myspace graphic
_
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (QS.98:5)

Blogger news

~ ءَاجَرَكَ اللهُ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَبَارَكَ لَكَ فِيْمَا اَبْقَيْتَ وَجَعَلَ اللهُ لَكَ اطَهُوْرً ~

Kamis, 30 Juni 2011

Kesabaran Yang Progesif


إِنَّا وَجَدْنَا خَيْرَ عَيْشِنَا بِالصَّبْر (أخرجه أحمد في المسند ورواه البخاري معلقا)

Itu adalah perkataan Umar bin Khatthab yang kurang lebih artinya adalah, “Kami menemukan kualitas kehidupan terbaik dihasilkan dengan kesabaran.” Sebuah rumus kesuksesan yang sangat penting untuk kita pahami dan dalami. Diucapkan oleh seseorang yang merupakan salah seorang manusia yang tersukses sepanjang sejarah.

Kunci kesuksesan adalah menjalani segala macam prosesnya dengan sabar. Tidak ada prestasi yang dihasilkan tanpa kesabaran belajar dan bekerja, tidak ada keuntungan tanpa kesabaran usaha.

Sabar adalah kemampuan mental manusia untuk menanggung kesulitan, melawan hawa nafsu, bertahan dari tekanan kondisi. Meskipun makna kesabaran adalah sesuatu hal sangat gamblang dan mudah dipahami, akan tetapi sebagian orang cenderung memahami kesabaran secara pasif. Kekurangan materi, misalnya, adalah cobaan yang harus dihadapi dengan sabar. Tetapi apakah kesabaran itu berarti kita menerima apa adanya dan tidak berusaha untuk keluar dari kondisi? Penyakit adalah musibah yang mesti dihadapi dengan sabar. Tetapi apakah jika kita berobat berarti kita tidak sabar?

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan at-Turmudzy bahwa suatu saat Nabi Muhammad SAW ditanya, “Wahai Nabi, apakah kita boleh berobat?” Beliau menjawab,

تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ دَوَاءً غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ الْهَرَمُ

“Berobatlah, karena Allah tidak menciptakan penyakit kecuali juga menurunkan obatnya, selain satu penyakit yaitu kematian.”

Rasulullah juga pernah mengajarkan kepada kita bahwa bergerak aktif mencari rezeki adalah bagian dari perilaku tawakkal. Sebagaimana diriwayatkan oleh at-Turmudzy dan Ibnu Majah, bahwa Rasulullah berkata,

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

“Jika kalian bertawakkal kepada Allah dangan sebenar-benarnya tawakkal, pasti Allah akan memberi rezeki kepada kalian seperti burung. Dia pergi pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore dalam keadaan kenyang.” Sungguh ilustrasi yang indah, bagaimana hamba Allah mencari karunia-Nya seperti burung yang terbang dengan pola tertentu tanpa ada rasa cemas, takut dan ragu-ragu. Dia yakin bahwa Allah telah menyediakan rezekinya di suatu tempat.

Sikap sabar tidak berarti selalu pasif. Nabi Besar Muhammad SAW adalah manusia yang paling sabar. Tetapi beliau selalu bergerak aktif merubah kondisi. Beliau dengan penuh kesabaran menghadapi cobaan demi cobaan dengan sikap-sikap positif. Hidup beliau penuh dengan gerakan-gerakan mencari dan mencapai solusi. Beliau selalu keluar dari segala cobaan dengan kondisi yang lebih baik.

Sabar berarti kita tidak mengeluh, tetapi bukan berarti kita tidak bergerak. Sabar berarti kita tidak melakukan tindakan-tindakan semberono karena tidak tahan kondisi, tetapi justru kita bertindak dengan penuh perhitungan dan kebijaksanaan.

Karena itu hakekat sabar, menurut Imam Ghazali, memiliki banyak nama. Jika kesabaran tersebut berkaitan dengan menahan hawa nafsu perut dan kemaluan, namanya ‘iffah. Jika itu berkaitan dengan kekayaan, maka nama penguasaan diri, lawan dari foya-foya. Jika kesabaran itu di medan perang, namanya keberanian, lawannya kecut. Jika kesabaran berkaitan dengan menahan marah, namanya hilm,lawannya tadzammur. Jika itu bekaitan dengan fasilitas kehidupan, namanya zuhud, lawannya rakus. Demikian seterusnya, di mana bahwa kesabaran adalah kekuatan dan kebijaksanaan multi dimensi.

Jadi ketika kita menghadapi kesulitan dan cobaan, kita dihadapkan pada pilihan-pilihan. Ketika kita beraksi atau bereaksi hanya menuruti hawa nafsu kita, maka ketika itu kita keluar dari batas kesabaran. Kita hanya dapat sabar ketika kita berbuat hanya karena dorongan dan kesadaran agama kita. Kesabaran adalah pengambilan keputusan berdasarkan kebijaksanaan (hikmah) dan keimanan.

Di satu sisi, kita tidak bisa mengatakan bahwa orang bertahan pasif, pasti tidak sabar. Tetapi kita perlu memilih bentuk kesabaran yang lebih baik dari yang lain. Karena, menurut Ibnu Taimiyah, kesabaran ada dua bentuk, yaitu Shabr Idhthirari (sabar terpaksa) dan Shabr Ikhtiyari (sabar karena pilihan). Sabar pertama, seperti ketika tertimpa bencana alam, penyakit dan segala kondisi yang tidak dapat kita hindari. Di situ kita tidak punya pilihan lain selain menerimanya.

Seorang penyair Arab berkata:

إذا لم نجد غير الأسنة مركبا فما حيلة المضطر إلا ركوبها

Jika kita tidak temukan tunggangan selain ujung-ujung tombak

Orang yang terpaksa tidak punya pilihan selain menungganginya

Tetapi ada kesabaran karena kita memilih kondisi yang lebih sulit tetapi lebih ideal. Seperti Nabi Yusuf AS yang memilih untuk dipenjara dari pada memenuhi hasrat syahwat wanita-wanita bangsawan Mesir ketika itu. Dalam hal ini kesabaran karena pilihan lebih afdhal dari pada kesabaran jenis pertama.

Kesabaran Ikhtiyari ini juga ternyata bertingkat-tingkat, dari yang responsif reaktif, kemudian kesabaran antisipatif, dan yang tertinggi adalah kesabaran visioner.

Kesabaran reaktif responsif, adalah kesabaran yang dilakukan untuk menghindari atau mengatasi persoalan atau kesulitan yang menghadang kita. Terkadang kita perlu memilih untuk memasuki kehidupan dan suasana yang lebih tidak enak, demi mempertahankan prinsip. Kesabaran ini perlu dilakukan agar jalan hidup kita tidak melenceng dari jalur kebenaran yang Allah perintahkan kepada manusia.

Lebih tinggi dari kesabaran reaktif adalah kesabaran antisipatif. Yaitu ketika kita tidak sedang dalam kondisi sulit, tetapi kita menghindari kemungkinan terjadinya kesulitan atau masalah. Seperti yang dilakukan Khidr ketika merusak perahu demi menghindarkan perahu itu dari keserakahan seorang raja yang merampas setiap perahu yang melewati wilayahnya.

Yang paling tinggi adalah kesabaran visioner. Kesabaran ini adalah kemampuan seseorang untuk membuat keputusan-keputusan sulit, dan kekuatan untuk menjalaninya demi merealisasikan tujuan besar dalam jangka panjang. Orang-orang yang memiliki visi-visi masa depan yang besar dan hebat harus memiliki kesabaran visioner. Sebagaimana Baginda Rasulullah SAW memilih untuk meninggalkan Mekkah, bertahan di Madinah, dan menahan serangan-serangan dari berbagai penjuru, semuanya beliau lakukan karena beliau memiliki visi besar untuk membangun masa depan umat manusia yang lebih baik.

Rasulullah SAW pernah berkata,

وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ (أخرجه مسلم)

“Dan kesabaran adalah sinar.” (HR Muslim)

Kesabaran bukan hanya kekuatan menempuh jalan sulit berliku, tetapi juga sinar yang menerangi perjalanan. Seseorang yang sabar tidak akan diombang-ambingkan hawa nafsu yang terus mendorongnya keluar dari jalur yang benar. Dia tidak akan ragu-ragu memilih keputusan-keputusan yang sulit dan berani jika tantangannya hanyalah mengorbankan hawa nafsu atau kepentingan sesaat.

Kesabaran juga memberikan kita kehangatan idealisme di tengah dingin dan bekunya pragmatisme sempit. Kesabaran adalah sinar hangat yang membuat kita merasa lebih berharga dari sekadar menjadi makhluk pengumpul kenikmatan yang fana. Kesabaran adalah cahaya agung yang membuat kesulitan perjuangan menjadi indah.

Kualitas kesabaran dapat diukur bukan hanya dari tingkat kesulitan yang dihadapi, tetapi juga dilihat dari tujuan dan prinsip yang diperjuangkan. Banyak orang yang melakukan hal-hal yang sangat sulit hanya sekedar untuk tujuan sepele, seperti popularitas atau keisengan yang tak berdasar. Kesabaran menjadi agung dan bernilai ketika itu berasas pada keridhoan Allah Yang Maha Agung.

Kesabaran berlipat ganda nilainya ketika muatan motivasi dan idealismenya begitu tinggi. Karena itu kesabaran tertinggi adalah kesabaran yang diperankan oleh para Nabi dan Rasul. Mereka bukanlah makhluk Allah yang mencari popularitas atau mengumpulkan perhiasan-perhiasan fana. Mereka adalah hamba-hamba pilihan Allah berjuang demi menyampaikan kebenaran dan menegakkan keadilan.

Selain motivasi dan idealisme, kualitas kesabaran juga dinilai dari cara dan jalan yang dipilih untuk merealisasikannya. Orang yang bersabar melakukan cara-cara yang tidak tepat dan tidak efektif, tidaklah terpuji meskipun dengan maksud dan tujuan yang mulia. Karena itu Nabi SAW sangat mengecam orang-orang yang terlalu berlebih-lebihan dalam beribadah.

Beliau bersabda:

وَإِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ. رواه النسائي وأحمد وصححه الألباني

“Jauhilah kalian dari sikap berlebih-lebihan dalam agama. Karena yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian adalah sikap berlebih-lebihan dalam agama.” (HR an-Nasa’i dan Ahmad dan dishahihkan oleh al-Albani)

Nabi juga melarang umatnya untuk melakukan ibadah dengan cara-cara yang tidak diperintahkan. Baliau bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ. أخرجه الشيخان

“Barang siapa yang beramal tanpa ada perintah dari kami maka itu tertolak.” HR al-Bukhari dan Muslim

Kesabaran menjadi progresif ketika kita punya pengetahuan apa yang mesti dilakukan. Ketika kita hanya bermodal niat baik maka seringkali kesabaran tersebut menjadi tidak bernilai sama sekali. Kesabaran juga hanya menjadi efektif jika kita dapat membuat langkah-langkah yang tepat untuk merancang masa depan yang lebih baik. Wallahul Muwaffiq.


Fahmi Islam Jiwanto

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons