myspace graphic
_
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (QS.98:5)

Blogger news

~ ءَاجَرَكَ اللهُ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَبَارَكَ لَكَ فِيْمَا اَبْقَيْتَ وَجَعَلَ اللهُ لَكَ اطَهُوْرً ~

Kamis, 13 Oktober 2011

Qurban, Pembangunan Karakter Pribadi & Masyarakat



Mempersembahkan suatu persembahan kepada Tuhan sebagai bentuk ritual peribadatan adalah keyakinan yang telah dikenal manusia sejak dahulu bahkan telah dilaksanakan sejak generasi pertama manusia penghuni bumi ini. Dalam Kisah Habil & Qabil yang merupakan keturunan Nabi Adam AS dan diabadikan Al Quran menjelaskan hal itu (QS 5 : 27). Bahkan hal itu dijadikan syariat agama oleh Allah SWT kepada beberapa kaum, diantara kaum Nabi Idris AS, kaum Nabi Nuh AS, kaum Nabi Musa AS, bahkan kepada yahudi & Nasrani hingga kaum Nabi Muhammad SAW. Tetapi kisah tentang berqurban yang sangat inspiratif adalah pelaksanaan qurban oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.
Adalah Nabi Ibrahim AS yang begitu lama merindukan kelahiran seorang anak yang diharapkannya dapat menjadi penerusnya, tetapi ketika apa yang diharapkannya itu dikabulkan Allah hingga di usia cukup dewasa untuk menjadi pendukung akan tugas – tugas kenabian beliau,  dan ditengah kerinduannya untuk bercengkrama setelah sekian lama tidak membersamai karena tugas- tugas kenabian, Allah turunkan sebuah perintah kepadanya sebagai sebuah ujian akan ketaatan  melalui mimpi – mimpi yang terus terulang.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS. 37 : 102)
Meskipun kemudian Allah mengganti dengan seekor sembelihan yang lain.
Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar (QS. 37 : 107)
Islam mengakui konsep persembahan kepada Allah berupa pemotongan hewan, namun mengarahkannya sehingga selaras dengan nilai- nilai tauhid dan bebas dari unsur penyekutuan terhadap Allah, serta selaras dengan nilai kemanusiaan. Islam memasukkan dua nilai penting dalam ibadah qurban ini, yaitu nilai historis berupa mengabadikan kejadian penggantian qurban nabi Ibrahim dengan seekor domba dan nilai kemanusiaan berupa pemberian makan dan membantu fakir miskin pada saat hari raya. Dalam hadist riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi dari Zaid bin Arqam, suatu hari Rasulullah ditanyai "untuk aapa sembelihan ini?" belian menjawab: "Ini sunnah (tradisi) ayah kalian nabi Ibrahim a.s." lalu sahabat bertanya:"Apa manfaatnya bagi kami?" belau menjawab:"Setiap rambut qurban itu membawa kebaikan" sahabat bertanya: "Apakah kulitnya?" beliau menjawab: "Setiap rambut dari kulit itu menjadi kebaikan".
Dimensi Ibadah Qurban.
1.         Dimensi Ketuhanan (habl-min-Allah)
Hal ini terkait erat dengan makna literal “Qurban” yang berarti dekat atau mendekatkan diri, yang bermaksud bahwa seorang hamba sejatinya harus senantiasa mendekatkan dirinya kepada Allah lewat apa yang dimilikinya bahkan yang paling dicintai
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS 3 : 92)
Lebih dalam ibadah ini juga mentarbiyah manusia untuk senantiasa melandaskan ibadahnya pada keimanan dan keikhlasan semata-mata Allah yang menjadi orientasi, kisah Habil & Qabil menjelaskan hal itu
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang Sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia Berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah Hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa". (QS 5 : 27)

2.         Dimensi Kemanusiaan (habl-min-annas)
Ibadah qurban sesungguhnya memiliki kekuatan untuk membangun kesadaran esensial, bahwa untuk menegakkan bangunan sosial dibutuhkan pengorbanan dalam arti yang seluas-luasnya dari masing – masing individu elemen masyarakat, disamping juga membentuk solidaritas hingga hal ini mampu memarginalkan anasir – anasir negatif, seperti sifat hedonis, egois, oportunis dsb, yang menjadi virus dari kekokohan bangunan sosial.

Akan tetapi menjadi pemahaman yang keliru jika dipahami bahwa ibadah qurban ini semata-mata kebutuhan bagi orang – orang fakir miskin saja. Jika dikembalikan pada dimensi ketuhanan dan makna literal qurban itu sendiri, maka mendekatkan diri kepada Allah merupakan kebutuhan siapapun, baik ia kaya ataupun miskin dan keuntungannya pun akan kembali kepada ahli qurban.
Dengan demikian, ibadah qurban merupakan alat ukur akan seberapa besar ketaatan, kesetiaan, pengorbanan dan pengabdian kita terhadap nilai-nilai ketuhanan dan terhadap nilai-nilai sosial. Maka ibadah qurban haruslah berdampak secara maknawi terhadap pribadi dan berdampak positif terhadap bangunan sosial.
Wallahualam...

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons