali lagi marilah kita menengok kekayaan sejarah dan mencoba bercermin pada
sejarah. Kembali kita akan menarik ibrah dari kisah Nabi Musa as dan kaumnya.
Dalam QS. Al-Maidah (5) ayat 20-26 :

“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, ingatlah nikmat
Allah atasmu, ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu
orang-orang merdeka dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-
Nya kepada seorangpun di antara umat-umat yang lain”.

“Hai, kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah
bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka
kamu menjadi orang-orang yang merugi”.

“Mereka berkata: “Hai Musa, sesungguhnya dalam negri itu ada orang-orang yang
gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum
mereka keluar dari negri itu. Jika mereka keluar dari negri itu, pasti kami akan
memasukinya”.

“Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah
telah memberi nikmat atas keduanya: “Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang
(kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya
kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang
beriman”.

“Mereka berkata: “Hai Musa kami sekali-kali tidak akan memasukinya selamalamanya
selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu
dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini
saja”.

“Berkata Musa: “Ya Rabbku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan
saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasiq itu”.
“Allah berfirman: “(Jika demikian), maka sesungguhnya negri itu diharamkan atas
mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar
kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati
(memikirkan nasib) orang-orang yang fasiq itu”.

Rangkaian ayat-ayat tersebut memberikan pelajaran yang mahal dan sangat berharga
bagi kita, yakni bahwa manusia adalah anak lingkungannya. Ia juga makhluk
kebiasaan yang sangat terpengaruh oleh lingkungannya dan perubahan besar baru
akan terjadi jika mereka mau berusaha seperti tertera dalam QS. Ar-Ra’du (13):11,
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai mereka berusaha
merubahnya sendiri”.

Nabi Musa as adalah pemimpin yang dipilihkan Allah untuk mereka, seharusnyalah
mereka tsiqqah pada Nabi Musa. Apalagi telah terbukti ketika mereka berputus asa
dari pengejaran dan pengepungan Fir’aun beserta bala tentaranya yang terkenal ganas,

Allah SWT berkenan mengijabahi do’a dan keyakinan Nabi Musa as sehingga
menjawab segala kecemasan, keraguan dan kegalauan mereka seperti tercantum
dalam QS. Asy-Syu’ara (26):61-62, “Maka setelah kedua golongan itu saling melihat,
berkatalah pengikut-pengikut Musa: “Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul”.
Musa menjawab: “Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Rabbku bersamaku,
kelak Dia pasti akan memberi petunjuk kepadaku”.

Semestinya kaum Nabi Musa melihat dan mau menarik ibrah (pelajaran) bahwa apaapa
yang diridhai Allah pasti akan dimudahkan oleh Allah dan mendapatkan
keberhasilan karena jaminan kesuksesan yang diberikan Allah pada orang-orang
beriman. Allah pasti akan bersama al-haq dan para pendukung kebenaran. Namun
kaum Nabi Musa hanya melihat laut, musuh dan kesulitan-kesulitan tanpa adanya
tekad untuk mengatasi semua itu sambil di sisi lain bermimpi tentang kesuksesan. Hal
itu sungguh merupakan opium, candu yang berbahaya.

Mereka menginginkan hasil tanpa kerja keras dan kesungguh-sungguhan. Mereka
adalah “qaumun jabbarun” yang rendah, santai dan materialistik. Seharusnya mereka
melihat bagaimana kesudahan nasib Fir’aun yang dikaramkan Allah di laut Merah.
Seandainya mereka yakin akan pertolongan Allah dan yakin akan dimenangkan Allah,
mereka tentu tsiqqah pada kepemimpinan Nabi Musa dan yakin pula bahwa mereka
dijamin Allah akan memasuki Palestina dengan selamat. Bukankah Allah SWT telah
berfirman dalam QS. 47:7, “In tanshurullah yanshurkum wayutsabbit bihil aqdaam”
(Jika engkau menolong Allah, Allah akan menolongmu dan meneguhkan
pendirianmu).

Hendaknya jangan sampai kita seperti Bani Israil yang bukannya tsiqqah dan taat
kepada Nabi-Nya, mereka dengan segala kedegilannya malah menyuruh Nabi Musa
as untuk berjuang sendiri. “Pergilah engkau dengan Tuhanmu”. Hal itu sungguh
merupakan kerendahan akhlak dan militansi, sehingga Allah mengharamkan bagi
mereka untuk memasuki negri itu. Maka selama 40 tahun mereka berputar-putar tanpa
pernah bisa memasuki negri itu.

Namun demikian, Allah yang Rahman dan Rahim tetap memberi mereka rizqi berupa
ghomama, manna dan salwa, padahal mereka dalam kondisi sedang dihukum.
Tetapi tetap saja kedegilan mereka tampak dengan nyata ketika dengan tidak tahu
dirinya mereka mengatakan kepada Nabi Musa tidak tahan bila hanya mendapat satu
jenis makanan.

Orientasi keduniawian yang begitu dominan pada diri mereka membuat mereka begitu
kurang ajar dan tidak beradab dalam bersikap terhadap pemimpin. Mereka berkata:
“Ud’uulanaa robbaka” (Mintakan bagi kami pada Tuhanmu). Seyogyanya mereka
berkata: “Pimpinlah kami untuk berdo’a pada Tuhan kita”.

Kebodohan seperti itu pun kini sudah mentradisi di masyarakat. Banyak keluarga
yang berstatus Muslim, tidak pernah ke masjid tapi mampu membayar sehingga
banyak orang di masjid yang menyalatkan jenazah salah seorang keluarga mereka,
sementara mereka duduk-duduk atau berdiri menonton saja.
Rasulullah saw memang telah memberikan nubuwat atau prediksi beliau: “Kelak
kalian pasti akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian selangkah demi
selangkah, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta dan sedepa demi sedepa”.
Sahabat bertanya: “Yahudi dan Nasrani ya Rasulullah?”. Beliau menjawab: “Siapa
lagi?”.

Kebodohan dalam meneladani Rasulullah juga bisa terjadi di kalangan para pemikul
dakwah sebagai warasatul anbiya (pewaris nabi).
Mereka mengambil keteladanan dari beliau secara tidak tepat. Banyak ulama atau kiai
yang suka disambut, dielu-elukan dan dilayani padahal Rasulullah tidak suka dilayani,
dielu-elukan apalagi didewakan. Sebaliknya mereka enggan untuk mewarisi
kepahitan, pengorbanan dan perjuangan Rasulullah. Hal itu menunjukkan merosotnya
militansi di kalangan ulama-ulama amilin.

Mengapa hal itu juga terjadi di kalangan ulama, orang-orang yang notabene sudah
sangat faham. Hal itu kiranya lebih disebabkan adanya pergeseran dalam hal cinta dan
loyalitas, cinta kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya telah digantikan dengan
cinta kepada dunia.

Mentalitas Bal’am, ulama di zaman Fir’aun adalah mentalitas anjing sebagaimana
digambarkan di Al-Qur’an. Dihalau dia menjulurkan lidah, didiamkan pun tetap
menjulurkan lidah. Bal’am bukannya memihak pada Musa, malah memihak pada
Fir’aun. Karena ia menyimpang dari jalur kebenaran, maka ia selalu dibayangbayangi,
didampingi syaithan. Ulama jenis Bal’am tidak mau berpihak dan
menyuarakan kebenaran karena lebih suka menuruti hawa nafsu dan tarikan-tarikan
duniawi yang rendah.

Kader yang tulus dan bersemangat tinggi pasti akan memiliki wawasan berfikir yang
luas dan mulia. Misalnya, manusia yang memang memiliki akal akan bisa mengerti
tentang berharganya cincin berlian, mereka mau berkelahi untuk memperebutkannya.
Tetapi anjing yang ada di dekat cincin berlian tidak akan pernah bisa mengapresiasi
cincin berlian.

Ia baru akan berlari mengejar tulang, lalu mencari tempat untuk memuaskan
kerakusannya. Sampailah anjing tersebut di tepi telaga yang bening dan ia serasa
melihat musuh di permukaan telaga yang dianggapnya akan merebut tulang darinya.
Karena kebodohannya ia tak tahu bahwa itu adalah bayangan dirinya. Ia menerkam
bayangan dirinya tersebut di telaga, hingga ia tenggelam dan mati.

Kebahagiaan sejati akan diperoleh manusia bila ia tidak bertumpu pada sesuatu yang
fana dan rapuh, dan sebaliknya justru berorientasi pada keabadian.
Nabi Yusuf as sebuah contoh keistiqomahan, ia memilih di penjara daripada harus
menuruti hawa nafsu rendah manusia. Ia yang benar di penjara, sementara yang salah
malah bebas.

Ada satu hal lagi yang bisa kita petik dari kisah Nabi Yusuf as. Wanita-wanita yang
mempergunjingkan Zulaikha diundang ke istana untuk melihat Nabi Yusuf. Mereka
mengiris-iris jari-jari tangan mereka karena terpesona melihat Nabi Yusuf. “Demi
Allah, ini pasti bukan manusia”. Kekaguman dan keterpesonaan mereka pada seraut
wajah tampan milik Nabi Yusuf membuat mereka tidak merasakan sakitnya teririsiris.
Hal yang demikian bisa pula terjadi pada orang-orang yang punya cita-cita mulia
ingin bersama para nabi dan rasul, shidiqin, syuhada dan shalihin.

Mereka tentunya
akan sanggup melupakan sakitnya penderitaan dan kepahitan perjuangan karena
keterpesonaan mereka pada surga dengan segala kenikmatannya yang dijanjikan.
Itulah ibrah yang harus dijadikan pusat perhatian para da’i. Apalagi berkurban di jalan
Allah adalah sekedar mengembalikan sesuatu yang berasal dari Allah jua. Kadang kita
berat berinfaq, padahal harta kita dari-Nya. Kita terlalu perhitungan dengan tenaga
dan waktu untuk berbuat sesuatu di jalan Allah padahal semua yang kita miliki berupa
ilmu dan kemuliaan keseluruhannya juga berasal dari Allah.

Semoga kita terhindar dari penyimpangan-penyimpangan seperti itu dan tetap
memiliki jiddiyah, militansi untuk senantiasa berjuang di jalan-Nya. Amin.
Wallahu a’lam bis shawab.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons