myspace graphic
_
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (QS.98:5)

Blogger news

~ ءَاجَرَكَ اللهُ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَبَارَكَ لَكَ فِيْمَا اَبْقَيْتَ وَجَعَلَ اللهُ لَكَ اطَهُوْرً ~

Kamis, 14 Juli 2011

Guru Kehidupan

Oleh : Ust. Rahmat Abdullah

Ada murid dapat belajar hanya dari guru yang ber-SK, disuapi ilmu dan didikte habis-habisan. Ada yang cukup belajar dari katak yang melompat atau angin yang berhembus pelan lalu berubah menjadi badai yang memporakporandakan kota dan desa. Ada yang belajar dari apel yang jatuh disamping bulan yang menggantung di langit tanpa tangkai itu. Ada guru yang banyak berkata tanpa berbuat. Ada yang lebih pandai berbuat daripada berkata. Ada yang memadukan kata dan perbuatan. Yang istimewa diantara mereka, “bila melihatnya engkau langsung ingat Allah, ucapannya akan menambah amalmu dan amalnya membuatmu semakin cinta akhirat (khiyarukum mandzakkarakum billahi ru’yatuh wa zada fi’amalikum mantiquh wa raggahabakum filakhirati ‘amaluh)”

Yang tak dapat belajar dari guru alam dan dinamika lingkungannya, sangat tak berpotensi belajar dari guru manusia. Yang tak dapat mengambil ibrah dari pelajaran orang lain, harus mengambilnya dari pengalaman sendiri, dan untuk itu ia harus membayar mahal. Bani Israil bergurukan nabi Musa As, salah satu Ulul Azmi para rasul dengan azam berdosis tinggi. Bahkan leluhur mereka nabi-nabi yang dikirim silih berganti. Apa yang kurang? Ibarat meniup tungku, bila masih ada api di bara, kayu bakar itu akan menyala, tetapi apa yang kau hasilkan dari tumpukan abu dapur tanpa setitik api, selain kotoran yang memenuhi wajahmu?

Murid-murid Bebal

Berbicara seputar orang-orang degil, berarti menimbun begitu banyak kata seharusnya. Seharusnya Bani Israil berjuang sepenuh jiwa dan raga, bukan malah mengatakan: “Hai Musa, kami telah disakiti sebelum engkau datang dan setelah engkau datang,” (QS.7:129) karena sesungguhnya mereka tahu ia benar-benar diutus Allah untuk memimpin mereka.

Seharusnya mereka tidak mengatakan: “Kami tak akan masuk kesana (Palestina), selama mereka masih ada disana, maka pergilah engkau dengan tuhanmu, biar kami dudukduduk disini,” (QS.5:24) karena berita tenggelamnya Fir’aun di lautan dan selamatnya Bani Israil, adalah energi besar yang mampu meruntuhkan semangat orangorang Amalek yang menduduki bumi suci yang dijanjikan itu. Adapun yang ditenggelamkan itu Fir’aun, mitos sejarah yang tak terbayangkan bisa jatuh. Kemudian seharusnya mereka yang dihukum karena sikap dan ucapan dungu tadi, pasrah saja di padang Tih, dengan jatah catering Manna dan Salwa serta tinggal beratapkan awan pelindung dari sengatan terik matahari.

Ternyata mereka mengulangi lagi kedegilan lama mereka. “Hai Musa, kami tak bakalan sabaran dengan jenis makanan monotype, cuma semacam ini, karenanya berdoalah engkau kepada tuhanmu untuk kami, agar ia keluarkan untuk kami tumbuhan bumi, yaitu: sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang puihnya, kacang adasnya dan bawang merahnya.” (QS.2:61) Betul, manusia memerlukan guru manusia, tetapi apa yang dapat dilihatnya diterik siang di bawah sorotan lampu ribuat watt, bila matanya ditutup rapat? Tarbiyah dzatiyah atau pendidikan mandiri untuk menguasai mata kuliah kehidupan sangat besar perannya.

Sebuah bangsa yang sudah “merdeka” 54 tahun, namun tak peduli bagaimana menghemat cadangan energi, tak tahu bagaimana membuang sampah, ringan tangan membakar hutan dan me-WC-kan sungai-sungai kota mereka, tentulah bukan bangsa yang pandai mendidik diri. Sebuah bangsa yang tergopoh-gopoh ikutan kampanye anti AIDS, dengan hanya menekankan aspek seks aman (dunia) saja tanpa mengingat murka Allah, tentulah bangsa itu belum kunjung dewasa. Bila diingat 6 dari 10 anak-anak mereka terancam flek paru-paru, lengkap sudah kebebalan itu.

Nurani yang Selalu Bergetar Konon, Imam Syafi’ie ra sangat malu dan menyesal bila sampai ada orang mengutarakan hajat kepadanya. “Mestinya aku telah menangkap gejala itu cukup dari kilas wajahnya.” Mereka yang akrab dengan arus batin manusia, mestinya selalu dapat menangkap isyarat muqabalah (oposit) makna ayat 2:273, “Engkau kenal mereka dengan ciri mereka, tak pernah meminta kepada manusia dengan mendesak.” Sementara yang bukan “engkau” tak dapat membaca gelagat ini: “Si jahil mengira mereka itu kaya, lantaran mereka berusaha menjaga diri.”

Mereka yang berhasil dalam tarbiyah dzatiyah akan tampil sebagai manusia yang jujur, ikhlas dan merdeka. Karenanya, “Hindarilah bergincu dengan ilmu sebagaimana engkau menghindari ujub (kagum diri) dengan amal. Jangan pula engkau meyakini bahwa aspek batin dari adab dapat diruntuhkan oleh sisi zahir dari ilmu. Taatilah Allah dalam menentang manusia dan jangan taati manusia dalam menentang Allah. Jangan simpan sedikitpun potensimu dari Allah dan jangan restui suatu amal kepada Allah yang bersumber dari nafsumu. Berdirilah dihadapan-Nya dalam shalatmu secara total.” (Almuhasibi, Risalatu’lmustarsyidin).

Akhirnya, semakin jauh perjalanan tarbiyah dzatiyahnya, semakin banyak kekayaan yang diraihnya. Ungkapan berikut ini tidak ada kaitannya dengan bid’ah atau khilafiyah fiqh. Ia lebih mewakili ibrah agar kita tak terjebak pada aktifitas formal atau sebaliknya. “Pada aspek zahir ada janabah yang menghalangimu masuk rumah-Nya atau membaca kitab-Nya, dan aspek batin juga punya janabah yang menghalangimu memasuki hadhirat keagungan-Nya dan memahami firman-Nya. Itulah ghaflah (kelalaian)” (Ibnu Atha’illah, Taju’l Arus).

Hakikat Kematangan Ilmu

Kembali ke kematangan pribadi dan keberhasilan tarbiyah dzatiyah, seseorang tak diukur berdasarkan kekayaan hafalannya atau keluasan pengetahuannya, tetapi pada kemampuannya memfungsikan bashirahnya: “Perumpamaan orang yang aktif dalam dunia ilmu namun tak punya bashirah, seperti 100.000 orang buta berjalan dengan kebingungan. Seandainya ada satu saja di tengah mereka yang dapat melihat walau hanya dengan satu mata, niscaya masyarakat hanya mau mengikuti yang satu ini dan meninggalkan yang 100.000″.

Rasulullah SAW meredakan kemarahan para sahabat yang sangat tersinggung kepada seorang pemuda yang minta izin kepada beliau untuk tetap bisa berzina. “Engkau rela ibumu dizinai orang?” tanya beliau dengan bijak. “Demi Allah, saya tidak rela!” “Relakah engkau jika anak perempuanmu, saudara perempuanmu dan isterimu dizinai orang?” “Tidak, demi Allah!” “Nah, demikianlah masyarakat….”

Demikianlah, amtsal merupakan metode pencerahan yang digunakan Al-Qur’an dan Al-Hadist, bahkan dengan kata kunci yang patut dicermati: “….Tak dapat memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu” (29:43). Citarasa yang tinggi dibangun dan sensitifitas dipertajam, mengantarkan manusia kepada puncak pencerahan ruhani mereka. Sebuah ungkapan kedewasaan pun “Semua manusia dari Adam dan Adam dari tanah, tak ada perbedaan antara Arab atas Ajam dan Ajam atas Arab melainkan dengan taqwa.” Itulah zaman, saat sejarah tak lagi dimonopoli raja, puteri dan pangeran, tetapi menjadi hak bersama yang melambungkan nama Bilal budak hitam abadi dalam adzan, atau Zaid menjadi satu-satunya nama sahabat dalam Al-Qur’an.

Demikianlah kemudian kita kenal Ammar, Sumayyah dan banyak lagi budak yang melampaui prestasi dan prestise para bangsawan. Padahal 13 abad kemudianpun Eropa masih mempertanyakan perempuan makhluk apa. Dan, para intelektualnya sampai pada kesimpulan “Mereka adalah iblis yang ditampilkan dalam tampilan manusia.” Justru Muhammad SAW telah memberi standar “Takkan memuliakan perempuan kecuali seorang mulia dan takkan menghinakan mereka kecuali manusia hina”. Sementara para perempuannya seperti dilukiskan puteri Sa’id bin Musayyab: “Kami memperlakukan suami seperti kalian memperlakukan para pemimpin, kami ucapkan: “Ashlahakallah, hayyakallah!” (Semoga Allah memperbaiki/melindungimu, semoga Allah memuliakanmu).”

Mengistimewakan Setiap Anak

Adalah sebuah Sekolah Taman Kanak-kanak (TK), yang secara rutin menyelenggarakan kegiatan menarik di setiap akhir tahun ajaran. Bersamaan dengan pembagian buku laporan pendidikan para siswanya, TK dan Kelompok Bermain inipun membagikan tanda prestasi khusus atas kelebihan yang dimiliki anak. Tanda penghargaan berupa sebuah piagam cantik ini berisikan pujian atas salah satu jenis kemampuan teristimewa yang dimiliki anak. Uniknya, semua siswa berhak memperolehnya. Karena ternyata dengan pemantauan yang teliti, selalu bisa ditemukan setidaknya satu kelebihan yang ada pada diri anak. Tentu saja, jenis prestasi khusus ini menjadi begitu banyak ragamnya. Ada siswa dengan prestasi pandai mengaji, pandai menari, menyanyi, bercerita, dan sejenisnya yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Ada pula yang meraih prestasi dalam bidang akhlaq dan sosialisasi seperti anak yang paling pemberani, menyayangi teman, kreatif, kritis, suka menolong, imajinatif, hingga yang cinta lingkungan. Hebatnya, ternyata para guru hampir tak pernah kesulitan untuk membagikan tanda prestasi ini, karena selalu bisa menemukan kelebihan pada diri tiap anak. Ya, bahkan pada diri anak yang dianggap paling 'parah' perkembangannya sekalipun!

Temukan keunikannya

Sungguh Allah Maha Adil, yang telah menciptakan setiap umat manusia sama dan sederajat di hadapan-Nya. Setiap ada kelebihan, pasti ada kekurangan. Dan di mana ada kelemahan, pasti di sana pun ada keistimewaan. Tak mungkin ada anak yang padanya tertumpuk begitu banyak kelebihan sementara anak yangg lain menjadi begitu buruknya. Kalaupun ini terjadi, adalah kesalahan didik orang tua yang menyebabkannya. Akan sangat bermanfaat jika orang tua bisa sesegera mungkin menemukan keunikan dan kelebihan pada diri masing-masing putra-putrinya. Jika perlu, kerja sama dengan guru-guru di sekolah pun bisa dilakukan. Jika orang tua telah berhasil menemukannya, maka tindak lanjut yang bisa dilakukan adalah seperti berikut.

1. Beri Pengakuan Orang tua tahu kelebihan anak namun tak pernah mengungkapkannya kepada mereka, sama saja bohong! Pengakuan harus diberikan secara nyata, supaya anak-anak tahu dan merasakannya. Pemberian piagam prestasi yang kemudian digantung di dinding kamar anak adalah satu contoh nyata pengakuan tersebut. Ini akan sangat bermanfaat untuk menignkatkan rasa percaya diri mereka. Bentuknya tidak harus secara formal seperti piagam prestasi dari sekolah, namun bisa orang tua berkreasi sendiri. Melalui komunikasi verbal, sampaikan kepada mereka pujian-pujian terhadap prestasi khusus itu. Dengan ungkapan non-verbal pun bisa dilakukan, dengan menghadiahkan senyuman, peluk dan cium, manakala anak menampakkan kelebihannya.

2. Kembangkan dari sini Dengan mengetahui kelebihan masing-masing anak, orang tua akan menjadi lebih mudah untuk mengarahkan dan mengembangkannya. Pada dasarnya kelebihan-kelebihan yang dimiliki anak dapat dipilah-pilah menjadi beberapa jenis kemampuan, yaitu bidang bahasa, kognisi, ketrampilan, jasmani dan sosial. Berikan fasilitas dan sarana penunjang untuk mengembangkan kelebihan anak sesuai bidangnya. Bimbing mereka untuk menentukan arah bagi cita-citanya kelak, agar tetap segaris dengan bakat mereka itu.

3. Tak perlu membandingkan Karena setiap anak unik dengan kelebihannya masing-masing maka jangan sekali-kali membuatkan standar yang sama untuk mereka. Bisa jadi si sulung pandai dalam bidang pelajaran-pelajaran di sekolah, sementara adiknya cenderung pandai menggambar, sementara si bungsu benar-benar tak menguasai pelajaran-pelajaran sekolah kecuali bidang olah raga. Biarkan anak berkembang sesuai minat dan bakat masing-masing. Orang tua harus membuang ambisi pribadinya untuk memiliki anak yang pandai dalam matematika, ataukah fisika dan kimia, jika ternyata mereka tak mampu dan tak mau!

Setiap anak adalah ranking 1

Kita perlu berhati-hati dengan jebakan peringkat rangking di sekolah, yang umumnya hanya menilai aspek kognisi anak. Nilai rapor seperti ini jangan disamaartikan dengan 'nilai' diri anak. Masih terlalu banyak nilai-nilai lain yang tak tercantum di sini, seperti nilai sisi sosial, emosi dan akhlaq anak. Dan yang terpenting, sampaikan kepada anak bahwa mereka menempati ranking satu di bidang kelebihan mereka masing-masing. Tentunya tanpa menumbuhkan persepsi bahwa prestasi di sekolah itu tidak penting.

PIP PKS Arab Saudi

Ibuku Selalu Memberiku


Dan Kami telah perintahkan kepada manusia (berbuat baik ) kepada kedua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, dankepadakulah kembalimu.” (Luqman: 14)


Ibu adalah satu kata yang paling berkesan dalam hidup manusia. “Mama”, “Bunda”, “Enyak”, “Emak”, “Ummi” atau apa pun sebutannya, maksudnya tetap merujuk kepada seorang wanita yang melahirkan Kita puluhan tahun yang lalu. Adalah fitrah jika seorang manusia menghormati dan menghormati orang yang berjasa pada dirinya, apalagi mencintai dan menyayangi ibunya karena ibu telah begitu banyak berkorban, memberi dan memberi kepada anak-anaknya… Karena itu, tulisan ini didedikasikan agar setiap pembaca menghayati pengorbanan ibunya dan dapat bersyukur kepada Allah dan kemudian kepada ibu bapaknya. Karena setiap manusia di muka Bumi pasti terlahir dari seorang ibu. Setiap kita pasti pernah mengalami kehidupan dalam sebuah alam yang terhormat dalam perut seorang perempuan selama lebih kurang 9 bulan 10 hari. Alam kandungan merupakan tempat persinggahan yang kokoh sebelum lahir ke muka Bumi… Dia bernama “rahim”, nama yang sama dengan salah satu nama Allah yaitu “Ar-Rahim” (Yang Maha Penyayang).


Kenanglah Pemberian Ibu

Ibu teramat sangat besar jasanya bagi hidup seseorang. Tidak dapat dibandingkan dengan manusia mana pun. Sungguh keliru jika orang menganggap ada orang lain yang lebih berjasa bagi dirinya selain Ibunya sendiri. Sebelum orang lain melihat Anda lahir sebagai penduduk Dunia, ibulah yang pertama kali merasakan keberadaan Anda dalam tubuhnya. Dialah yang mensuplai Anda makanan, merawat dan memelihara Anda selama dalam kandungan… Saat itu, dalam tubuh ibumu terdapat dua jiwa yang salahsatunya harus dipersiapkan untuk menjadi seorang manusia… Dalam alam rahim inilah seluruh perasaan cinta dan kasih ibu dicurahkan terhadap anaknya, dengan perkenan dan idzin Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang…

Mengandung seorang bayi bukanlah menggendong barang yang bisa istirahat di saat yang diinginkan. Sang jabang bayi melekat dengan tubuhnya dan menjadi parasit yang menggerogoti kekuatan Sang Ibu. Dari waktu ke waktu bertambah berat dan menyulitkan.. Sungguh jarang ibu mengeluh, meskipun ada sedikit keluhannya namun dia tetap dalam keadaan bangga dan penerimaan yang tulus terhadap keberadaan Anda di dalam tubuhnya… Untuk mengapresiasi para ibu, peristiwa ini digambarkan Allah di dalam Al qur-an,

Dan Kami telah perintahkan kepada manusia (berbuat baik ) kepada kedua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, dankepadakulah kembalimu. (Luqman: 14)


Anda tidak akan dapat membayangkan betapa sakitnya ketika seorang ibu ketika melahirkan seorang bayi.. Apalagi membayangkan ibu Anda sendiri sewaktu melahirkan Anda puluhan tahun yang lalu… Dia bergulat dengan maut, dia mempertaruhkan selembar nyawanya untuk kehadiran Anda sebagai penduduk Dunia… Tidak jarang Ibunda mengalah, dia harus wafat meninggalkan anaknya yang lahir sebagai bayi.. Kebahagiaan seorang ibu terjadi ketika anak tersebut lahir dengan selamat…, mendengar tangis bayinya untuk pertama kali. Mungkin dia bukan orang pertama yang melihat wujudnya dengan kedua biji mata, namun dapat dipastikan dialah yang paling bahagia saat itu… Dengan wajah penuh peluh, perasaan harap dan cemas dalam keadaan tubuh yang teramat letih dan lelah seolah-olah dia bertanya, “Bagaimana dia suster..?”… Itulah luapan cinta yang tak terhingga..


Tidak sampai disitu saja, Ibunda telah menyediakan seluruh perhatian dan kasih sayangnya kepada bayi yang baru lahir tersebut. dia menggendongnya, menyusukannya, merawat dan memeliharanya, memberi makanan dan membersihkannya… Di malam hari ibu harus bangun karena anaknya bangun dan minta disusui… Tidak ada waktu tersisa selain untuk merawat dan menjaga sang bayi… Menyusukan ini adalah berbagi makanan dengan anak yang disusukannya.. Menurut Ilmu Kedokteran susu ibu tidak tergantikan nilai kandungan gizinya dengan susu mana pun di muka bumi. ASI (Air susu ibu) yang diberikan secara cukup kepada seorang anak akan menentukan kesehatan dan ketahanan fisik anak tersebut di masa yang akan datang.

Bagaimana dengan ayah (bapak)? Pada saat anak dalam kandungan; sudah bagus jika ayah mau memberi kasih sayang kepada isteri yang mengandung anaknya.. Pada saat persalinan, sang Ayah biasanya hanya diam saja menunggu di luar tempat persalinan dengan harapan agar kerja keras isterinya berhasil. Alangkah bagusnya jika dia hadir di samping pembaringan isterinya, memberi semangat dan dorongan kepada calon ibu tersebut… Realitanya, kebanyakan kaum Bapak merasa tidak kuat menyaksikan persalinan atau karena alasan lain sehingga tidak di tempat… Pada waktu Anda bayi ayah sedikit menggendong anaknya dibandingkan ibu.. Apalagi untuk membersihkan kotoran atau kencing sang bayi…


Bukan untuk membanding-bandingkan, Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi wa Sallam ketika ditanya tentang “Siapakah orang yang paling pantas untuk mendapatkan pelayanan terbaikku” menjawab dengan “Ibumu!!!”. Pertanyaan ini diulang sampai tiga kali dan masih dijawab dengan “ibumu”. Setelah keempat kali barulah Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Kemudian ayahmu”. Ini menggambarkan kedudukan ibu yang begitu tinggi. Hadits yang membicarakan keutamaan ayah dan ibu cukup banyak. Seperti, “Ridhollah fi ridhol walidain wa sukhtullah fi shukhtil walidain” (Ridho Allah terletak pada ridho kedua orangtua kemurkaan Allah terletak pada kamarahan kedua orangtua)


Ayah adalah orang bertanggung jawab kepada keluarga, perannya juga sangat penting dalam hidup Kita. Kerjasama yang baik kedua orangtua dalam melahirkan memelihara, dan mendidik anak ; itulah yang membuat Kita hadir di muka bumi sampai saat ini . Allah Subhanahu wa Ta’ala menekankan peranan ayah ibu dalam berbagai ayatnya. Kemudian mewajibkan kaum muslimin untuk senantiasa berbuat baik kepada keduanya (birrul walidain).

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan

hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika

salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut

dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada

keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah

kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap

mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku,

kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku

waktu kecil.” (Al Isra: 22)


Mampukah Kita Membalas?

Lantas dengan apakah Kita membalas semua kebaikan orangtua? Dapatkah Kita memberikan kasih sayang yang serupa kepada keduanya sebagaimana mereka menyayangi Kita diwaktu Kita kecil?


Hanya orang-orang berpekerti luhur dan mulia akan bersikap baik kepada kedua orang tua. Mereka tahu kedudukan serta kemuliaan ayah bundanya… dia dapat merasakan tatkala mencium tangan ibu atau bapak-nya seolah-olah dia bersujud dengan Ruh dan perasaan-nya laksana bersujud kepada Allah, dia mendapatkan jati diri yang sebenarnya sebagai suatu rahasia dalam kehidupan. Semua itu menjadi bukti penghargaan dan penghormatan kepada kedua oang tua. Dalam ajaran Islam, saking pentingnya berbuat baik kepada kedua orangtua seorang anak wajib mencintai, menghormati dan memelihara kedua orangtuanya… walaupun keduanya musyrik atau berlainan agama. Keduanya berhak untuk diberi kebaikan dan pemeliharaan bukan mentaati dan mengikuti kemusyrikan atau agamanya. Allah Azza wa jalla berfirman,

Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya.

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang

tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya.

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang

tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya.

Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah

kamu kerjakan. (Al Ankabuut: )


Al-Bazzar meriwayatkan hadits dari Buraidah dari bapaknya bahwa ada seorang lelaki yang sedang thawaf sambil menggendong ibunya, lalu dia bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: ” Apakah dengan ini saya sudah menunaikan haknya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Belum! Walaupun secuil”. Di zaman sekarang sering Kita temukan anak-anak yang memperlakukan Ibu atau ayahnya bagaikan pembantu atau pelayan. Kata-kata dan nasihat orangtuanya tidak didengar dan dipelajari secara seksama. Sering membentak dan menyakiti hati salah satu atau keduanya…


Bagaimanakah cara sebaiknya agar seseorang berbakti kepada orangtua ?? “Kasih ibu sepanjang hayat kasih anak sepanjang jalan”, itulah ungkapan yang sering muncul dalam mengungkapkan hubungan seseorang dengan ibunya. Sekarang ini, pernahkah Anda renungkan bagaimana sebenarnya sikap Anda terhadap ibu Anda. Coba renungkan sejenak apa saja jasa yang Anda berikan kepadanya…


Mungkin di antara Anda ada yang mengatakan, “Aku memberinya tempat tinggal”, “Aku membiayainya sewaktu dirawat di rumah sakit”.. Sebenarnya bukan itu yang diharapkan orangtua dari Anda… Yang diinginkannya adalah “kasih sayang”. Setidaknya ada lima kriteria yang menunjukkan bentuk bakti seorang anak kepada kedua orang tuanya:


Pertama, Jangan ada penilaian yang tidak mengenakkan keduanya dikarenakan terlihat atau tercium dari kedua orang tua kita sesuatu yang tidak enak. Akan tetapi memilih untuk tetap bersabar dan beharap pahala kepada Allah dengan hal tersebut.


Kedua, jangan menyusahkan kedua orang tua dengan ucapan yang menyakitkan.


Ketiga, berbicara dengan suara dan kata-kata yang lemah lembut kepada keduanya diiringi dengan sikap sopan santun yang menunjukkan penghormatan kepada keduanya.


Keempat, berdoa memohon kepada Allah agar Allah menyayangi keduanya sebagai balasan kasih sayang keduanya terhadap kita, “robigh lii wa li-waa lidayya war ham humaa kamaa robbayaanii soghiroo” (ya Allah ampunilah aku dan kedua orangtuaku dan ampunilah sayangilah keduanya sebagaiman ameeka menyayangi daku sewaktu kecil)


Kelima, selalu bersikap tawadhu’ dan merendahkan diri kepada keduanya,

dengan menaati keduanya selama tidak memerintahkan kemaksiatan kepada Allah serta sangat berkeinginan untuk memberikan apa yang diminta oleh keduanya sebagai wujud kasih sayang seorang anak kepada orang tuanya. Agar menjadi anak berbakti perhatikan syarat-syarat berikut,

• Lebih mengutamakan ridha dan kesenangan kedua orang tua daripada ridha diri sendiri, isteri, anak, dan seluruh manusia.

• Selalu menaati orang tua dalam semua apa yang mereka perintahkan dan mereka larang baik sesuai dengan keinginan anak ataupun tidak sesuai dengan keinginan anak.

• Berupaya memberikan untuk kedua orang tua kita segala sesuatu yang kita ketahui bahwa hal tersebut disukai oleh keduanya sebelum keduanya meminta hal itu.

Oleh : KH. Aus Hidayat Nur

www.dakwatuna.com


 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons