myspace graphic
_
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (QS.98:5)

Blogger news

~ ءَاجَرَكَ اللهُ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَبَارَكَ لَكَ فِيْمَا اَبْقَيْتَ وَجَعَلَ اللهُ لَكَ اطَهُوْرً ~

Jumat, 19 Agustus 2011

Iman Asas Puasa



“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan ke atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan ke atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS Al-Baqarah :183)


PANGGILAN UNTUK MEREKA YANG BERIMAN

Allah swt memanggil pada permulaan ayat di atas : “yaa ayyuhalladziina aamanuu” (Wahai orang-orang yang beriman).

Ini bukan sebarang panggilan kerana yang memanggil adalah Allah swt, Pencipta alam semesta.

Semua makhluk bergantung kepadaNya. Tidak ada yang boleh berlepas diri dariNya. Maka siapa yang mengaku dirinya sebagai hambaNya hendaklah segera bergerak memenuhi panggilan ini.

Allah swt dalam panggilan tersebut tidak menyebutkan kriteria yang bersifat duniawi.

Dengan kata lain, Allah swt TIDAK berfirman: “yaa ayyuhal aghniyaa’ (Wahai orang-orang yang kaya), wahai orang-orang yang berkedudukan tinggi dan sebagainya, melainkan yang Allah swt panggil adalah mereka yang beriman sahaja.

Mengapa demikian?

Sebenarnya ada beberapa rahsia yang tersimpan, di antaranya ialah:

PERTAMA : Bahwa dengan menyatakan keimanannya, seseorang mempunyai kedudukan tersendiri di sisi Allah swt. Allah swt sangat bangga dengan hambaNya yang beriman. Oleh kerananya, Allah swt mengundang mereka secara khusus.

Di dalam Al-Qur’an, undangan “yaa ayyuhal ladziina aamanuu” sentiasa Allah swt ulang-ulangkan untuk menggambarkan betapa yang Allah swt anggap sebagai hambaNya hanya mereka yang beriman. Yang tidak beriman tidak termasuk di dalam kategori sebagai hambaNya.

KEDUA : Bahwa kedudukan keduniaan walaubagaimana megah sekalipun, bila tidak disertai oleh iman, Allah swt tidak bangga dengannya. Bahkan Allah swt sangat benci kepada seseorang yang setelah diberi kenikmatan dunia, ia malah berbuat maksiat kepadaNya.

Ingatlah Allah swt berfirman:

“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakanNya dan diberiNya kesenangan, Maka dia akan berkata, “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya Maka dia berkata, “Tuhanku menghinakanku”. (QS Al-Fajr :15-16)

Di sini nampak bahwa ukuran berhasil atau tidaknya seseorang bukan terletak kepada kekayaan atau kemiskinannya, melainkan terletak kepada keimanannya. Oleh yang demikianlah, panggilan Allah swt pada ayat di atas adalah mereka yang beriman kerana kaya dan miskin di sisi Allah swt adalah ujian.

Apalah ertinya seseorang itu kaya jika ia tidak beriman dan mentaati Allah swt bahkan semua itu hanyalah kesia-siaan. Sebaliknya sungguh sangat mulialah seseorang sekalipun dalam kedudukan yang sangat miskin tetapi ia beriman dan mentaatiNya dan ia akan tergolong mereka yang Allah swt panggil dalam ayat di atas.

KETIGA : Bahwa untuk melaksanakan ibadah puasa syaratnya haruslah beriman terlebih dahulu. Tanpa iman, ibadah puasa seseorang tidak akan diterima oleh Allah swt. Allah swt hanya mengakui ibadah puasa hambaNya yang beriman. Oleh kerana itulah, dalam banyak hadits Rasulullah saw, sentiasa menyebutkan kata “iimaanan wahtisaaban”, untuk menunjukkan bahwa ibadah yang Allah swt terima adalah berdasarkan iman dan harapan atas ridhaNya.

Marilah kita semak beberapa hadits berikut :

“Sesiapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan harapan akan ridhaNya, Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits lain disebutkan :

“Sesiapa yang menegakkan solat malam Ramadhan dengan penuh keimanan dan harapan akan ridhaNya, Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Muslim)

Secara khusus mengenai solat pada malam Al Qadr pula, Rasulullah saw bersabda :

“Sesiapa yang menegakkan solat malam lailatul qadar dengan penuh keimanan dan harapan akan ridhaNya, Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari dan Muslim)

DENGAN IMAN PUASA RAMADHAN TERASA LAZAT

Setelah memanggil orang-orang beriman dengan “yaa ayyuhalladziina aamanuu”, Allah swt menegaskan : “kutiba ‘alaikumush shiyaam” (diwajibkan ke atasmu berpuasa).

1. Apakah hubungan puasa dengan iman?

2. Mengapa hanya orang beriman yang diwajibkan berpuasa?

3. Apakah puasa Ramadhan merupakan bukti keimanan seseorang?

PERTAMA :

Ketika seseorang beriman kepada Allah swt, seharusnya ia sedar bahwa Allah swt sentiasa bersamaNya. Di dalam dirinya menggelora hakikat keagunganNya. Setiap disebut namaNya hatinya bergetar penuh ketakutan.

Allah swt berfirman :

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang apabila disebut nama Allah, gementarlah hati mereka dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (kerananya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS Al Anfaal : 2)

Dengan keimanan, seluruh kegiatan sehariannya sentiasa dalam rangka mentaatiNya. Tidak ada perbuatan sekecil apapun yang ia lakukan kecuali dengan petunjukNya.

Ia menjauhi sama sekali dari apa sahaja yang disebut kemaksiatan. Baginya, kemaksiatan adalah bencana yang tidak hanya menghancurkan harga dirinya melainkan juga menjadi sumber malapetaka bagi kemanusiaan di muka bumi.

Kesedaran ini membuatnya sangat berhati-hati dalam bersikap, jangan sampai langkahnya terjerumus ke dalam kemaksiatan sehingga yang “syubuhat” (samar-samar) pun ia jauhi kerana dari yang“syubuhat” akan lahir daya tarikan kepada yang haram.

Puasa adalah ibadah menahan diri dari yang halal. Dari sini nampak betapa hakikat puasa adalah sebagai benteng supaya pelakunya terhindar dari yang haram kerana kebiasaan menahan diri dari yang halal akan membangunkan lapisan-lapisan baja yang menjaganya supaya tidak terjatuh kepada perkara yang Allah swt haramkan.

Perhatikan betapa untuk menegakkan puasa, seseorang mesti mempunyai iman kerana hanya dengan iman yang jujur seseorang akan benar-benar merasakan lazatnya puasa. Tanpa kesedaran iman, puasa akan menjadi suatu bebanan. Di saat orang-orang berbahagia dengan puasa, ia malah merasa sempit hatinya dengan puasa.

KEDUA :

Ketika seseorang melakukan puasa, ia sedang berjuang menutup segala pintu yang selama ini syaitan selalu masuk darinya.

  1. Pintu nafsu makan ia tutup di mana ramai di antara manusia yang mengambil benda-benda yang haram hanya kerana nafsu makan.
  2. Pintu nafsu permusuhan juga ia tutup di mana selama ini banyak berlaku konflik saling menyakiti, saling menjatuhkan, saling menzalimi bahkan tidak jarang pula saling membunuh di antara manusia adalah kerana nafsu ini. Lidahnya ia tahan dari perbuatan yang keji. Setiap ada orang yang mengajaknya bertengkar, ia menjawab: “Maaf saya sedang berpuasa”.
  3. Pintu nafsu seks pun ia tutup di mana selama ini ramai manusia yang terjerumus ke dalam dosa-dosa kerana nafsu ini. Perhatikan betapa puasa mencerminkan hakikat perlawanan yang dahsyat seorang hamba Allah swt terhadap syaitan.

Di dalam dirinya menggelora semangat untuk tidak tunduk kepada syaitan, bilapun dan di manapun ia berada. Ia sedar bahwa syaitan adalah musuhnya.

Allah swt berfirman :

“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), kerana sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS Al-Fathir : 6)

Ketika seseorang masuk ke medan pertarungan melawan syaitan, bererti ia masuk ke dalam pertempuran yang tidak akan pernah berakhir. Dalam rangka ini ia mesti mempunyai bekalan iman yang kukuh kerana jika imannya lemah ia tidak akan mampu untuk

‘istiqamah’.

Maka ketika Allah swt memanggil di awal ayat ini : “yaa ayyuhalladziina aamanuu”, itu maksudnya adalah orang-orang yang benar-benar jujur dalam imannya bukan orang-orang munafik yang pura-pura beriman kerana tidak mungkin seseorang yang tidak jujur dalam imannya boleh melaksanakan ibadah puasa dengan jujur.

Dari sini nampaklah rahsia firman Allah swt dalam hadits Qudsi:

“Semua amal anak Adam itu untuk dirinya kecuali puasa, itu untukKu dan Aku akan memberikan langsung pahalanya.” (HR Bukhari)

Perhatikan betapa puasa merupakan bukti kejujuran iman seseorang sehingga Allah swt mengagungkannya dan terlibat secara langsung untuk memberikan pahala kepada pelakunya.

KETIGA :

Puasa Ramadhan adalah merupakan salah satu tiang ajaran Islam. Untuk menegakkan tiang ini secara kukuh, tidak mungkin dilakukan oleh seseorang yang tidak mempunyai iman atau pura-pura beriman.

Allah swt Maha Mengetahui, benar-benar tahu siapa di antara manusia yang benar-benar patut diundang untuk menegakkan tiang ini. Itulah mereka yang benar-benar beriman kepada Allah swt secara jujur dan kerana itulah, Allah swt panggil mereka dengan :

“yaa ayyuhalladziina aamanuu”.

Perhatikan bentuk panggilan ini di mana Allah swt memanggil mereka hanya dengan kualiti keimanannya, bukan yang lain-lain. Ini menunjukkan bahwa yang Allah swt inginkan dari manusia melalui puasa ini adalah bagaimana ia benar-benar beriman kepada Allah swt secara kukuh dan jujur.

Iman yang menghidupkan jiwanya sehingga ia sentiasa merasa bersama Allah swt. Bukan iman yang semata-mata diucapkan dengan lisan, diiklankan di sepanduk-sepanduk atau tayangan televisyen sementara hatinya tidak pernah menikmati lazatnya iman tersebut.

Ya Allah, kami menyahut seruanMu untuk melaksanakan ibadah puasa ini yang juga merupakan ibadah kesinambungan dari umat-umat sebelum kami. Kurniakanlah di dalam hati kami, keimanan yang mendalam serta niat hanya mengharapkan keridhaanMu sehingga kami dapat melaksanakan puasa ini semata-mata keranaMu dan mendapat balasan yang terus dariMu.

Sumber : Dakwah.info

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons