myspace graphic
_
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (QS.98:5)

Blogger news

~ ءَاجَرَكَ اللهُ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَبَارَكَ لَكَ فِيْمَا اَبْقَيْتَ وَجَعَلَ اللهُ لَكَ اطَهُوْرً ~

Sabtu, 16 Juli 2011

Intima Lil Islam (Komitmen Kepada Islam)



وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ

Mutiara Ayat:

Ibnu Abbas RA saat menafsirkan ayat ini mengatakan, “Allah Taala memerintahkan melalui ayat ini kepada orang-orang mukmin untuk bersabar saat ia marah, bersikap santun saat bertemu orang jahil, dan memaafkan saat diperlakukan dengan buruk, dan jika mereka melakukan yang demikian ini maka Allah Taala akan menjaga mereka dari tipu daya Setan, serta lawan-lawan mereka akan tunduk kepada mereka seakan-akan sahabat yang amat akrab.” (Tafsir Ibnu Katsir, VII/181)

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkomentar tentang ayat ini, “Inilah para kekasih Allah, inilah para wali Allah, inilah orang-orang yang disucikan di sisi Allah, inilah orang-orang terbaik di sisi Allah, inilah makhluk yang paling dicintai Allah, karena mereka menyambut seruan Allah dengan dakwahnya, lalu mereka mengajak orang-orang lain untuk bersama-sama menyambut seruan-NYA dan beramal shalih dalam rangka taat kepada-NYA, lalu setelah itu mereka berkata: Sungguh kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri. Maka inilah para Khalifah Allah!” (Tafsir At-Thabari, XXI/469)

Sifat-Sifat Dai:

1. Tarbiyah Yang Matang

Hal yang pertama dilakukan oleh harakah ini adalah membangun al-mihwar at-tanzhimi, yang dicirikan dengan memperkuat hubungan para kader dengan Allah Taala, sehingga kader memiliki aqidah yang mendalam (al-iman al-amiq), pemahaman yang utuh (al fahmu ad-daqiq) dan amal yang berkelanjutan (al-amal al-mutawashil), sehingga mereka mampu memikul bagaimanapun beratnya beban dakwah ini karena:

1. Mengukur berat dan ringannya beban dakwah ini dengan timbangan Iman, bukan dengan perasaan dan logika manusia semata, sehingga sesuatu yang dianggap berat di sisi manusia menjadi ringan saja jika menggunakan aqidah dan iman, dan sebaliknya sesuatu yang dianggap remeh di sisi manusia bisa jadi amat besar di sisi Allah Taala:

إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ

“Kamu menganggapnya sesuatu yang ringan saja padahal ia di sisi Allah dosanya adalah amat besar.”(An-Nur:15)

2. Tiada tugas dakwah yang berat bersama keimanan seorang kader, dan tiada tugas dakwah yang ringan jika bersama kemunafikan:

لَوْ كَانَ عَرَضًا قَرِيبًا وَسَفَرًا قَاصِدًا لَاتَّبَعُوكَ وَلَكِنْ بَعُدَتْ عَلَيْهِمُ الشُّقَّةُ وَسَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَوِ اسْتَطَعْنَا لَخَرَجْنَا مَعَكُمْ يُهْلِكُونَ أَنْفُسَهُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ

“Seandainya yang kamu serukan itu keuntungan yang cepat dan perjalanan yang dekat saja pastilah mereka semua mengikutimu, tetapi tempat yang kamu tuju itu terasa amat jauhnya oleh mereka.” (At-Taubah:42)

مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا

“Dan di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati janjinya kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka adapula yang menunggu-nunggu tetapi mereka tidak sedikit pun mengubah janjinya.”(Al-Ahzab:23)

3. Tujuan seorang kader yang benar dalam dakwahnya adalah mardhatillah dalam melaksanakan kewajiban dakwahnya, tidak peduli apapun yang diminta oleh Sang Pemilik kita:

وَمَا لِأَحَدٍ عِنْدَهُ مِنْ نِعْمَةٍ تُجْزَى إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَى

“Padahal tiada seorang pun yang memberikan suatu nikmat kepadanya sehingga harus dibalasnya, tetapi ia memberikan itu semata-mata karena mencari keridhaan RABB-nya Yang Maha Tinggi.” (Al-Lail:19-20)

إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا

“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu ini hanyalah karena mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan darimu dan tidak pula ucapan terima kasih.”(Al-Insan:9)

4. Sebaliknya tujuan seorang munafik adalah agar amalnya terlihat oleh manusia, sementara ia selalu berusaha menghindari tugas-tugas yang tidak kelihatan orang lain, memberatkan dan tidak disukainya:

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (bermaksud) menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan jika mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas dan riya’ di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka berdzikir kepada Allah kecuali sedikit sekali.”(An-Nisa:142)

يَعْتَذِرُونَ إِلَيْكُمْ إِذَا رَجَعْتُمْ إِلَيْهِمْ قُلْ لَا تَعْتَذِرُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكُمْ قَدْ نَبَّأَنَا اللَّهُ مِنْ أَخْبَارِكُمْ وَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Mereka mengemukakan uzurnya kepadamu, apabila kamu telah kembali kepada mereka dari berperang. Katakanlah: Janganlah kalian mengatakan uzur , kami tidak percaya lagi kepadamu, karena Allah telah memberitahukan pada kami beritamu yang sebenarnya.”

Demikianlah wahai ikhwah ash shadiq wa akhawat ash shadiqah, kematangan tarbiyah ini tersirat dalam ayat yang kita bahas yaitu dalam ayat ke-30 dari surah Fush-shilat (2 ayat sebelum ayat di atas) yang ditunjukkan dengan terbentuknya aqidah yang shahih yaitu menyatakan bahwa رَبُّنَا اللَّهُ [1], lalu istiqamah[2] dalam hal tersebut sampai wafat[3] dan jaminan akan dimasukkan ke dalam Jannah Allah Taala[4]. Berkata Sayyid Quthb rahimahullah, “Istiqamah dalam ayat ini bermakna dalam perasaannya ke dalam dan dalam perilakunya ke luar, istiqamah dan bersabar dalam istiqamah tersebut, adalah sebuah hal yang berat dan sulit, sehingga barangsiapa yang mampu melakukannya akan mendapatkan pahala yang besar, yakni turunnya malaikat menghiburnya saat menjelang kematian, pernyataan kasih-sayang mereka, persahabatan mereka dan kabar gembira dari mereka dengan Jannah, dan diakhiri dengan bahwa semua kabar gembira itu disampaikan dari Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepadamu. Maka nikmat mana lagi yang lebih besar dari nikmat ini?”[5]

2. Memiliki Basis Sosial Yang Kuat

Hal kedua yang dilakukan oleh harakah Islam adalah membangun al-mihwar asy-sya’biy, yaitu membentuk basis sosial yang kuat di masyarakat melalui dakwahnya, baik di tempat tinggalnya maupun dimana pun dia berada. ini dicirikan oleh ayat ke-33 di atas melalui makna مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ [6], yaitu dengan segala kegiatan dakwah yang dilakukannya. Maka bagaimana bisa disebut seorang kader, jika masyarakat di daerah tersebut tidak berubah dengan dakwahnya.? Bahkan –naudzubillah- ia bahkan tidak dikenal sama sekali di tempatnya.? Lalu bagaimana kelak ia jika di Yaumil Qiyamah kelak dihadapkan dengan ayat-ayat dan hadits-hadits shahih tentang tetangga, baik yang dekat maupun yang jauh الْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ (An-Nisa:36)

Selain di daerah sekitarnya, iapun hendaknya pandai bergaul dan merangkul orang ke pangkuan dakwahnya, karena Nabi SAW bersabda:

“Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik akhlaqnya” (H.R. Bukhari Muslim)

Artinya kebaikan budi pekerti seseorang merupakan ciri orang terbaik dalam syariah, baik budi pekertinya kepada manusia maupun tentunya budi pekertinya kepada Allah Taala. Dalam hadits lainnya disebutkan:

“Orang mukmin itu mudah akrab dan mudah diakrabi, dan tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak bisa akrab dan tidak bisa diakrabi.”[7] Jadi pandai bergaul, mudah akrab, cepat menarik simpati dalam berinteraksi, sepanjang dilakukan dengan menetapi adab-adab syar’iyah dan tidak melanggar larangan berinteraksi dengan orang lain, maka semua itu adalah tanda kebaikan seorang muslim di sisi Allah Taala.

Dalam hadits lainnya disebutkan:

“Manusia yang paling dicintai Allah Taala adalah yang paling bermanfaat di antara mereka, dan amal yang paling dicintai Allah Taala adalah membuat muslim lainnya bergembira, atau menghilangkan kesulitannya, atau melunasi utangnya, atau mengenyangkan laparnya, dan sungguh seorang muslim itu berjalan untuk memenuhi kebutuhan saudaranya muslim itu lebih dicintai Allah Taala daripada i’tikaf sebulan di masjidku ini, barangsiapa yang menahan marahnya maka Allah Taala akan menutupi aibnya, dan barangsiapa yang menahan amarahnya padahal ia mampu melampiaskan amarahnya maka Allah Taala akan memenuhi hatinya di Hari Kiamat kelak dengan harapan, dan barangsiapa yang berjalan memenuhi kebutuhan saudaranya sampai sempurna terpenuhi kebutuhannya maka Allah Taala akan meneguhkan berdirinya pada Hari dimana tersungkur kaki-kaki manusia di akhirat, dan ketahuilah bahwa keburukan akhlaq itu menghancurkan amal kalian sebagaimana cuka menghancurkan madu.” (H.R. At-Thabari dalam Al-Kabir, III/209; Ibnu Asakir dalam At-Tarikh, XVIII/1; di-shahih-kan oleh Albani dalam Ash-Shahihah, II/608)

Demikianlah seorang kader tidak pernah bersikap sombong dan senantiasa penuh pengertian dan kelembutan kepada semua orang, karena mereka ingat ketika Nabi mereka telah menjadi penguasa Arab, dan seorang Arab Badui dibawa ke hadapannya dengan tubuh gemetar ketakutan maka beliau SAW bersabda, “Tenangkan dirimu, aku ini bukanlah Raja, aku ini hanya anak seorang wanita Quraisy, yang biasa makan daging kering.” (H.R. Ibnu Majah, Ibnu Sa’ad, Al-Hakim dan Al-Haitsami)

3. Melakukan Ekspansi ke Semua Lini

Berikutnya adalah membentuk al-mihwar al-mu’assasi, yang dalam ayat ke-34 di atas disebutkan secara tersirat sebagai sikap: Membalas kejahatan dengan kebaikan, berdiplomasi dengan cara yang terbaik, sehingga bahkan bisa membuat musuh kita menjadi teman setia. Perlu ditegaskan di sini bahwa politik dan dakwah tidak bisa dipisahkan, bahkan turunnya syariat tertinggi dalam Islam yaitu shalat, salah satu bentuknya –yaitu shalat Khauf- adalah karena sebab urusan politik (peperangan). Nabi SAW menunaikan shalat di tengah-tengah pertempuran bersama para sahabatnya di daerah Asfan[8], yaitu ketika beliau SAW mengetahui posisi kaum musyrikin di bawah pimpinan Khalid bin Walid sudah amat dekat dengan mereka[9]. Dalam kitab Al-Imta’ ada tambahan sebagai berikut[10]:

Saat pasukan Khalid sampai ke dekat posisi kaum muslimin, maka ia menempati posisi antara kaum muslimin & arah Kiblat, saat datang waktu shalat Zhuhur maka seluruh kaum muslimin melakukan shalat berjamaah di belakang Nabi SAW, setelah selesai mereka kembali menempati posisinya, maka berkatalah Khalid dalam hatinya, “Sungguh mereka tadi lalai, jika kita serang tadi, niscaya mereka akan dapat dikalahkan.” Saat tiba waktu shalat Ashar -karena bagi kaum muslimin shalat lebih mereka cintai dari nyawa mereka dan anak-anak mereka- maka mereka semua bersiap akan shalat, lalu datanglah Jibril membawa ayat 102 surat An-Nisa sehingga mereka melakukan shalat dengan aturan shalat Khauf, melihat perubahan cara tersebut berkatalah Khalid dalam hatinya, “Tahulah aku bahwa orang-rang ini ada pembelanya, karena siapakah yang memberi tahu orang-orang ini tentang taktik yang aku baru rencanakan dalam hatiku untuk menyergap mereka saat mereka lalai?”

4. Memimpin Negara dan Dunia

Terakhir adalah membangun al-mihwar ad-daulah, dimana para kader dakwah dipersiapkan untuk memimpin di semua bidang kehidupan, menjadi khalifah Allah di muka bumi, memimpin dunia dengan keadilan dan membawa manusia menuju kesejahteraan dunia dan akhirat. Dalam ayat ke-35 di atas dicirikan dengan ciri bahwa tsabat dan istimrar dalam berdakwah yang hanya dimiliki orang-orang yang sabar, dan dalam ayat ini disebutkan sebagai akan mendapatkan kemuliaan yang amat besar, baik di dunia maupun di akhirat.

1. Menjaga orisinalitas ajaran Islam:

وَلَا يَصُدُّنَّكَ عَنْ آَيَاتِ اللَّهِ بَعْدَ إِذْ أُنْزِلَتْ إِلَيْكَ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِين

“Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari menyampaikan ayat-ayat Allah setelah ayat-ayat itu diturunkan padamu, dan serulah mereka ke jalan RABB-mu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang musyrik.”(Al-Qashas:87)

2. Mengembalikan ibadah para hamba Allah kepada Allah, yang seharusnya diibadahi dalam setiap aspek kehidupan mereka, setelah sekian lama mereka disibukkan kepada selain-NYA.

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

“Katakanlah: Wahai para ahli kitab, marilah berpegang kepada suatu kalimat (ketetapan) yang sama di antara kami dan kalian, yaitu agar kita tidak beribadah selain kepada Allah saja dan agar kita tidak menyekutukan-NYA sedikitpun, dan agar tidak pula kita menjadikan sebagian yang lain sebagai ILAH selain Allah. Dan jika mereka tetap berpaling, katakanlah: Saksikan bahwa kami adalah orang yang berserah diri kepada Allah.”(Ali Imran:64)

3. Mengembalikan apa-apa yang hilang dari kaum muslimin, baik berupa ‘harga-diri’ serta ‘kehormatan’ akibat mereka (kaum muslimin) meninggalkan amanah Allah dan tongkat kekhalifahan-nya atas umat manusia.

إِلَّا تَنْفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلَا تَضُرُّوهُ شَيْئًا وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Jika kalian tidak berangkat untuk berjihad, maka nanti Allah akan menyiksa kalian dengan adzab yang pedih, dan digantinya kalian dengan kaum yang lain, dan kalian tidak memudaratkan Allah sedikit pun. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”(At-Taubah:39)

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

“Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israel melalui lisan Daud dan Isa bin Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak saling melarang tindakan munkar yang mereka lakukan. Sungguh amat buruklah apa yang selalu mereka lakukan itu.”(Al-Maidah:78-79)

وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ

“Andaikan kebenaran itu adalah menurut hawa nafsu mereka, pasti binasalah seluruh langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya.”(Al-Mu’minun:71)

4. Mengembalikan kejayaan kaum muslimin, melalui ketinggian iman, sehingga melampaui dan mengungguli kerendahan moral umat lainnya.

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Janganlah kamu merasa lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, karena kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu orang-orang yang beriman.”(Ali Imran:139)

وَلَا تَهِنُوا فِي ابْتِغَاءِ الْقَوْمِ إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka. Jika menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan pula sebagaimana kemu menderitanya, sedang kamu mengharap (pahala) dari Allah yang mereka tidak mengharapkannya. Dan Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(An-Nisa:104)

5. Berdakwah tersebut merupakan pemenuhan kewajiban syar’i.

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Dan hendaklah ada di antaramu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran:105)

مَا مِنْ نَبِىٍّ بَعَثَهُ اللَّهُ فِى أُمَّةٍ قَبْلِى إِلاَّ كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لاَ يَفْعَلُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا لاَ يُؤْمَرُونَ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ الإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ

“Diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah seorang Nabi-pun yang diutus oleh Allah Taala sebelumku, melainkan ada di antara umatnya para penolong dan sahabat yang mengambil sunnahnya dan melaksanakan perintahnya, lalu umat tersebut digantikan setelahnya oleh orang-orang yang mengatakan apa yang tidak mereka lakukan dan mengerjakan apa yang tidak diperintahkan, maka barangsiapa yang berjihad terhadap mereka dengan tangannya maka dia mukmin, dan barangsiapa yang berjihad terhadap mereka dengan hatinya maka iapun mukmin dan barangsiapa yang berjihad terhadap mereka dengan lisannya maka mereka pun mukmin dan tiada lagi keimanan tanpa salah satu dari ketiga perbuatan itu walaupun sebesar biji Sawi.” (H.R. Muslim)

Wallahu a’lam bis shawab

www.al-ikhwan.net

Bahagia Bersama Ramadhan

Setiap manusia pasti ingin bahagia. Sangatlah mustahil jika ada seseorang yang tidak menginginkan hidup bahagia. Jika kita ditanya apa tujuan hidup di dunia ini, pasti jawabannya ingin bahagia. Karena itu sering dalam penutup setiap doa kita membaca:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (Al-Baqarah:201)

Hal tersebut adalah wajar, karena fitrah manusia memang diciptakan dengan memiliki perasaan yaitu perasaan bahagia.

Pertanyaannya adalah; Bagaimanakah bentuk kebahagiaan itu?

- Apakah bahagia karena berlimpahnya harta?

- Apakah yang dimaksud bahagia karena badan sehat?

- Apakah yang dimaksud bahagia karena wajah tampan atau cantik?

- Apakah bahagia itu karena punya jabatan dan kekuasaan?

- Apakah bahagia itu karena punya rumah yang luas, tanah yang lapang, kebun yang indah, mobil yang mewah? Dan lain sebagainya?

Berbagai pertanyaan di atas bisa dijawab dengan berbagai macam sisi yang berbeda; bisa jadi bahagia itu adalah karena punya harta berlimpah; bisa jadi karena berbadan sehat; bisa jadi karena memiliki wajah yang tampan atau cantik; bisa jadi karena punya jabatan; bisa jadi karena punya kewibawaan; bisa juga karena kharisma; bisa jadi karena punya rumah yang luas, tanah yang lapang, kebun yang indah dan mobil yang mewah.

Dalam Islam, yang di maksud bahagia adalah ketika seseorang telah memiliki iman, berhati lapang serta ridha terhadap apa yang ada di tangannya, sekalipun dari sisi materi, menurut sebagian orang hidup di bawah standar dari bahagia, namun bagi yang memiliki sifat seperti hal di atas tetap merasa bahagia.

Di antara wujud dari kebahagiaan itu adalah ibadah dan taat kepada Allah swt; dengan menunaikan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Menurut Al-Qur’an jalan satu-satunya untuk menemukan kedamaian, ketenteraman, ketenangan, kebahagiaan dan kepuasan batin adalah ibadah kepada Allah swt. sebagai-mana yang difirmankan Allah swt.:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”. (Ar-Ra’d:28)

Selain kebahagiaan batin, orang yang beriman dan melakukan berbagai amal shalih juga akan merasakan kenikmatan lahiriah. Allah swt. berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beri-man, maka sesungguhnya akan Kami beri¬kan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pa¬hala yang lebih baik dari apa yang te¬lah mereka kerjakan”. (An-Nahl:97)

Melalui tulisan ringan ini, penulis ingin memberikan suguhan tentang bagaimana meraih kebahagiaan dari salah satu ibadah yang Allah swt. wajibkan, yaitu shaum atau puasa Ramadhan.

Indahnya Bulan Ramadhan

Syukur al-hamdulillah, Allah SWT masih memberikan kesempatan kepada untuk berjumpa dengan bulan Ramadhan, semoga kita semua dapat berpuasa sesuai dengan perintah Allah SWT, dan menjadikannya sebagai saat-saat dan kesempatan yang berharga untuk memperbanyak ibadah, amal shalih dan aktivitas lainnya demi meraih ridha Allah SWT.

Bulan Ramadhan adalah bulan yang banyak memiliki keistimewaan, nama yang tidak asing bagi umat Islam. Sayyidus suhur (penghulu bulan-bulan) adalah merupakan julukan yang sangat indah, syahru nuzulil Quran, (bulan diturunkannya Al-Qur’an), syahrut tarbiyah (bulan pendidikan), Syahrul Muwasah (bulan toleransi dan peduli), dan julukan-julukan indah lainnya, adalah nama-nama yang indah yang begitu melekat pada bulan Ramadhan.

Namun dari sekian banyak keistimewaan dan keutamaannya serta keindahannya, sangat sedikit dari umat Islam yang menyadari -atau mungkin mereka sadar tapi belum menyentuh lubuk hati mereka- sehingga saat Ramadhan tiba, tidak ada raut wajah sumringah atau bergembira menyambutnya. Tidak ada antusiasme masyarakat untuk mengikuti amaliyah dan ibadah Ramadhan kecuali sekadar menjalankan kegiatan ritual belaka; sekadar melepas atau menggugurkan kewajiban atau hanya karena adat dan tradisi serta kebiasaan yang sudah biasa dilakukan pada setiap bulan Ramadhan hadir. Sehingga setiap kali selesai bulan Ramadhan kepribadian seseorang tidak meningkat dan berubah, tetap seperti yang lama, yang berubah hanyalah umurnya saja yang semakin hari memang terus bertambah dan tua.

Karena itulah agar puasa tidak sia-sia, sebelum memasuki bulan suci Ramadhan, maka hendaknya setiap orang melakukan persiapan diri dengan beberapa cara berikut ini:

1. Persiapan Ma’nawi (spiritual); dengan cara membersihkan hati dari penyakit yang dapat menggugurkan aqidah dan nilai ibadah, juga agar dapat melahirkan niat yang ikhlas dalam menjalankan segala aktivitas dan ibadah Ramadhan, terutama puasa.

2. Persiapan fikri (pemahaman); melalui pembekalan diri dengan ilmu-ilmu dan pengetahuan agama, terutama yang terkait langsung dengan amaliyah dan ibadah di bulan suci Ramadhan.

3. Persiapan Jasadi (Fisik); dengan menjaga kesehatan badan dan anggota tubuh lainnya, menciptakan lingkungan bersih serta mengubah pola hidup menjadi lebih sehat dan teratur.

4. Persiapan Materi; dengan menyiapkan diri untuk menabung dan menyisihkan sejumlah dana sehingga dapat memperbanyak infak, memberi ifthar kepada orang lain dan membantu orang yang membutuhkan.

Dengan beberapa persiapan tersebut diharapkan seorang muslim mampu melaksanakan berbagai aktivitas atau amaliyah di bulan Ramadhan secara optimal dan berhasil menjadi hamba rabbani baik qobla (pra), atsna’a (pada saat) dan ba’da (pasca) Ramadhan. Rasulullah saw bersabda :

“Andaikan umatku mengetahui apa yang ada dalam Ramadhan, maka ia bakal berharap satu tahun itu puasa terus.”(Ibnu Khuzaimah)

Dalam hadits lain Rasulullah memotivasi umatnya, para pelaku kebaikan atau kejahatan yang mengikuti Ramadhan dengan baik.

فِي رَمَضَانَ تُغَلَّقُ فِيهِ أَبْوَابُ النَّارِ وَتُفَتَّحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَتُصَفَّدُ فِيهِ الشَّيَاطِينُ قَالَ وَيُنَادِي فِيهِ مَلَكٌ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَبْشِرْ يَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ

“Bulan Ramadhan; di dalamnya pintu surga dibuka, pintu neraka di tutup dan syaitan-syaitan dibelenggu, di dalamnya pada setiap malamnya ada seruan; wahai para pencari kebaikan marilah kemari, dan wahai para pelaku kejahatan berhentilah”. (Thabrani)

Dalam hadits nabi yang lainnya juga disebutkan

أُعْطِيَتْ أُمَّتِي خَمْسَ خِصَالٍ فِي رَمَضَانَ لَمْ تُعْطَهَا أُمَّةٌ قَبْلَهُمْ خُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ وَتَسْتَغْفِرُ لَهُمْ الْمَلَائِكَةُ حَتَّى يُفْطِرُوا وَيُزَيِّنُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ كُلَّ يَوْمٍ جَنَّتَهُ ثُمَّ يَقُولُ يُوشِكُ عِبَادِي الصَّالِحُونَ أَنْ يُلْقُوا عَنْهُمْ الْمَئُونَةَ وَالْأَذَى وَيَصِيرُوا إِلَيْكِ وَيُصَفَّدُ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ فَلَا يَخْلُصُوا إِلَى مَا كَانُوا يَخْلُصُونَ إِلَيْهِ فِي غَيْرِهِ وَيُغْفَرُ لَهُمْ فِي آخِرِ لَيْلَةٍ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَهِيَ لَيْلَةُ الْقَدْرِ قَالَ لَا وَلَكِنَّ الْعَامِلَ إِنَّمَا يُوَفَّى أَجْرَهُ إِذَا قَضَى عَمَلَهُ

“Pada bulan Ramadhan, umatku diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada umat sebelum mereka: (1) bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih wangi daripada bau minyak kasturi, (2) para malaikat memohonkan ampunan untuk mereka hingga mereka berbuka puasa, setiap hari Allah menghias surga-Nya lalu berkata (kepada surga), ‘Hamba-hamba-Ku yang berpuasa hampir menanggung beban dan sakit agar dapat sampai kepadamu,’ (3) para setan dibelenggu sehingga mereka tidak leluasa (untuk menggoda manusia) seperti yang biasa mereka lakukan pada bulan yang lain, dan (5) mereka diberi ampunan pada akhir suatu malam.’ Ditanyakan kepada Rasulullah, ‘Ya Rasulullah, apakah malam tersebut adalah Lailatul Qadar?’ Beliau menjawab, ‘Tidak, tapi seorang pekerja akan mendapatkan upah jika ia telah menuntaskan pekerjaannya.’” (Ahmad)

Allahumma Ballighna Ramadhan

Judul di atas merupakan penggalan dari hadits Nabi saw yang berupa doa beliau ketika memasuki bulan Rajab dan Sya’ban. Secara lengkap doa yang disampaikan oleh Nabi saw adalah sebagai berikut:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانٍ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

“Ya Allah SWT berkahilah hidup kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami hingga bulan Ramadhan”.

Adapun nash lengkap hadits seperti yang termaktub dalam Musnad Imam Ahmad adalah sebagai berikut:
Menceritakan kepada kami Abdullah, dari Ubaidullah bin Umar, dari Zaidah bin Abi ar-Raaqod, dari Ziyad an-Numairi, dari Anas bin Malik berkata ia, Adalah Nabi saw apabila masuk bulan Rajab, beliau berdoa ; “Ya Allah SWT berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami kepada Bulan Ramadhan. beliau selalu berkata, “Pada malam jumat nya ada kemuliaan, dan siangnya ada keagungan.

Doa Nabi saw di atas bentuknya umum, yang berarti ketika membaca doa ini, seakan seorang muslim memohon kepada Allah SWT tiga permohonan;

1. Memohon kepada Allah agar diberikan panjang umur sehingga dapat memasuki bulan Ramadhan;

2. Memohon kepada Allah SWT agar selain diberikan usia panjang, juga diberi kemampuan dan kesehatan sehingga dapat menunaikan aktivitas dan ibadah yang ada pada bulan Ramadhan secara optimal dan maksimal;

3. Memohon kepada Allah SWT agar –melalui ibadah Ramadhan- agar diberikan hidayah dan rahmat, iman dan taqwa, sehingga kelak –setelah mengikuti amaliyah Ramadhan- termasuk orang-orang yang mendapatkan keberkahan, ampunan dan terbebas dari api neraka serta meraih berbagai kenikmatan dan kebahagiaan serta taqwa.

Kenapa demikian? Karena betapa banyak orang yang tadinya sehat wal afiat, usia ada namun ketika menjelang Ramadhan tiba, ruhnya dipanggil oleh yang Maha Kuasa sehingga tidak dapat berjumpa dengan bulan Ramadhan.

Dan betapa banyak orang yang diberikan usia panjang hingga dapat memasuki bulan Ramadhan, namun tidak dapat menjalankan ibadah dan amaliyah yang ada pada bulan Ramadhan karena sakit, kondisi fisik yang lemah dan lain-lainnya. Dan lebih mengenaskan lagi, betapa banyak orang yang diberikan kesempatan hidup, umur panjang, badan sehat dan fisik yang kuat, namun tidak di dalamnya mendapatkan keberkahan, kebaikan dan ampunan Allah SWT; karena tidak ada iman, tidak mampu mengendalikan hawa nafsu, amarah dan angkara murka serta perkataan dan perbuatan tercela lainnya.

Nabi saw bersabda:

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ

“Betapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan pahala dari puasanya kecuali hanya lapar dan haus belaka” (Musnad Ahmad)

Dalam hadits lainnya juga disebutkan:

أتاكم رمضان شهر بركة ، فيه خير يغشيكم الله [ فيه ] ، فتنزل الرحمة ، وتحط الخطايا ، ويستجاب فيه الدعاء ، فينظر الله إلى تنافسكم ، ويباهي بكم ملائكته ، فأروا الله من أنفسكم خيرا ، فإن الشقي من حرم فيه رحمة الله عز وجل

“Telah datang pada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh keberkahan, di dalamnya terdapat kebaikan yang meliputi kalian karena Allah (ada di dalamnya), maka turunlah rahmat, berguguran segala kesalahan dan dosa, di dalamnya doa dikabulkan, maka Allah melihat semangat berlomba kalian, dan para malaikat sangat dengan kalian, maka perlihatkan di hadapan Allah yang terbaik dari jiwa-jiwa kalian, karena sesungguhnya celaka bagi siapa yang diharamkan di dalamnya rahmat Allah SWT”(Thabrani)

Karena itu mari senantiasa kita membaca doa seperti yang diajarkan nabi di atas, dan juga membaca doa yang selalu dipanjatkan oleh para pendahulu kita… kelak semoga Allah SWT mengabulkannya..

اللَّهُمَّ سَلِّمْنِي إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِي رَمَضَانَ وَتَسْلِمْهُ مِنِّي مُتَقَبَّلاً

“Ya Allah selamatkanlah kami hingga bulan Ramadhan ke depan, dan pertemukan untuk bulan Ramadhan dan terimalah seluruh amal kami pada bulan Ramadhan”.

Dan doa yang ada dalam Al-Qur’an:

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

“Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan hati Kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada Kami, dan karuniakanlah kepada Kami rahmat dari sisi Engkau; karena Sesungguhnya Engkau-lah Maha pemberi (karunia)”. (Ali Imran:8)

www.al-ikhwan.net- Abu Anas-

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons