myspace graphic
_
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (QS.98:5)

Blogger news

~ ءَاجَرَكَ اللهُ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَبَارَكَ لَكَ فِيْمَا اَبْقَيْتَ وَجَعَلَ اللهُ لَكَ اطَهُوْرً ~

Kamis, 05 Mei 2011

Menakar Ketsiqohan...

Tsiqah dalam Sirah

Dalam Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa dalam perjanjian Hudaibiyah. Umar ibnul Khaththab Ra tidak puas akan kebijakan yang diambil Rasulullah Saw. Ia berkata, ‘Kemudian aku datangi Rasulullah Saw. lalu aku tanyakan padanya.

‘Bukankah engkau Rasulullah Saw.?’.

Beliau menjawab, ‘Ya, benar’. ‘

Bukankah engkau di pihak yang benar dan musuh kita berada di atas kebatilan?’, tanyaku.

Jawab Nabi, ‘Ya, benar’.

‘Bukankah orang-orang kita yang terbunuh akan masuk surga dan orang-orang mereka yang terbunuh akan masuk neraka?’, tanyaku kembali.

‘Ya, benar’, jawab Rasulullah Saw.

‘Lalu kenapa kita menyetujui agama kita direndahkan’, tanyaku lagi.

‘Sesungguhnya aku adalah Rasulullah, aku tidak akan menyalahi perintah-Nya dan Dia pasti membelaku’, jawab Nabi.

‘Bukankah engkau telah menjanjikan bahwa kita akan datang ke Baitullah untuk melakukan thawaf?’, tanyaku.

‘Ya, benar’, tetapi apakah aku mengatakan kepadamu bahwa engkau akan datang pada tahun ini’, jawab beliau.

Aku menjawab, ‘Tidak’.

‘Engkau pasti akan datang dan thawaf di Baitullah’, tegas Nabi Saw.

Namun Umar ibnul Khaththab tidak merasa puas dengan jawaban Rasulullah Saw. tersebut. Sehingga ia datangi Abu Bakar Shiddiq Ra. lalu menanyakan apa yang tadi dia tanyakan kepada Rasulullah Saw.

Kemudian Abu Bakar berkata kepadanya, ‘Wahai Ibnul Khaththab, sesungguhnya dia adalah Rasulullah. Dia tidak akan menyalahi perintah Tuhannya dan Allah pun tidak akan membiarkannya’.

Tak lama kemudia turunlah surat Al Fath kepada Rasulullah Saw. lalu Nabi segera panggil Umar ibnul Khaththab Ra. dan membacakan surat Al Fath tersebut kepadanya.

Lalu Abu Bakar bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah hal itu kemenangan (Al Fath)?’.

Jawab Nabi, ‘Ya, benar’.


Barulah hati Umar merasa tenang dengan jawaban tersebut. Dan tak ada sedikitpun keraguan dalam hati para sahabat atas kebijakan yang ditempuh Rasulullah Saw.
Tsiqah dan urgensinya

Hasan Al Banna menjelaskan bahwa makna tsiqah adalah ketenangan jundi terhadap qiyadahnya dalam hal kemampuannya dan keikhlasannya yang menjadikannya semakin cinta, menghargai, menghormati serta taat. Allah berfirman: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (QS. An-Nisaa’: 65).

Qiyadah bagian daripada dakwah. Tidak ada dakwah tanpa qiyadah. Harmonisasi antara qiyadah dan jundiyah akan menjadikan dakwah kuat, program terlaksana, target tercapai dan bisa menghadapi segala macam bentuk rintangan. Jadi tsiqah terhadap qiyadah ujung tombak keberhasilan dakwah.Oleh karena itu masalah ketsiqahan antara qiyadah dan junud menjadi masalah yang cukup urgen. Masalahnya ia menjadi simpul yang menguatkan jalinan antara satu dengan yang lain atau juga melemahkannya. Sedapat mungkin orang-orang yang terlibat aktif dalam dakwah ini tidak melukai dan menodai ketsiqahannya. Qiyadah percaya dan yakin sepenuh hati dengan kemampuan dan upaya junudnya. Demikian pula seorang junud percaya penuh kepada qiyadahnya terhadap segala hal yang telah diputuskannya. Hubungan yang harmonis antara qiyadah dan junud atau sebaliknya dapat menjadi mesin produktivitas bagi dakwah ini.

Ibrah dalam Perjanjian Hudaibiyah

Perjanjian Hudaibiyah satu dari sekian peristiwa yang menjadi ibrah bagi para aktivis dakwah. 1.Keterbatasan pemahaman dan informasi atas sikap yang diambil Rasulullah Saw. menjadikan sahabat Umar ibnul Khaththab Ramenyangsikan apa yang dilakukan beliau dengan orang Quraisy.

2.Sikap Umar tersebut berdampak pada sikap para sahabat yang lamban untuk digerakkan melaksanakan perintah Rasulullah Saw dalam menyembelih dan mencukur rambut sebagai tanda tahallul.

3.Namun peristiwa itu tidak berlangsung lama. Beliau segera menyadari bahwa mereka perlu digerakkan dari tombolnya. Maka beliau pun memulai dari dirinya untuk melakukan apa yang diperintahkannya tadi. Baru selepas itu para sahabat pun berbondong-bondong menjalankannya.

4.Peristiwa ini terhenti dan tidak berkembang hingga ke akar-akar rumput. Dengan cepat kasus itu terselesaikan. Allah Swt menyelamatkan komunitas kaum muslimin dari perpecahan. Ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya melandasi kekuatan persatuan tersebut. “Dan ta’atlah kepada Allah dan Rasulnya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Anfaal: 46)

Tsiqah Buah Interaksi Berkesinambungan

Tsiqah dan kepercayaan tidak muncul tiba-tiba. . Melainkan ia adalah buah dari interaksi yang amat lama. Paling tidak dari interaksi yang sangat lama itu dapat memahami keadaan dan kondisinya masing-masing. Sebagaimana peristiwa Isra’ dan Mi’rajnya Rasulullah Saw. Ketika peristiwa itu diceritakan beliau kepada masyarakat luas. Terjadilah kegegeran di kalangan umum. Mereka menyangsikan kejadian yang dialami Rasulullah Saw. Logika mereka belum sampai untuk menerima peristiwa tersebut. Namun sewaktu kasus itu diceritakan kepada Abu Bakar As Shiddiq Ra. dia amat mempercayainya. Bahkan bila kisahnya jauh lebih dahsyat dari yang didengar orang-orang Quraisy sekalipun ia mempercayainya. Alasannya karena sejak kecil ia berteman dengan Rasulullah Saw. dan selama pertemanan yang sangat lama itu, Abu Bakar tidak pernah menemukan pada pribadi Rasulullah, sikap yang mengada-ada. Lebih-lebih berdusta. Hasil interaksi yang cukup lama itu menjadi perisai diri terhadap pribadi Rasulullah Saw. Sehingga tidak ada celah sekecil apapun dalam diri Abu bakar untuk bersikap menduga-duga.

Tarbiyah yang intens bisa sebagai jalan untuk merajut hubungan yang harmonis antar personal. Baik hubungan antara qiyadah dan jundiyah juga antara jundiyah sendiri. Tarbiyah yang berlangsung sekian lama dapat menjadi alat bantu untuk saling memahami kondisi masing-masing orang yang berada di dalamnya. Baik terkait dengan karakter, sikap, ide dan kemauannya. Oleh karenanya mereka yang sangat lama berinteraksi dengan Rasulullah Saw. tidak memiliki persoalan yang semakin rumit. Tetapi mereka yang lemah hubungan interaksinya dapat menjadi faktor pemicu yang meruwewtkan masalah. Perhatikanlah kasus-kasus pembangkangan terhadap Rasulullah Saw. dalam sejarah banyak dilakukan oleh orang-orang yang lemah berinteraksi dengan beliau. Termasuk daerah-daerah yang hubungannya belum kokoh dalam dereten sejarah paling banyak bergolak ketimbang daerah-daerah yang dekat hubungannya.


Kiat-kiat merajut tsiqah

Ketidaktsiqahan antara qiyadah dan junud ini tidak boleh terjadi terlebih berlarut-larut. Ia harus segera disingkirkan dan diperbaiki dengan cepat.Adapun upaya yang dapat kita lakukan untuk kembali merajutnya diantaranya sebagai berikut:

Pertama, saling memahami bahwa tsiqah antara qiyadah dan jundiyah merupakan modal besar dalam membangun bangunan dakwah ini. Dan ketsiqahan yang utuh hanya melahirkan ketenangan dan ketentraman. Sedangkan ketidaktsiqahan adalah jendela kehancuran bagi dakwah ini.

Kedua, saling menyadari bahwa apa yang kita lakukan adalah kerangka ubudiyah. Karenanya jauhkan diri dari tendensi material dan kebusukan hati. Kerja dakwah dan membangun bangunan dakwah adalah amal mulia. Allah Swtperintahkan untuk terus konsisten dengan kebersamaan orang-orang yang tulus dalam pengabdian. Allah berfirman:

“Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS. Al-Kahfi: 28)

Ketiga, berupaya untuk mengalah demi kemashlahatan dakwah yang jauh lebih besar. Sikap itu diutamakan kepada para kader. Sehingga mereka tetap memberikan rasa hormat dan ta’zhim kepada qiyadah. Isu utamanya bukan lagi pendapat pribadi. Akan tetapi isu utama yang harus diangkat adalah kemashlahatan dakwah. Bagaimana nasib dakwah hari ini dan akan datang. Bagaimana pula peta perjalanan dakwah yang sedang berlangsung ini dan bagaimana rekrutmen kader baru serta target yang terbina. Inilah yang hendaknya selalu terngiang-ngiang dalam benak orang-orang yang melibatkan dirinya dalam barisan dakwah.

Keempat, mencari pihak yang netral dan dapat menetralisir keadaan. Sehingga dua titik yang mempunyai kecenderungan meruncing menjadi tumpul kembali. Dan akhirnya dapat direkatkan. Bila kasus Hudaibiyah ini yang menjadi sandaran isu kita dapat melihat sikap Umar Ra yang mendatangi Abu Bakar Rauntuk lebih mendapatkan ketenangan dalam mengambil sebuah sikap. Dan Abu Bakar mampu menetralisir keadaan sehingga tidak menimbulkan keruncingan. Begitu pula pihak-pihak yang didatangi agar tidak menambah persoalan baru bagi ketegangan yang terjadi. Malah seharusnya merukunkan kembali semua hal yang menyebabkan disharmonisisasi.

Kelima, saling berdoa untuk kebaikan semua pihak. Allah berfirman: ” Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa:”Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyanyang”. (QS. Al-Hasyr: 10).

Kita semua berharap agar harmonisasi qiyadah dan jundiyah terpelihara terus. Wallahu ‘alam bishshawwab.

(PKSACEH.NET/Salman Syarifudin)

Bukannya Belum Mampu, Tapi Belum Mau



Islamedia - Ini tentang salah satu kewajiban asasi. Yang mestinya tak diabaikan dan dibiarkan, atau dianggap tenang2 saja kala tak dapat ditunaikan.
Tilawah Qur'an. Ya, tilawah Qur'an dengan target minimal 1 juz tiap hari.


Berat kah itu buatmu? Sementara novel yang menarik dengan tebal 250-300 halaman bisa tuntas kau baca hanya dalam sehari! Luar biasa!!
Lalu, apakah Qur'an itu lebih buruk kualitasnya dan lebih rendah daya tariknya dari pada novel itu? Ah, tentu saja tidak.


Tapi, itulah godaan menuju konsistensi. Jika dibuat statistik, ada kalanya lunas 1 hari bisa tilawah 1 juz, tapi rasanya lebih banyak tak lunasnya.
Lalu, kenapa tidak ada semacam rasa bersalah yang amat sangat, kala target itu tak tercapai? Kenapa penyikapannya menjadi sangat berbeda kala target pekerjaan di kantor tak tercapai?
Oh, inilah manusia, yang mungkin hampir hilang sisi2 kemanusiaannya.


Maka, aku tersindir berat saat membaca tulisan Cak Nun. Di ujung paragraf sebuah artikelnya'Nyicil Simpati Kepada Setan' dia tulis:


Setan bilang kepada saya: "Tidak ada tantangan lagi. Manusia bukan tandingan setan sama sekali, sangat mudah kami kendalikan. Sangat tidak memilki ketegasan & ketahanan untuk mempertahankan kemanusiaannya. Sungguh tidak menarik lagi bertugas sebagai setan..."


Astaghfirul-Lah. Memang harus ada upaya lebih, kesiapan, dan kemauan keras untuk bisa konsisten sebagai manusia. Apalagi (hanya) untuk tilawah 10 lembar dalam sehari. Mestinya SANGAT BISA, jika ditilik dari perangkat kita yang super canggih ini. Tellinga, mata, alat2 artuikulator,.. yang menempel di badan ini, semuanya masih waras dan mampu bekerja dengan baik. Lalu, apalagi yang akan dijadikan alasan untuk tak tercapainya target?


MALAS!


Cuma itu kata yang paling pas. Dan malas adalah ciri2 orang MUNAFIK! 'Waidza qoomu ilas sholaati qoomu kusaala' (dan jika dia berdiri untuk sholat, maka dia berdiri dengan malas). Jadi, sudah sebegitu munafik-kah dirimu, Ning?


Teringat 17 tahun lalu, saat masih aktif di Lembaga Tahfiz Qur'an,. Betapa sebenarnyakebaikan (kadang) memang perlu dipaksakan. Salah satu ustad pembimbingku di LTQ, yang seorang al-hafidz, memantau setoran hafalanku sepekan 3 kali, memaksakan aku untuk rajin menghafat dan selalu tuntas tilawah Qur'an khatam setiap akhir bulan.


Buku pemantau LTQ memang terdiri dari 2 sisi. Sisi kanan adalah laporan kemajuan hafalan dalam 1 bulan. Sekali setor (2 hari sekali) minimal 2 halaman. Pernah aku tak siap, hanya siap setor 1 halaman, kata ustadnya, "Sudah buat besok lagi aja. Gak usah disetorin. Pulang aja"
Hiks hiks.. gak dianggao deh. Tapi, salah aku sendiri lah, sudah tahu aturannya minimal 2 halaman setor, masih nekat aja datang berharap ada keringanan.


Nah, sisi kirinya adalah lembar pemantauan tilawah dalam 1 bulan. Untuk memaksaku supaya konsisten tilawah 1 juz per hari dan khatam tiap akhir bulan, sejak awal bulan pun, ustad selalu menuliskan di akhir bulan itu, 'khatam', dalam tulisan arab. Yaa, akhirnya, meski kadang saat paruh bulan juga belum mencapai 15 juz, terpaksalah, ngebut supaya pada akhir bulan bisa khatam, karena terlanjur sudah ada tulisan beliau dan sudah ditandatangani pula.


Namun, pernah juga, benar2 aku tidak bisa khatam, saat sakit atau uzur bulanan sediit lebih panjang. Terpaksa, dengan malu hati, minta dispensasi. Dan ustad dengan wajah merengut, mencoret kata khatam itu. Afwan ya ustad :(
Hiks hiks.. sekarang ini, jadi rindu dipaksa begitu. Ayo dong siapa mau memaksaku?


Mudir (Direktur) LTQ pada waktu itu, juga pernah menasehatkan, untuk ta'amul dengan Qur'an jangan mengambil prinsip qana'ah (merasa cukup), tapi justu harus hirsun (rakus). Tidak pantas ada ucapan,


"Habis gimana yaa, saya memang susah kalau menghafal. Ya sudah lah saya ngafal yang surat2 pendek aja"
Atau, "Habis gimana yaa, saya pulang kerja sudah malam. Belum ngurusin anak2. Jadi sudah kecapekan, gak semoat tilawah banyak2"


Kata ustad, ibarat makan, jika kita qana'ah, apa iya mau selama hidup makan dengan lauk tempeeeeeeeeeeee terus seumur2? Mestinya kan bosen, ingin ada peningkatan gizi, sekali2 dengan daging, telur atau apalah yang lebih enak.


Begitu pula dengan tilawah dan menghafal Qur'an, harus ada kemauan untuk target yang lebih tinggi. Jangan merasa cukup dengan hafalan dan kebiaaan tilawah yang sudah ada (yang belum sesuai target).


Hmm, tak berat sebenarnya untuk bisa tilawah 1 juz sehari. Satu juz kan cuma 10 lembar (20 halaman). Jika dibaca tiap selesai sholat, kan cuma perlu baca 2 lembar atau 4 halaman saja. dan itu hanya butuh waktu tak lebih dari 10 menit!


Jika mau dibaca sekali geber setengah juz (5 lembar), kan cuma butuh waktu tak lebih dari setengah jam. Jadi, sehari bisa dicicil 2 kali duduk, masing2 setengah juz, butuh waktu total tak kurang dari 1 jam. Sedangkan waktu sehari ada 24 jam. Wahai, kemana saja kau selama 24 jam waktumu dalam sehari itu, Ning? Cuma butuh 1/24 saja untuk bisa komitmen tilawah. Di mana susahnya, Ning?


Susahnya di sini. Di aliran darah yang mungkin sudah ditongkrongi setan2 gendut, yang berwujud nafsu, yang membidani lahirnya kemalasan. Yang dia baru bisa pergi jika diusir dengan sekuat tenaga. Diusir paksa!


Ya, harus bisa memaksa diri sendiri !
Bismillah, Allahumma paksain :)


Eits salah. Kemarin kan baru saja diingatkan suami, jangan bikin doa yang aneh2, doa seperti yang diucapkan Musa As aja:  Allahumma yassirliy amriy (Ya Rabb, permudahlah urusanku).


Jadi ingat dengan coretan pendekku 2 bulan yang lalu. Ah, sudah 2 bulan sejak tulisan itu, masih begini2 saja? Inna lillahi :(


SUDAH 1 JUZ KAH TILAWAHMU HARI INI ??
(tanyaku pada diri sendiri)


kita tak akan punya waktu untuk berinteraksi dgn Qur'an setiap hari, jika tak myempatkan diri.


jika tak mampu lagi berdiri lama gunakan Qur'an dalam bacaan sholat, masih bisa tilawah sambil duduk.
jika tak mampu lagi duduk tegak, masih bisa tilawah dengan duduk setengah berbaring.
jika lisan sudah serak, masih bisa tilawah tanpa suara.
jika mata sudah mulai berat, masih bisa tasmi' (menyimak) orang/mp3 tilawah.
jika sudah tidak bisa apa2 lagi, ya saatnya kita dibacakan yasin :)


Ya Rabb, jadikan kami termasuk orang2 yg membaca Qur'an
lalu meningkat kehidupan kami
jangan Kau jadikan kami orang2 yg membaca Qur'an
tapi kemudian sengsara hidup kami ....


(22032011)


Semoga esok hari tak ada alasan lagi dan berkata, "Afwan, tilawah saya kurang dari 7 juz pekan ini"


#self motivation senin pagi, 9 mei 2011 




Mukti Amini, S.Pd, M.Pd.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons