myspace graphic
_
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (QS.98:5)

Blogger news

~ ءَاجَرَكَ اللهُ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَبَارَكَ لَكَ فِيْمَا اَبْقَيْتَ وَجَعَلَ اللهُ لَكَ اطَهُوْرً ~

Selasa, 31 Mei 2011

Jika Mampu Mengapa Harus Meminta



Oleh Prof Dr Yunahar Ilyas

Masjid di kampung kami sudah tua, entah kapan mulai dibangun, yang jelas sedari kecil aku sudah shalat di masjid itu. Bangunan semipermanen, di depannya ada sebuah kolam ikan. Di pinggir kolam ikan ada sebuah bangunan kecil tempat beduk digantungkan. Kami menamainya Rumah Tabuah. Di sampingnya, ada warung berlantai dua, tempat khatib tinggal dan berjualan. Beliaulah yang secara rutin mengurus masjid setiap hari.

Jamaah masjid mengusulkan agar masjid itu diperbarui menjadi lebih indah dan modern. Tetapi, usulan itu tidak kunjung diterima karena masih ada yang berpendapat masjid wakaf tak boleh dirobohkan, sebelum ada yang baru agar pahalanya tetap mengalir kepada waqif.

Pengurus masjid yang dipimpin khatib menemui Buya Datuak Palimo Kayo, ulama yang sangat berpengaruh di Sumatra Barat. Beliau orang sumando kampung kami. Buya Datuak menyetujui rencana pembangunan masjid baru. "Sekalipun masjid lama dirobohkan, lalu dibangun masjid baru yang lebih bagus, insya Allah pahalanya tetap mengalir untuk waqif masjid lama. Allah tidak akan menyia-nyiakan amalan hambanya," kata Buya Datuak meyakinkan. Persoalan wakaf sudah dianggap selesai, tinggal masalah dana.

Dalam rapat pertama Panitia Pembangunan Masjid, muncul usul cemerlang dari anggota panitia. "Buya Datuak kan sahabat dekat Pak Natsir. Sementara Bapak Natsir sangat dihormati dan dipercaya oleh beberapa negara Arab, terutama negara-negara Teluk yang kaya raya, seperti Saudi, Kuwait, dan Uni Emirat Arab. Sudah banyak bantuan pembangunan masjid yang disalurkan negara-negara kaya tersebut melalui Pak Natsir. Jadi, kita tinggal minta Buya Datuak menghubungi Pak Natsir."

Usulan panjang lebar dari anggota panitia tadi segera disahuti dengan koor setuju oleh seluruh panitia. Memang benar, sebagai sesama tokoh Masyumi, Buya Datuak-lengkapnya Haji Mansur Daud Datuak Palimo Kayo-bersahabat karib dengan Dr M Natsir, tokoh Masyumi, mantan perdana menteri NKRI. Buya Datuak pernah menjadi duta besar RI untuk Irak. Setelah Masyumi bubar, dua tokoh ini sama-sama aktif di Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Pak Natsir jadi ketua umum DDII di pusat, sementara Buya Datuak jadi ketua DDII Sumatra Barat dan sekaligus ketua MUI Sumbar.

Dengan harapan yang besar, panitia menemui Buya Datuak menyampaikan maksudnya. Di luar dugaan, Buya Datuak marah besar. "Angku-angku semua punya rumah bagus, punya toko, sawah, dan kebun, bukan orang miskin. Kenapa untuk membangun semua rumah Allah harus meminta-minta sampai ke Arab? Apa angku-angku tidak malu dengan Allah? Atau, angku-angku memang ingin dimiskinkan oleh Allah?"

Besoknya Buya Datuak meminta diadakan tabligh akbar. Dari atas mimbar, beliau menyampaikan berbagai pesan. "Ibuk-ibuk yang memakai perhiasan emas harap dilepaskan untuk pembangunan masjid. Bapak-bapak yang bawa dompet, harap mengeluarkan semua uang untuk pembangunan masjid." Jamaah pun mematuhi permintaan Buya Datuak. Dan, terkumpullah dana awal untuk pembangunan masjid.

Beberapa tahun kemudian, masjid baru yang megah dan indah berdiri, tanpa harus meminta satu riyal pun dari negara Arab. Itulah pelajaran dari Buya Datuak. Jika kita mampu, mengapa harus meminta?

Republika Online

Republika : Jika Saat ini Pemilu, PKS Raih 39.06%



Seandainya pemilu legislatif dilakasanakan pada 2011 ini, siapakah Partai Politik yang akan menang? Republika punya jawaban sendiri, yaitu PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Menurut catatan Republika bahwa PKS akan mendapatkan 39,06 % berdasarkan hasil Polling yang diselenggarakan Republika Online pada Selasa (24/5) hingga Kamis (26/5) dan dilanjutkan dengan proses jajak pendapat kedua yang diselenggarakan pada Jumat (27/5) sampai Ahad (29/5) pukul 17:00 WIB.

Alasan utama mengapa memilih PKS, sebagian besar responden menyampaikan bahwa PKS adalah parpol yang paling Amanah dibanding dengan parpol lainya. Perhatian publik Indonesia yang menjatuhkan pilihan ke PKS nampaknya tidak terpengaruh meskipun belakangan ini parpol yang berlogo bulan sabit kembar ini sedang diserang oleh berbagai Fitnah.


Hal yang sangat mengejutkan nampak terlihat dari turun drastisnya dominasi partai Demokrat. Raihan suara yang diperoleh Partai pimpinan Anas Urbaningrum ini hanya seperlima dari PKS yaitu hanya memeperoleh 7.08%.

Berikut adalah perolehan suara masing-masing parpol apabila Pemilu dilaksanakan pada 2011:

PKS : 39.06%
Demokrat : 7,08 %
PAN : 3,26%
PDIP : 1,44%
Golkar : 2,25%
Gerindra : 1,96%
PPP : 1.77%
PKB : 0,81 %
Hanura : 0,29%

Dengan beberapa alasan:

Amanah : 40%
Visi dan misi parpol : 26,67%
Janji parpol : 1,21 %
Uang : 3,64 %
Ikut-ikutan : 1,21 %
Bukan karena semuanya : 14,55
Citra parpol : 5,45%
Figur atau tokoh parpol : 7,27%


Naiknya dukungan terhadap PKS dimata publik Indonesia sekaligus menepis anggapan dari berbagai pengamat bahwa parpol Islam tidak mempunyai masa depan di Indonesia.

Islamedia/Republika Online

Antara Nazaruddin, Suapuddin dan Ulumuddin

Oleh: Ali Mustofa

Hidayatullah. SUDAH menjadi rahasia umum jika kasus korupsi dan suap menyuap di Indonesia saat ini begitu parah. Dari korupsi dan suap kelas teri hingga korupsi kelas kakap. Dari yang bersifat individualis sampai yang bersifat sistematis. Baik yang terungkap ke permukaan maupun tidak.

Tak bisa di tutupi pula, hukum hanya mampu menjerat rakyat kecil, namun sangat sulit untuk menembus para pembesar. Bagaimana kita tahu bagaimana mentahnya penanganan hukum kasus skandal Bank Century, skandal BLBI, kasus korupsi mantan presiden Soeharto, dugaan penyelewengan kepentingan kampanye parpol, dan masih banyak lagi.

Dengan demikian, kita tak begitu heran dengan kasus yang sedang booming saat ini tentang Nazaruddin Cs. Jika Bendahara Umum Partai Demokrat itu benar-benar terbukti melakukan suap, mungkin ada baiknya sebuah dendang lagu yang belakangan muncul di layar kaca berjudul, “Udin Sedunia”, liriknya layak diberi tambahan sebuah baris kalimat: "orang yang melakukan suap namanya SUAPUDIN".

Penegakkan hukum lemah

Jika kita cermati, setidaknya ada dua faktor yang mengakibatkan penegakkan hukum itu lemah. Di antaranya: Pertama adalah karena sistemnya. Seperangkat sistem yang berlaku di Indonesia memang sangat kondusif bagi pelaku suap ataupun koruptor untuk melancarkan aksinya. Seperti halnya pemberlakuan sanksi yang tidak bisa menimbulkan efek jera dan efek pencegah. Sebagaimana diketahui, banyak pelaku koruptor kelas kakap setelah di vonis bersalah hanya dikenai sanksi sangat ringan. Hal itu tentunya tidak membuat jera para pelaku koruptor tersebut, tidak pula mampu mencegah koruptor lain, karena dia tahu kalau pun toh tertangkap hanya akan di vonis sanksi ringan.

Kedua adalah manusianya. Faktor manusianya ini juga tidak terlepas dari sistem yang berlaku. Orang yang baik bisa menjadi orang yang tidak baik, dengan kata lain orang yang sebelumnya bukanlah koruptor bisa menjadi koruptor, gara-gara sistem yang diterapkan. Sebagai contoh, pernah diungkap oleh salah satu media jika di gedung DPR itu setiap hari beredar uang-uang ‘liar” yang tentu membuat tergiur untuk mengambil uang yang bukan haknya tersebut. Maka tak heran bilamana tidak sedikit anggota partai Islam yang juga terlibat dalam kasus korupsi.

Kurang optimal

Harapan besar masyarakat Indonesia sebenarnya di tujukan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam perjalananya, KPK cukup mampu memberikan angin segar terhadap pemberantasan korupsi, paling tidak terbukti dengan terungkapnya beberapa kasus korupsi. Namun seiring berjalannya waktu, bertubi-tubi lembaga ini di hajar oleh berbagai persoalan.

Setelah kasus Antazari Azhar, giliran kemudian pimpinan KPK lain yakni Bibit-Candra yang kesandung masalah. Banyak pihak menganggap hal ini adalah upaya pelemahan terhadap KPK.

Di sisi lain, tidak semua lapisan masyarakat mampu di jangkau oleh KPK. Padahal kasus korupsi hampir terjadi di semua lapisan. Bahkan menurut survei PERC tahun 2010 (Political & Economic Risk Consultancy), Indonesia dinobatkan menjadi Negara paling korup se Asia-Pasifik. Dalam riset global barometer 2009 oleh Tranparancy International (TI) korupsi tertinggi adalah di parlemen dengan skor : 4,4. Kemudian perngkat kedua institusi peradilan skornya: 4,1, sementara itu Parpol bertengger di urutan ketiga (4,0), pegawai public (4,0), disusul sektor bisnis (3,2).

Sedangkan urutan daerah terkorup peringkat 1-8 diduduki oleh Kupang, Tegal, Manokwari, Kendari, Purwokerto, Pekanbaru, Padang Sidempuan dan bandung.

KPK memang layak didukung untuk menjerat para koruptor, namun tanpa disokong dengan sistem yang baik, tentu KPK juga tak mampu bekerja dengan optimal.

Bagaimanapun, lembaga sekelas KPK tentunya tidak akan mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat dalam memberantas korupsi dan suap. Hanya sedikit yang mempu terungkap ke permukaan, itupun dalam pelaksanaanya selama ini bisa dibilang tebang pilih.

Lembaga ini memang hanya berfungsi sebagai pemburu dan penangkap koruptor.

Pelaku korupsi yang tertangkap hanya sebagian yang kemudian dipidanakan atau paling banter cuma divonis dengan sanksi yang sangat ringan oleh lembaga peradilan. Bahkan banyak pelaku korupsi kelas kakap yang sekarang ini masih bebas berkeliaran di luar negeri. Sementara sistem pencegahan (preventif) dan sistem efek jera pun juga tidak berjalan secara efektif. Padahal ini adalah faktor penting dalam memberantas korupsi.

Sejatinya lembaga-lembaga semacam ini sudah sering dibentuk walaupun mungkin sekedar formalitas dan tidak leluasanya kewenangan hukum yang dimiliki. Pada tahun 1970 saat Soeharto menjabat sebagai kepala negara pernah ada lembaga yang namanya “komisi empat”, bertugas memberikan langkah-langkah strategis dan taktis kepada pemerintah. Pada tahun yang sama juga terbentuk KAK (Komisi Anti Korupsi) yang digawangi oleh para aktivis mahasiswa di era itu. Di antaranya Akbar Tandjung, Asmara Nababan cs. Sampai muncullah KPK untuk pertama kalinya di masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri.

Alhasil, korupsi dan suap di negeri ini masih saja menggurita, disebabkan korupsi dan suap ini adalah korupsi yang sistematis. Namun, seringkali solusi yang ditawarkan cuma sekedar dengan kelembagaan. Seharusnya penyelesainya harus secara sistematis.

Alergi Islam?

Dalam sistem Islam, salah satu pilar penting dalam mencegah korupsi ialah ditempuh dengan menggunakan sistem pengawasan yang bagus.

Pertama; pengawasan yang dilakukan oleh individu. Kedua: pengawasan dari kelompok, dan Ketiga: pengawasan oleh negara.

Dengan sistem pengawasan ekstra ketat seperti ini tentu akan membuat peluang terjadinya korupsi menjadi semakin kecil, karena sangat sedikit ruang untuk melakukan korupsi. Spirit ruhiah yang sangat kental ketika menjalankan hukum-hukum Islam, berdampak pada menggairahnya budaya amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat.

Selain itu, diberlakukannya pula seperangkat hukuman pidana yang keras, hal ini bertujuan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku dan pencegah bagi calon pelaku.

Sistem sanksi yang berupa ta’zir bertindak sebagai penebus dosa (al-jawabir), sehingga mendorong para pelakunya untuk bertobat dan menyerahkan diri. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh sistem yang diterapkan sekarang.

Sistem Islam juga sangat memperhatikan kesejahteraan para pegawainya dengan cara menerapkan sistem penggajian yang layak.

Rasulullah SAW bersabda: “Siapapun yang menjadi pegawai kami hendaklah mengambil seorang istri, jika tidak memiliki pelayan , hendaklah mengambil seorang pelayan, jika tidak mempunyai tempat tinggal hendaknya mengambil rumah.” (HR. Abu Dawud).

Dengan terpenuhinya segala kebutuhan mereka, tentunya hal ini akan cukup menekan terjadinya tindakan korupsi.

Islam berusaha menghindari membengkaknya harta kekayaan para pegawai. Karena itu dalam Islam juga melakukan penghitungan harta kekayaan dan pembuktian terbalik.

Pada masa kekhilafahan Umar Bin Khatab, hal ini rutin dilakukan beliau adalah selalu menghitung harta kekayaan para pegawainya seperti para Gubenur dan Amil Zakat.

Sedangkan dalam upayanya untuk menghindari terjadinya kasus suap dalam berbagai modusnya, Islam melarang pejabat Negara atau pegawai untuk menerima hadiah.

Hal ini bisa kita bandingkan pada masa sekarang ini banyak di antara pejabat/pegawai, ketika mereka melaporkan harta kekayaanya, kemudian banyak ditemukan harta yang tidak wajar, mereka menggunakan dalih mendapatkan hibah. Kasus seperti ini tidak akan terjadi dalam sistem Islam.

Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang kami (Negara) beri tugas untuk melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami beri rezeki (upah/gaji), maka apa yang diambil olehnya selain (upah/gaji) itu adalah kecurangan.” (HR. Abu Dawud).

Dalam Islam, status pejabat maupun pegawai adalah ajir (pekerja), sedangkan majikannya (musta’jir) adalah Negara yang di wakili oleh khalifah atau kepala Negara maupun penguasa selain khalifah, seperti Gubenur serta orang-orang yang di beri otoritas oleh mereka. Hak-hak dan kewajiban diantara Ajir dan Musta’jir diatur dengan akad Ijarah. Pendapatan yang di terima Ajir diluar gaji, salah satunya adalah yang berupa hadiah adalah perolehan yang di haramkan.

Pilar lain dalam upaya pencegahan korupsi dalam Islam adalah dengan keteladanan pemimpin. Bisa diambilkan contoh, Khalifah Umar Bin Abdul Aziz pernah memberikan teladan yang sangat baik sekali bagi kita ketika beliau menutup hidungnya saat membagi-bagikan minyak wangi karena khawatir akan mencium sesuatu yang bukan haknya. Belaiu juga pernah mematikan fasilitas lampu di ruang kerjanya pada saat menerima anaknya. Hal ini dilakukan karena pertemuan itu tidak ada sangkut pautnya dengan urusan Negara. Tampaknya hal ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi di negri ini, ketika rakyatnya banyak yang lagi kesusahan, mereka malah enjoy fasilitas-fasilitas yang wah.

Begitulah jika sistem nilai Islam diterapkan. Karena itu, belum ada sistem yang lebih baik di dunia ini selain mengambil solusi Islam. Hanya saja, mengapa ketika semua solusi ideologi sudah dicoba di neger ini meraih kegagalan, banyak orang buru-buru alergi ketika ditawarkan Islam? Jawabannya tidak lain karena banyak orang kaum Muslim sendiri tidak memahami agama mereka secara baik.

Karena itulah Imam Al Ghozali pernah menulis buku berjudul, “Ihya' Ulumuddin” (menghidupkan ilmu-ilmu agama), yang tujuannya menjadi panduan kaum Muslim untuk kembali ke dasar-dasar ilmu agama secara baik. Agar tidak selamanya kaum Muslim selalu menyebut dirinya sebagai orang awam.

Andai saja para pengelola negara mulai dari; presiden, para menteri, pejabat eselon, polisi, tentara, hakim, jaksa, pengacara, mau jujur ingin menjadikan negara ini bersih, jawabannya adalah kembali ke nilai-nilai Islam. Kecuali dalam hati mereka sudah ada niat menutupi nilai-nilai kebenaran Islam itu sendiri.

Rasulullah Saw telah memperingatkan: "Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian hancur karena orang-orang terhormat di kalangan mereka dibiarkan saja ketika mencuri. Tapi, jika yang mencuri orang lemah di antara mereka, berlakulah hukuman atas mereka.” (HR. Bukhari). Wallahu a’lam.

Penulis Direktur Riset Media Surakarta

Senin, 30 Mei 2011

Tarbiyah Asas Pembentukan


Imam Hasan Al-Banna mengajak kita untuk menolehkan pandangan pada tarbiyah, beliau menegaskan akan pentingnya keteguhan setiap individu terhadap tarbiyah dan mujahadah’

(kesungguhan) sehingga menjadi tiang yang kukuh dan generasi yang sempurna.

Beliau berkata :

“Bahwa ma’rakah’ (perjuangan) kita paling utama adalah tarbiyah” yang disuburkan di tengah-tengah umat akan kefahaman bahawa apapun bentuk dakwah yang tidak di asaskan kepada kerja tarbiyah pada hakikatnya adalah ibarat fatamorgana yang menipu.”

Imam Hasan Al-Banna memahami bahawa pembangunan generasi merupakan suatu kemestian dalam usaha untuk melakukan pengislahan dan di antara keistimewaan dakwah Al-Ikhwan berbanding dakwah-dakwah yang lain adalah kerana Al-Ikhwan berjalan dengan tarbiyah yang mampu mengukuhkan kewujudan dan pewarisan (tawrits) dakwah dan perkara tersebut merupakan bentuk yang menakjubkan dalam jamaah ini seperti yang disebutkan oleh Imam Al-Adwi sebagai “Jamaah Tarbawiyah”.

Tarbiyah menurut Al-Ikhwan adalah satu-satunya jalan untuk :

1. Membangun generasi yang soleh dan bertaqwa.

2. Mewujudkan peribadi muslim yang jujur.

3. Membentuk dan memiliki jiwa pejuang.

Al-Ikhwan memahami bahawa tarbiyah :

a. Memerlukan jalan yang panjang dan berat.

b. Memiliki banyak rintangan dan hambatan.

sehingga tidak ada yang mampu bersabar melaksanakannya kecuali hanya sedikit sahaja.

Namun hanya ini merupakan satu-satunya jalan menuju satu tujuan dan tidak ada alternatif lainnya sehingga dengan itu pula Al-Ikhwan menamakan gerakan ini dengan sebutan :

“Madrasah pembinaan dan pembentukan yang diasaskan di atas manhaj yang komprehensif dan agung”.

Ia adalah :

1. Madrasah yang menjadikan agama sebagai sumber kehidupan.

2. Madrasah yang mampu mentarbiyah potensi individu.

3. Madrasah yang melakukan perjanjian dengan individu yang ditarbiyah.

4. Madrasah yang membentuknya memiliki sifat-sifat amilin yang soleh dan sempurna samada dari sudut kefahaman mahupun keyakinan, akhlak dan perilaku sehingga menghadirkan contoh yang agung sepanjang sejarah dan perjalanannya.

Sesungguhnya ia menjadi sebaik-baik madrasah.

Jika sekiranya tidak ada tarbiyah, maka Al-Ikhwan tidak akan mampu menghadapi zionis dan mengalahkannya ketika berlakunya peperangan di bumi Palestin menghadapi pasukan Inggeris di terusan Suez.

Begitu pula dengan tarbiyah yang mantaplah yang menjadikan mereka teguh dalam menghadapi berbagai ujian, cubaan, penjara, siksaan dan celaan yang mendera mereka.

Imam Hasan Al-Banna merupakan pengasas madrasah ini di saat berlakunya perubahan pada sisi Islam yang mulia dari sekadar pandangan-pandangan yang bersifat teori yang terdapat dalam buku-buku kepada alam realiti yang dapat dirasakan dan disentuh melalui tarbiyah dan takwin.

Beliau menegaskan akan peri pentingnya memantau barisan dan membersihkannya dari kelemahan di mana beliau berkata :

“Jika di antara kamu ada kelompok yang sakit hatinya, menyembunyikan tujuan terselubung, ketamakan yang ditutupi dan kecewa pada masa lalu, maka keluarkanlah semuanya dari jiwa kamu kerana yang demikian itu akan menjadi pembatas masuknya rahmat, penutup masuknya cahaya dan taufik ke dalam hati”.

CIRI-CIRI DAN KEISTIMEWAAN TARBIYAH

Imam Hasan Al Banna berkata tentang tarbiyah :

“Bahawa dakwah Al-Ikhwan memiliki keistimewaan khusus dengan ciri-ciri yang berbeza dari dakwah-dakwah yang lain; samada yang semasa dengannya atau pada masa lainnya dan di antara ciri-cirinya adalah perhatiannya terhadap pembentukan dan memiliki tahapan dalam setiap langkah-langkahnya”.

Pembentukan dan tarbiyah yang kukuh menurut Al-Ikhwan memiliki ciri-ciri dan keistimewaan khusus yang tidak boleh diingkari oleh para murabbi, iaitu di antaranya:

1. At-Tarbiyah Ar-Rabbaniyah (Tarbiyah Rabbaniyah) bahwa kita memiliki dakwah rabbaniyah yang setia kepadanya dan di antara ciri-ciri khas dakwah rabbaniyah ini adalah :

a. Al-Masdar Ar-Rabbani (Sumber Yang Rabbani) dengan erti bahwa dakwah ini menerima segala perintahnya dari Allah, berjalan sesuai dengan kehendak Allah dan sesuai dengan apa yang telah diwajibkanNya ke atas kita.

b. Al-Ittijah Ar-Rabbani (Arah Yang Rabbani) dengan erti bahwa kami hanya berharap segala usaha dan kerja kami hanya kerana Allah dan mencari redhaNya dan dari sini, kami semua bebas dari berbagai tuduhan (seperti tujuan menghalalkan segala cara); kerana kami berusaha menjadikan arah Rabbani sebagai manhaj kami.

c. Al-Wasilah Ar-Rabbaniyah (Wasilah Yang Rabbani) iaitu bahawa kami tidak berjalan dalam melakukan perubahan menggunakan wasilah lain yang ditolak oleh syariat sehingga mampu mewujudkan tujuan yang rabbani.

2. At-Tarbiyah As-Syumuliyah (Tarbiyah Yang Menyeluruh) iaitu tarbiyah yang mencakupi berbagai potensi jiwa manusia (akal, perasaan dan perilaku), sehingga memberikan pembentukan pada segala potensi tersebut haknya dalam melakukan perubahan dan sempurna dalam melakukan proses perubahan tarbiyah. Jika tidak, maka perubahan yang kita lakukan merupakan perubahan yang sia-sia dan hampa dan hanya menghasilkan individu yang hampa pula.

3. At-Tarbiyah Al-Wasatiyah (Tarbiyah Yang Bersifat Pertengahan) iaitu tidak ada ‘ifrat’ (pengurangan) dan ‘tafrith’ (berlebihan) di dalamnya, tidak cenderung pada satu sisi terhadap kepentingan sisi tertentu, tidak berlebihan pada satu perkara dan tidak mengindahkan perkara lainnya, namun menggunakan segala perkara dengan seimbang, adil dan jalan pertengahan.

4. At-Tarbiyah Al-Insaniyah (Tarbiyah Yang Manusiawi) iaitu terbiyah yang membuka interaksi dengan jiwa manusia bukan benda mati; yang dalam perjalanannya menggunakan sunnah Ilahiyah dalam berinteraksi dengan jiwa manusia dan menyedari bahawa setiap jiwa memiliki prinsip-prinsip, sendi-sendi, ciri-ciri, perasaan dan sentuhan yang mesti sentiasa diperhatikan.

5. At-Tarbiyah Al-Manhajiyah (Tarbiyah Yang Bertahap) iaitu tarbiyah yang sentiasa bertahap dalam langkah-langkah dan fasa pembentukannya sesuai dengan prinsip bertahap dan sesuai dengan konsep yang tersusun rapi, tergambar dan jelas ciri-cirinya, tidak terburu-buru, tidak mendahului realiti dan tidak melampaui tingkatan tangga tarbiyah yang diidam-idamkan kerana barangsiapa yang tergesa-gesa sebelum tiba waktunya maka akan mengalami penyesalan.

6. At-Tarbiyah Al-Mustamirrah (Tarbiyah Yang Berkesinambungan) iaitu tarbiyah yang dimulai dari semenjak kelahiran hakiki jiwa manusia; dengan konsep komitmen terhadap dakwah dan tarbiyah, bahkan mungkin dimulai pada umur baligh, kemudian diteruskan sesuai dengan perjalanan hidupnya secara sistemik hingga akhir hayatnya; iaitu kerja tarbiyah yang tidak pernah berhenti. “Dan Beribadahlah kepada Tuhanmu hingga datang kematian” (QS Al-Hijr : 99), kerana itu seseorang tidak boleh mendakwa bahawa dirinya memiliki tingkat paling atas (senioriti) dalam kerja tarbiyah walauapapun posisinya.

7. At-Tarbiyah Al-Ijabiyah (Tarbiyah Yang Positif) iaitu dakwah menuju cita-cita yang waqi’ie dan keberkesanan dalam kerja, terfokus pada pembahasan tentang jiwa yang positif yang dimulai dari dalam diri, terfokus padanya dan berusaha meningkatkan potensi yang ada di dalamnya, menggelorakan jiwa yang positif dan konstruktif, efektif dan produktif serta menyebarkan jiwa optimis dalam diri.

8. At-Tarbiyah Al-Waqi’iyah (Tarbiyah Yang Realistik) iaitu tarbiyah yang dimulai dari jiwa seadanya, berkomunikasi sesuai dengan keadaan dan realiti yang melingkunginya.

9. At-Tarbiyah Al-Murunah (Tarbiyah Yang Anjal) iaitu tarbiyah yang seiring dengan keadaan amal dakwah iaitu menyangkut individu dan masyarakat yang melingkunginya.

10. At-Tarbiyah Al-Harakiyah (Tarbiyah Yang Sentiasa Dinamik Dalam Bergerak) iaitu tarbiyah yang dibangun di atas asas pembinaan medan yang realistik, bukan sekadar ideologi atau teori semata-mata.

11. At-Tarbiyah Ad-Daqiqah Wal Amiqah (Tarbiyah Yang Kukuh dan Mendalam) iaitu tarbiyah yang bukan hanya nampak pada permukaan semata-mata, namun meresap ke dalam lubuk hati manusia dalam berbagai ajaran, wasilah dan bentuk-bentuknya.

KANDUNGAN TARBIYAH

Al-Ikhwan telah memberikan batasan tentang konsep tarbiyah dan takwin sebagai berikut :

1. Cara yang bersinergi dalam berinteraksi dengan fitrah manusia dalam bentuk arahan langsung; samada dengan kata-kata atau qudwah (keteladanan), sesuai dengan manhaj dan wasilah khusus bagi melakukan perubahan ke atas manusia untuk menjadi lebih baik.

2. Susunan pengalaman tarbiyah yang digerakkan oleh jamaah terhadap individu dengan tujuan untuk membantu mereka melakukan pertumbuhan yang komprehensif, bersepadu dan seimbang dalam berbagai sisinya (iman dan akhlak, sosial dan politik, akal dan jiwa, ilmu pengetahuan dan seni, jasad dan ruh); dengan pertumbuhan yang mengarah kepada pengislahan perilaku dan bekerja untuk mewujudkan insan soleh yang diidam-idamkan.

3. Merubah manusia dari satu keadaan ke keadaan yang lain, (dalam pandangan dan ideologi, perasaan dan sentuhan rasa, tujuan dan wasilahnya), pembentukan yang menembusi ruh, alam nyata dan rasa, bukan hanya dalam bentuk nyata semata-mata, yang direfleksikan dalam perjuangan dan kesungguhan yang menyatu pada individu atau peribadi yang ditarbiyah.

Maka dari orang yang teguh dengan tarbiyah, mampu melintasi jalan panjang yang menyebar serta menyentuh setiap individu, keluarga dan masyarakat sesuai dengan sistem dan bangunan Islam yang lengkap; dengan memperhatikan tahap-tahap perubahan yang diidam-idamkan; “pengetahuan, perasaan dan perilaku” atau “jiwa, hati dan raga”, sebagai manhaj untuk melakukan pembentukan yang dimulai oleh individu.

TARBIYAH BEKALAN UTAMA DALAM DAKWAH

Mana mungkin kita akan berterusan dalam dakwah kecuali jika kita cukup bekalan tarbawi kerana orang yang tidak cukup bekalan tidak akan dapat memberi tarbiah kepada orang lain.

Tarbiyah sepatutnya menjadi syiar kita dalam dakwah malah ia seharusnya menjadi keutamaan kita. Syiar inilah yang akan berada di hadapan kita dan yang semestinya dijadikan sebagai realiti di medan.

Kita pindahkan segala teori kepada praktikal serta pelaksanaan yang mendalam.

Di antara ciri-ciri tarbiah adalah :

  1. Menghimpunkan.
  2. Menyusun.

Intima’ kita bukan sekadar intima’ fikrah semata-mata atau emosi sahaja atau haraki semata-mata malah intima’ kita dengan dakwah ini terbahagi kepada tiga rukun :

  1. Intima’ fikri pada akal.
  2. Intima’ hati di jiwa.
  3. Intima’ haraki pada anggota tubuh badan.

Maka tarbiah yang sebenar yang fahami oleh Al-Ikhwan adalah secara tanzimi (tersusun) dan tajmi’ (menghimpunkan).

Ya Allah kekalkanlah diri kami di atas jalan tarbiyah ini yang akan memantapkan penggabungan kami terhadap harakah yang berkat ini meliputi pemikiran, hati dan pergerakan kami.

Ameen Ya Rabbal Alameen

Dakwah.Info

Asas - Asas Bangunan Dakwah

Membangun kekuatan dakwah yang mutlak memerlukan perajurit yang memiliki visi perjuangan yang jelas kerana kefahaman dan persepsi seseorang sangat memberi pengaruh kepada sikapnya.

Asas kepada sebuah bangunan dakwah yang kukuh ada tiga (3) iaitu :

  1. Kefahaman terhadap visi perjuangan.
  2. Kekuatan niat yang mengiringinya.
  3. Kekuatan amal yang dilaksanakan.

Ketiga-tiga asas di atas akan memberi aliran semangat yang tidak pernah kenal lemah bagi para pendakwah.

KEFAHAMAN TERHADAP VISI PERJUANGAN

Tanpa memiliki fikrah yang jelas, dakwah akan :

  1. Kehilangan ‘bashirah’.
  2. Miskin ketajaman langkah.
  3. Mudah terjebak oleh suasana yang menipu.
  4. Dilanda fitnah.

Perjalanan dakwah yang panjang, diikuti oleh karakteristik fasa yang dilaluinya mestilah disedari oleh setiap pendakwah.

Tidak sedikit orang yang gugur di jalan dakwah kerana tidak faham dengan langkah-langkah dan strategi umum dakwah di mana :

  1. Wujud ketidaksabaran dan sikap tergesa-gesa yang mendorong seseorang untuk memetik buahnya sebelum masak.
  2. Ada juga sebaliknya iaitu yang justeru seolah-olah terseret dan tidak mampu mengikuti sifat dinamik dakwah.
  3. Kurangnya kreativiti, inovasi, apalagi kerja kuat dalam kerja dakwah. Kadangkala, ada yang terlampau ‘jumud’ sehingga sentiasa menunggu untuk diperintah, bagaikan gong yang tidak akan berbunyi jika tidak dipukul.

Selain memahami ‘khittah’ (perancangan) dakwah, para pendakwah juga mesti memahami dengan jelas apa sahaja rintangan dan halangan yang akan dihadapi dalam dakwah.

Perjuangan dakwah mempunyai khazanah pengalaman yang berharga di mana selain jalannya yang panjang, ianya juga bukan jalan yang ditabur dengan bunga dan intan berlian bahkan ianya umpama hutan belantara yang penuh dengan duri dan binatang buas. Selain itu, seorang pendakwah juga mestilah memahami petunjuk-petunjuk atau ‘manhaj’ dakwah.

Apabila kefahaman tentang fikrah dakwah ini telah dimiliki, maka kewajiban lain adalah menjaga agar kefahaman yang baik itu tetap stabil. Ertinya, dalam menghadapi berbagai persoalan, seorang pendakwah tidak akan terjerumus kepada pendapat individu yang bertentangan dengan ‘grand design’ yang telah ditetapkan oleh perancangan dakwah.

Namun demikian, kelurusan visi dakwah juga mesti terus diasah melalui interaksi yang lebih mendalam dengan komuniti dakwah. Informasi sekitar langkah dan urusan dakwah seharusnya diterima melalui alur dan sumber yang jelas.

Dalam sesebuah organisasi dakwah, ada saluran informasi yang betul di mana ini adalah salah satu pelajaran dari firman Allah swt :

“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Padahal kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya dapat mengetahui dari mereka.”(QS An-Nisaa’ : 83)

Sikap ini penting dijaga agar bangunan dakwah tidak hancur berantakan.

Seorang penyair pernah bermadah :

“Jika ada seribu pembangun, seorang penghancur sahaja sudah cukup. Bagaimana dengan seorang pembangun apabila dibelakangnya ada seribu penghancur?”

KEKUATAN NIAT YANG MENGIRINGI

Ikhlas niat adalah sebuah kekuatan yang hebat bagi perjuangan para pendakwah. Ia berjuang hanya mengharapkan apa yang ada disisi Rabbnya bukan selain itu kerana jika tidak, ia pasti akan kecewa dan tidak akan mendapat hasilnya.

Seorang pendakwah mestilah sentiasa sensitif dalam niatnya agar jangan sampai keikhlasan hati dalam berdakwah dikotori oleh :

  1. Kekuasaan.
  2. Harta benda.
  3. Lawan jenis.

Keikhlasan niat mestilah dijaga dari sebelum melakukan sesuatu sehinggalah setelah melakukan perbuatan tersebut di mana seluruh fokus kehidupannya hanyalah untuk Allah swt kerana Allah swt hanya menerima amal sesiapa yang menghajatkan diri kepadaNya semata-mata dan Allah swt tidak memerlukan sekutu apapun dalam setiap perbuatan manusia.

Orang yang faham mestilah sentiasa ikhlas terhadap kefahaman ilmunya sedangkan orang yang ikhlas mestilah faham dalam mengamalkan apa yang difahaminya sehingga akan lahirlah amal yang ‘hebat’ kerana ditegakkan oleh kefahaman dan ikhlas.

Ketika seseorang mempersembahkan sesuatu hanya khusus bagi orang yang dicintainya, ia tentulah akan mempersembahkan yang terbaik dan paling istimewa untuknya; bukan yang biasa-biasa sahaja, apalagi yang berkualiti buruk.

Demikian pula orang yang ikhlas yang mempersembahkan amalnya hanya untuk Allah, Penciptanya di mana ia hanya akan mempersembahkan amalan terbaik dan paling istimewa untuk-Nya.

Akhirnya, ikhlas sesungguhnya akan membuahkan ihsan, yakni melakukan amalan terbaik sesuai dengan yang apa yang Allah kehendaki.

Jika dikaitkan dengan aktiviti dakwah, dakwah yang ikhlas adalah dakwah :

  1. Yang berkualiti.
  2. Yang terbaik.
  3. Yang optimum.

Seorang pendakwah yang ikhlas akan sentiasa melakukan dakwah yang berkualiti, yang terbaik dan optimum untuk dipersembahkan kepadaNya. Ringkasnya, ia akan memiliki ihsan dalam dakwahnya.

Sebaliknya, pendakwah yang tidak ikhlas atau kurang ikhlas, amal dakwahnya hanya ‘biasa-biasa’ sahaja, seolah-olah amal dakwahnya bukan kerana Allah.

Seorang ulama’ pernah menulis beberapa ciri pendakwah yang tidak atau kurang ikhlas dalam dakwahnya seperti berikut :

  1. Hanya memberikan waktu yang tersisa bagi dakwahnya.
  2. Bermalas-malasan dalam menunaikan amanah dakwahnya.
  3. Sesekali berdakwah, tetapi seringkali meninggalkan dakwah.
  4. Jika ada ruang dan kesempatan, ia akan berusaha untuk melemparkan beban kewajiban dakwah kepada orang lain lalu berlepas diri dari dakwah.
  5. Dilihat tidak bersungguh-sungguh dalam merancang dan melaksanakan amanah dakwah serta tidak berusaha untuk menghasilkan dakwah yang terbaik dan optimum.
  6. Mudah putus asa, bahkan gugur di jalan dakwah ketika dihadapkan dengan berbagai rintangan dakwah.

Dengan merenungkan keenam ciri-ciri di atas, seseorang yang mengaku dirinya sebagai pendakwah tentulah boleh menilai apakah dakwahnya merupakan dakwah yang ikhlas atau tidak.

Dengan itu, ia akan dapat memastikan apakah selama ini amalan dakwahnya diterima oleh Allah swt ataupun tidak. Jika

tidak, betapa ruginya kerana Allah dan RasulNya telah menempatkan dakwah pada kedudukan yang sangat terpuji.

Lebih dari itu, dakwah adalah ‘fardhu’ bagi kaum muslimin. Bahkan dakwah adalah kewajiban yang mesti dilakukan dan tidak boleh diganti dengan sesuatu ‘kafarah’ apapun jika ditinggalkan.

Adalah wajar jika para Nabi dan para Rasul Allah menjadikan dakwah sebagai teras hidup mereka. Diceritakan bahwa Nabi Nuh as berdakwah tidak kurang dari 950 tahun dan usaha itu ia lakukan siang dan malam.

Demikian juga yang dilakukan oleh Baginda Rasulullah saw selama 23 tahun sejak baginda diangkat sebagai Utusan Allah.

Ini sekaligus menunjukkan betapa ikhlasnya para Nabi dan Rasul Allah dalam melaksanakan aktiviti dakwah mereka. Jika tidak mana mungkin mereka mempertaruhkan usia, tenaga, fikiran, harta bahkan nyawa mereka di jalan dakwah.

KEKUATAN AMAL YANG DILAKSANAKAN

Amal yang benar adalah hasil dari ilmu yang benar dan keikhlasan niat. Hendaknya seorang pendakwah menjaga sikap istiqamah dan keseimbangan dalam beramal.

Amal yang sedikit lebih baik daripada amal yang banyak tapi tidak berterusan dan ia juga mesti seimbang serta sekata dalam perlaksanaan amal-amal Islam serta tidak mengambil sebahagian dan meninggalkan sebahagian lainnya.

Selain itu seorang pendakwah mestilah mempunyai kesungguhan dalam amal dakwahnya di mana ia memiliki kerelaan untuk bekerja kuat serta sanggup menderita demi sesuatu yang diyakininya sebagai kebenaran.

Manusia yang memiliki akal akan mengerti tentang berharganya cincin berlian di mana mereka sanggup berkelahi untuk merebutkannya tetapi anjing yang berada dekat dengan cincin berlian itu tidak akan pernah menghargai cincin berlian itu sebaliknya ia akan terus berlari mengejar tulang yang ada di situ lalu mencari tempat untuk memuaskan kerakusannya.

Apabila kita memandang sesuatu benda bernilai itu sangat berharga, maka kita akan rela berkorban dan berusaha dengan penuh kesungguhan untuk :

a. Mendapatkannya.

b. Menjaganya.

c. Mempertahankannya.

Sebaliknya, jika kita memandang sesuatu benda tersebut tidak cukup berharga untuk kita perjuangkan, maka jangan harap kita akan tergerak untuk berkorban dan berjuang dengan penuh kesungguhan.

Hingga pada akhirnya kesungguhan dalam dakwah memang bergantung kepada :

1. Bagaimana persepsi pendakwah terhadap dakwah itu sendiri.

2. Seberapa pentingnya dakwah tersebut bagi pendakwah itu.

3. Seberapa sesuainya dakwah untuk diperjuangkan dengan penuh kesungguhan.

Namun di sana ada masa-masanya ketika komitmen seorang pendakwah dibenturkan dengan berbagai kesukaran dan masalah maka, itulah saatnya untuk mengetahui akan kualiti kesungguhannya.

KESEDARAN AKAN BEBAN DAN AMANAH DAKWAH

Dalam banyak kegiatan dakwah, ketika kita melakukan penilaian terhadap setiap kegiatan dalam organisasi kita, ada satu masalah klasik yang sentiasa menghantui kita dalam setiap hasil penilaian tersebut iaitu masalah sumber tenaga pendakwah di mana ia bukanlah sebuah masalah, namun ia justeru merupakan fitrah dari dakwah itu sendiri.

Ini tidaklah bermaksud untuk mencari pembenaran ke atas kekurangan yang ada pada kerja-kerja dakwah, tapi untuk mempertegaskan bahwa dalam sejarah perjalanan dakwah, jumlah ‘rijal’ yang menyeru kepada kebaikan dan kebenaran sentiasa jauh lebih sedikit dari orang-orang yang memerlukan dan harus ‘diselamatkan’ oleh dakwah.

Keadaan ini kerap kali meletakkan kita pada posisi yang tidak mempunyai pilihan lain atau perlu menetapkan pilihan yang serba sukar.

Begitu banyak amanah yang harus dipikul sementara sumber tenaga manusia begitu terbatas samada :

a. Jumlahnya yang tidak mencukupi.

atau

b. Kualitinya yang tidak merata dan seimbang.

Dalam konteks ini, pengertian amanah yang ‘overload’ pada seorang pendakwah menjadi persoalan yang sering diperdebatkan.

Bukankah dakwah itu sendiri memang berat?

Bukankah sudah menjadi kepastian bahwa bagi seorang pendakwah, bebannya lebih besar dari kebanyakan orang sehingga sudah tidak pada tempatnya lagi jika seorang pendakwah masih mengharapkan waktu senggang dan kesenangan-kesenangan seperti orang-orang lain yang tidak memikul amanah dakwah?

Kesenangan dan hiburan bagi pendakwah hanyalah untuk memulihkan stamina agar dapat terus melangkah di jalan yang panjang ini dan perasaan kebersamaan para pendakwah adalah hiburan dan kesenangan bagi mereka samada kebersamaan dalam menanggung beban, tertawa bersama dan menangis bersama di mana ianya adalah sebahagian dari kebahagiaan di atas jalan dakwah.

Kesungguhan seorang pendakwah akan mendorongnya untuk sensitif dan responsif terhadap permasalahan dakwah. Ia akan merasakan bahwa permasalahan dakwah adalah juga masalah peribadinya, kerana ia sangat menyedari bahwa setiap orang bertanggungjawab atas dirinya sendiri.

Allah azza wa jalla akan meminta pertanggungjawaban dari setiap peribadi atas semua yang dilakukan dan yang tidak dilakukannya. Amanah-amanah yang merupakan sebahagian dari projek dakwah dan beban organisasi, ketika tidak dilaksanakan dengan baik atau terabai, akan menjadi tanggungjawab dari setiap individu pendakwah sebagai sebahagian dari organisasi itu sendiri.

Ketika Bani Israil diperintahkan untuk tidak mencari ikan di hari Sabtu, sebahagian dari mereka cuba untuk melanggar perintah ini dengan memasang perangkap ikan di hari Jumaat dan mengambil hasil tangkapannya pada hari Ahad.

Sebahagian yang lain tetap mentaati perintah Allah, memberikan peringatan kepada saudara-saudaranya yang melanggar namun peringatan mereka diremehkan dan bahkan dikatakan bahwa pelanggaran itu bukanlah urusan mereka.

Orang-orang yang memberikan peringatan ini, mengatakan bahwa mereka memberikan ‘taushiyah’ itu agar mereka mempunyai hujjah atau bukti di hadapan Allah bahwa mereka telah melakukan sesuatu semampu mungkin dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, walaupun hasilnya tidaklah seperti yang diharapkan.

Kisah tersebut mengajarkan kepada kita bahwa kewajiban berdakwah tidaklah gugur hanya kerana mad’u kita menolak dakwah ini. Ia tidak pula gugur kerana saudara-saudara kita meninggalkan dakwah, melalaikan amanah-amanahnya dan meninggalkan kita berjuang sendirian kerana masalah dakwah adalah masalah pertanggungjawaban kita seorang diri di hadapan Allah sehingga kita mempunyai hujjah dihadapan Allah bahwa kita telah melakukan yang terbaik yang kita boleh dan biarkanlah Allah, para rasul dan orang-orang yang beriman yang menilai kerja kuat kita.

Ada satu ungkapan yang indah untuk direnungkan :

“Organsisai itu terdiri dari

1. Material.

2. Sumber Tenaga Manusia.

3. Nilai.

Jika nilai menjadi orbit material dan sumber tenaga manusia maka organisasi itu sihat.

Jika manusia yang jadi orbit nilai dan material, maka organisasi itu sudah sakit.

Jika material yang yang jadi orbit manusia dan nilai, maka organisasi itu mati”.

Ya, Allah tambahkanlah untuk kami keikhlasan niat, kedalaman ilmu, kelapangan hati, kebersihan jiwa, kejernihan fikiran, lautan kesabaran, samudera kelembutan serta indahnya cinta dan kasih sayang dalam ukhuwah dalam kami memikul amanah dakwah dan tarbiyah di jalanMu sehingga kami mendapat keridhaanMu di akhirat nanti.

Ameen Ya Rabbal Alameen

Wan Ahmad Sanadi Wan Ali

Pengurus JK Tarbiah IKRAM Shah Alam

Ahlul Kitab : Dulu & Kini



Sesungguhnya agama yang diakui Allah adalah al-Islam. Dan tidaklah kaum yang diberi al-Kitab itu berselisih paham, kecuali setelah datangnya bukti yang meyakinkan karena kedengkian di antara mereka.” (QS Ali Imran: 19).
AL-Quran juga menyebutkan bahwa kaum ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) memang tidak sama. Ada yang kemudian beriman kepada kenabian Muhammad saw. Jumlahnya sedikit (QS 2:88). Tetapi sebagian besar fasik. (QS 3:110). Di zaman Rasulullah saw, ada dua tokoh Yahudi yang terkemuka yang akhirnya memeluk Islam, beriman kepada risalah yang dibawa Nabi Muhammad saw. Keduanya, yakni Hushein bin Salam dan Mukhairiq, menjadi bahan cemoohan kaumnya sendiri. Jika sebelumnya mereka sangat dihormati, setelah masuk Islam, mereka dikucilkan.
Moenawar Khalil, dalam bukunya, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad saw (Jakarta: GIP, 2001), menceritakan, Hushein bin Salam kemudian diganti namanya oleh Rasulullah saw menjadi Abdullah bin Salam.
Dia pernah membuktikan bagaimana sikap kaumnya terhadap dirinya. Suatu ketika, kaum Yahudi datang kepada Rasulullah, saat Abdullah bin Salam sedang di sana. Dia berpesan kepada Rasulullah agar menanyakan kepada kaumnya, bagaimana pandangan mereka terhadap dirinya. Saat kaum Yahudi datang, Rasulullah saw bertanya pada mereka, bagaimana pandangan mereka terhadap Husein. Yahudi menjawab: ”Ia adalah sebaik-baik orang kami dan sebaik-baik anak lelaki orang kami. Ia adalah semulia-mulia orang kami dan anak lelaki dari seorang yang paling alim dalam golongan kami, karena dewasa ini di kota Madinah tidak ada seorangpun yang melebihi kealimannya tentang kitab Allah (Taurat).”
Kaum Yahudi itu memuji-muji Abdullah. Kemudian Abdullah muncul dan mengajak kaum Yahudi untuk beriman pada kenabian Muhammad saw. Abdullah mengatakan kepada kaumnya, bahwa mereka sebenarnya telah memahami Muhammad adalah utusan Allah, sebab sifat-sifatnya telah disebutkan dalam Kitab mereka.
Mendengar ucapan Abdullah bin Salam, kaum Yahudi berbalik mencaci maki, dan menuduhnya sebagai pendusta. Sebab, dia sudah tidak lagi memeluk agama Yahudi. Ketika itu, turunlah wahyu kepada Rasulullah saw: ”Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku, bagaimanakah pendapatmu jika Al Qur'an itu datang dari sisi Allah, padahal kamu mengingkarinya dan seorang saksi dari Bani Israil mengakui (kebenaran) yang serupa dengan (yang disebut dalam) Al Qur'an lalu dia beriman, sedang kamu menyombongkan diri. Sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim".(QS Al-Ahqaf ayat 10)
Setelah kabar keislaman Abdullah bin Salam tersiar di kalangan kaum Yahudi, maka mereka dengan congkak dan sombong mengata-mengatai, mencaci-maki, menghina, menjelek-jelekkan dan memusuhinya dengan sekeras-kerasnya. Abdullah bin Salam tidak mempedulikan caci maki keluarga dan kaumnya. Dia terus bertahan dalam Islam dan termasuk sahabat Nabi dari kaum Anshar. Ia meninggal tahun 43 H di Madinah, di masa Khalifah Mu’awiyah.
”Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang). Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan mereka menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh. Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menerima pahala) nya; dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertakwa.” (QS Ali Imran ayat 113-115)
Abdullah bin Salam termasuk diantara kaum Yahudi yang menyimpang dari tradisi kaumnya yang menolak kenabian Muhammad saw. Ia berani menentang tradisi kesombongan kaumnya sendiri. Di antara kaum Yahudi, ada juga yang berani mengkritik ajaran agamanya dan praktik-praktik kebiadaban kaumnya sendiri, meskipun mereka tidak sampai memeluk agama Islam. Salah satunya adalah Dr. Israel Shahak. Guru besar biokimia di Hebrew University ini memang bukan Yahudi biasa. Dia tidak seperti sebagaimana kebanyakan Yahudi lainnya, yang mendukung atau hanya bengong saja menyaksikan kejahatan kaumnya. Suatu ketika, saat dia berada di Jerusalem, pakar biokimia dari Hebrew University ini menjumpai kasus yang mengubah pikiran dan jalan hidupnya. Saat itu, hari Sabtu (Sabath) Shahak berusaha meminjam telepon seorang Yahudi untuk memanggil ambulan, demi menolong seorang non-Yahudi yang sedang dalam kondisi kritis.
Di luar dugaannya, si Yahudi menolak meminjamkan teleponnya. Orang non-Yahudi itu pun akhirnya tidak tertolong lagi. Prof. Shahak kemudian membawa kasus ini ke Dewan Rabbi Yahudi – semacam majlis ulama Yahudi – di Jerusalem. Dia menanyakan, apakah menurut agama Yahudi, tindakan si Yahudi yang tidak mau menyelamatkan orang non-Yahudi itu dapat dibenarkan oleh agama Yahudi. Lagi-lagi, Prof. Shahak terperangah. Dewan Rabbi Yahudi di Jerusalem (The Rabbinical Court of Jerusalem) menyetujui tindakan si Yahudi yang mengantarkan orang non-Yahudi ke ujung maut. Bahkan, itu dikatakan sebagai ”tindakan yang mulia”. Prof. Shahak menulis: ”The answered that the Jew in question had behaved correctly indeed piously.”
Kasus itulah yang mengantarkan Prof. Shahak untuk melakukan pengkajian lebih jauh tentang agama Yahudi dan realitas negara Israel. Hasilnya, keluar sebuah buku berjudul Jewish History, Jewish Religion (London: Pluto Press, 1994). Dalam penelitiannya, ia mendapati betapa rasialisnya agama Yahudi dan juga negara Yahudi (Israel). Karena itulah, dia sampai pada kesimpulan, bahwa negara Israel memang merupakan ancaman bagi perdamaian dunia. Katanya, “In my view, Israel as a Jewish state constitutes a danger not only to itself and its inhabitants, but to all Jew and to all other peoples and states in the Middle East and beyond.”
Sebagai satu ”negara Yahudi” (a Jewish state), negara Israel adalah milik eksklusif bagi setiap orang yang dikategorikan sebagai ”Jewish”, tidak peduli dimana pun ia berada. Shahak menulis: “Israel ’belongs’ to persons who are defined bu the Israeli authorities as ‘Jewish’, irrespective of where they live, and to them alone.”

Dr. Israel Shahak menggugat, kenapa yang dipersoalkan hanya orang-orang yang bersikap anti-Yahudi. Sementara realitas pemikiran dan sikap Yahudi yang sangat diskriminatif terhadap bangsa lain justru sering diabaikan.

Adianhusaini.com

Minggu, 29 Mei 2011

Mengapa "Buta" pada Kelebihan Orang Lain


Oleh: Ustadz Azmi Fajri Usman

Memandang sepele orang lain, bukanlah tanda kita lebih mulia dari orang itu. Merendahkan orang lain, justru menjadi cirri kekurangan dan kelemahan kita sendiri. Kelemahan itu terjadi karena kita tidak tahu menialai diri dan orang yang kita sepelekan. Sikap menyepelekan, ternyata bisa menjatuhkan dan mempermalukan kita, jika ternyata kondisi sebenarnya berbeda dengan penilaian kita.

Beberpa langkah berikut, akan membantu kita untuk lebih menghormati dan menilai orang lain dengan bijaksana.

  1. Bukalah ‘Mata’ terhadap kelebihan orang lain

Diatas langit ada langit. Istilah itu barangkali sering kita dengar, untuk menggambarkan bahwa tidak ada makhluk yang mengerti semua hal dimuka bumi ini. Sudah semestinya banyak orang orang baik yang kita tidak tahu. Sepintar dan sehebat apapun seseorang , pasti ada yang lebih bagus dan lebih baik. Meski biasanya, orang yang benar-benar baik dan istimewa, justru tidak akan merasa lebih tinggi dan lebih baik dari orang lain. Karena semakin dalam ilmu seseorang, semakin banyak amalnya, ia makin merendah di hadapan orang lain. Sebaliknya, justru orang yang merasa lebih hebat dan lebih baik dari orang lain adalah orang yang minim kualitas dan kuantitas amalnya. Orang-orang yang memiliki amal-amal lebih baik, memang kerap tidak suka bila amalnya diketahui orang. Itulah yang menjadi karakter para salafushalih dahulu.

Jika kita jeli, betapa sering kita mengalami keterkejutan saat keliru menilai sesuatu yang ternyata berbeda 180 derajat dari yang kita duga sebelumya. Betapa sering kita melihat kebaikan yang dilakukan orang yang “biasa-biasa saja”, sebuah nilai yang tidak kita prediksi sebelumnya. Simaklah bagaimana terkejutnya seorang yang sombong dihadapan Salman Al Farisi ra. Ketika Salman Al FArisi menjadi gubernur Madain, ia pernah dianggap kuli panggul oleh seorang kaya dan terkemuka di kota itu. “ Mari bawakan barang ini,” kata orang itu, yang belum mengenal Salman.

Barang-barang itu diangkat salaman di atas bahunya. Setiap bertemu penduduk, mereka menawarkan diri untuk membawakan barang itu. Tetapi Salaman terus membawanya dan menolak orang-orang yang akan menggantikan, hhingga ia sampai ke rumah si kaya. Setelah orang itu mengetahui bahwa yang disuruhnya adalah gubernur, ia sangat terkejut. Ia meminta maaf dan berkata, “Saya berjanji tidak akan menghina orang sesudah kejadian ini untuk selamanya.”

  1. Rahasiakanlah amal, Agar kita mengerti orang yang Merahasiakan Amalnya

Ada dua hal penting yang minimal bisa kita peroleh dengan merahasiakan amal. Pertama, merahasiakan amal adalah cara yang bisa labih memberi ketenangan hati pelakunya. Berbeda dengan ketika suatu amal dilakukan di depan dan diketahui banyak orang. Al Harits Al Muhasibi mengatakan, “ Orang yang shadiq adalah yang tidak suka jika mereka mengetahui kebaikan amalnya dan dia tidak benci jika mereka mengetahui keburukan amalnya. Jika dia benci karena orang mengetahui keburukannya, berarti dia menghendaki kehormatan di mata mereka, dan ini bukan tanda shiddiqin.”

Kedua, dengan melakukan amal tersembunyi kiya lebih bijak menilai orang lain. Kita akan mengerti, bahwa ada banyak amal orang lain yang sama sekali tidak kita ketahui, sebagaimana yang kita lakukan. Kita menyadari, bahwa ada banyak kemungkinan seseorang menyembunyikan amalnya, sebagaimana kita juga melakukannya. Kita tahu, tidak pada tempatnya menilai orang secara lahir. Seorang ahli hikmah mengatakan, “ Kebanggaan seorang mukmin hnya denan Tuhan, kemuliaan seorang mukmin hanya dengan agamanya. Sedangkan orang munafik bangga dengan kebanggaan dari orang lain dan merasa mulia dengan harta kekayaannya.”

  1. Pandanglah Diri kita Sebagai Orang Bodoh

Sikap seperti ini adalah kunci keberhasilan dan perubahan kea rah lebih baik. Memandang iri sebagai orang bodoh, bukan menjadikan kita merasa tidak percaya diri, tapi harus lebih melecut diri untuk banyak belajar dari banyak keadaan. Kenyataan hidup mengajarkan kita, selalu ada orang lain yang lebih pintar dalam satu atau beberapa bidang tertentu. Maka, perlu sikap mengalah, tak henti belajar dan menyempurnakan diri.

Kita biasanya lebih sering berbicara tentang kekurangan orang lain daripada kelebihan mereka. Kita memperhatikan kekurangan itu, lalu membicarakannya untuk lebih mengukuhkan kelebihan dan keutamaan kita dari orang lain. Padahal sikap seperti itulah yang menghalangi seseorang bisa berkembang dan tumbuh pada keadaan yang lebih baik. Cobalah bertanya, apakah kita sudah menjadi manusi ayang benar-benar dikatakan baik menurut Allah? Jika mengetahui bahwa kita masih memiliki banyak kekurangan, sebaiknya kita tidak cenderung mudah menilai kelemahan dan kesalahan orang lain. Apalagi, sebenarnya, tidak ada waktu sama sekali untuk mencari-cari kesalahan orang lain, karena kita mesti banyak menilai kelemahan dan kesalahan diri sendiri.

Waktu kita harus lebih dikhususkan untuk mencari kesalahan dan kekurangan diri. Kita mesti jujur pada diri sendiri, karena setiap melontarkan penilaian buruk ,lalu meremehkan dan mencaci orang lain, berarti memperlihatkan keadaan diri kita sebenarnya. Maka, perbaikilah diri dengan bercermin dari sikap orang lain. Yakinilah, semakin kita memperbaiki diri, maka Allah akan memberikan yang terbaik pula bagi kita.

Tumbuhkan rasa malu, karena ternyata banyak orang orang yang menyimpan kebaikan, apapun kebaikannya dan betapapun kondisi mereka. Tawadhu dan jangan sombong. Karena sebenarnya kerendahan hati justru mengunngkapkan kekuatan. Hanya orang yang kuat jiwanya yang bisa bersikap rendah hati.

Simaklah apa yang dialami Al Muhallab bin Abi Shufrah, seorang komandan perang pada pemerintahan Al Hhijjaj. Suatu hari ia degan pakaian sutera berjalan kebeberapa sudut kota dengan angkuh. Secara kebetulan, ia berpaspasan dengan Mutharrif bin Abdullah, seorang ulama yang disegani. Mutharrif menegurnya, “ Hai hamba Allah, jalan yang seperti itu dimurkai Allah dan Rasul-Nya.” Al Muhallab terkejut dan mengatakan sinis, “ Apakah engkau belum kenal saya?” Mutharrif menjawab dengan tenang,” Saya sudah tahu tentang diri mu, engkau berasal dari sesuatu yang jijik dan akhirnya menjadi bangkai yang juga menjijikkan, dan engkau diantara dua keadaan itu selalu membawa kotoran.” Al Muhallab terkejut, lantas segera merubah cara jalannya.

  1. Berlatihlah Menemukan Inspirasi Baru dari Sikap orang Lain

Ini bagian dari pembelajaran kita pada sikap orang lain. Kita selayaknya bisa mendapatkan inspirasi kebaikan dari sikap dan kondisi orang lain, bagaimanapun keadaan mereka. Seluruh peristiwa dalam hidup ini sebenarnya guru yang bisa mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang lebih baik. Mungkin saja jalan hidup yang kita lalui tidak sama dengan orang lain, tapi perilaku orang lain semestinya bisa melahirkan imbas semangat baru pada hidup kita.

Barang kali ini rahasianya bila Rasulullah saw membolehkan kita untuk memendam rasa iri terhadap dua perkara, sebagaimana hadits berikut,” Tidak boleh iri hari kecuali terhadap dua perkara. Yaitu terhadap seseorang yang dikarunikan oleh Allah harta kekayaan tapi dia memanfaatkannya untuk urusan kebenaran. Dan seseorang yang diberikan ilmu pengetahuan oleh Allah lalu memanfaatkan dan mengajarkannya pada orang lain.” (HR. Muslim)

Hadits ini mengisyaratkan secara tidak langsung bahwa kita mesti bisa memetik pelajaran dari sesuatu yang baik milik orang lain. Segala keadaan harus bisa menghasilkan sesuatu yang posotif bagi diri kita. Di sini kearifan dan kebijakan kita diuji. Apakah kita tetap bisa memelihara sikap positif dan melihat segala sesuatu dari kacamata positif, bahkan terhadap situasi yang buruk sekalipun. Apakah kita lebih suka mencari solusi daripada frustasi, lebih suka memuji daripada mengecam dan lain sebagainya.

  1. Dekatlah kepada Allah, Agar Bisa Menangkap Hikmah

Kedekatan kepada Allah, akan banyak mempengaruhi kita dalam menilai sesuatu. Orang yang dekat dengan Allah akan lebih menggunakan kaca mata hikmah, ketimbang kaca mata tuduhan, terhadap berbagai peristiwa yang ia lihat dan alami. Ia akan lebih kokoh dan tidak tergoda dengan fenomena lahir, pujian, pamgkat, kedudukan dan semua label kehormatandari manusia. Ia juga akan terhindar dari penialaian keliru terhadap orang lain, merasa lebih baik dari orang lain, dan lebih memperhatikan kekurangan diri daripada melihat kekurangan orang lain.

Bercerminlah pada pribadi sahabat RAsulullah, Abdullah bin Mas’ud ra. Ia seseorang yang lemah fisiknya. Tidak berharta dan bukan keturunan bangsawan. Pekerjaannya tidak lebih dari seorang penggembala kambing. Tapi ia telah mengubah semua kondisi itu menjadi ke agungan dan kemuliaan. Ia sahabat Rasulullah yang paling mengerti tentang Alquran dan pernah diminta oleh rasulullah untuk membacakan beberapa ayat dalam surat An Nisa, hingga kedua mata baginda Rasul berlinang.

Ia juga dipuji para sahabat. Umar ra mengatakan, “ Abdullah bin Mas’ud adalah orang yang sangat memahami.” Pemahaman dan penguasaannya terhadap Alquran pula yang menjadikan pribadinya tidak cenderung membanggakan diri. Ia tetap mengatakan, “Jika aku mengetahui seseorang yang lebih mengetahui daripadaku tentang kitab Allah, aku pasti mendatanginya.”

Banyak pelajaran yang besar yang kita petik dari Abdullah bin Mas’ud. Pertama, kondisi lahir ternyata sama sekali tidak mencerminkan kualitas dan keistimewaan seseorang. Kedua, Abdullah bin Mas’ud tetap jernih dalam memandang kelebihan dan keistimewaan orang lain. Tentu saja, sikap itu juga pengaruh interaksinya dengan Al-Quran, hingga dia tetap bisa menangkap hikmah dari manapun datingnya.

Sebagaimana juga kisah Umar bin Abdul Aziz, yang kedatangan tamu pada suatu malam. Seperti biasa sesudah isya, Umar menulis apa yang diperlukannya, sedang tamunya berada dekat dengannya, dan melihat lampu yang sudah berkedip-kedip hamper mati. Tamu itu berkata, “Ya Amirul Mukminin, saya akan bangun memperbaiki lampu.” Namun Umar menjawab, “ Tidak manusiawi bila seseorang menggunakan tenaga tamunya.”

Berkata lagi tamunya itu,”Apakah saya bangunkan pelayan?” jawab Umar, “Tidak, sebab ia baru tidur.” Lalu Umar sendiri mengisi gas lampunya. Tamu itu bertanya, “Ya Amirul Mukminin, engkau sendiri yang membetulkan?” Jawab Umar,” Ketika saya menjadi khalifah saya tetap Umar dan tetap menjadi Umar.”

Umar adalah pribadi yang malam-malamnya kerap diisi amal pendekatan diri kepada Allah. Itulah yang menyebabkannya tidak mudah terbuai kedudukan, pujian dan penghormatan orang. Ia tetap sebagai Umar yang mampu menilai diri dan orang lain secara arif. Itulah yang bisa kita simpulkan dari dua kalimat perkataan Umar, “Tidak manusiawi seseorang menggunakan tenaga tamunya,” dan “saya tetap Umar dan tetap menjadi Umar.”

Mushthala Hadist

Dakwatuna.com. Pada awalnya Rasulullah SAW melarang para sahabat menuliskan hadits, karena dikhawatirkan akan bercampur-baur penulisannya dengan Al-Qur’an. Perintah untuk menuliskan hadits yang pertama kali adalah oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau menulis surat kepada gubernurnya di Madinah, yaitu Abu bakar bin Muhammad bin Amr Hazm untuk membukukan hadits.

Ulama yang pertama kali mengumpulkan hadits adalah Ar-Rabi bin Shabi dan Said bin Abi Arabah, namun pengumpulan hadits tersebut masih acak—tercampur antara yang shahih, dha’if, dan perkataan para sahabat.

Pada kurun kedua, Imam Malik menulis kitab Al-Muwatha di Madinah. Di Makkah hadits dikumpulkan oleh Abu Muhammad Abdul Malik bin Ibnu Juraiz, di Syam oleh Imam Al-Auza'i, di Kufah oleh Sufyan Ats-Tsauri, di Basrah oleh Hammad Bin Salamah.

Pada awal abad ke-3 Hijriyah, mulailah ditulis kitab-kitab musnad, seperti musnad Na’im ibnu Hammad. Pada pertengahan abad ke-3 Hijriyah, mulai ditulis kitab Shahih Bukhari dan Muslim.

Ilmu hadits adalah ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui kedudukan sanad dan matan, apakah diterima atau ditolak. Adapun hadits adalah apa saja yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, dan sifat (lahiriyah dan batiniyah). Sedangkan sanad adalah mata rantai perawi yang menghubungkannya ke matan. Dan pengertian matan adalah perkataan-perkataan yang dinukil sampai ke akhir sanad.

Pembagian Hadits

Dilihat dari konsekuensi hukumnya, hadits terbagi dua; Hadits Maqbul (diterima) dan hadits Mardud (ditolak). Hadits Maqbul terdiri dari Hadits Shahih dan Hadits Hasan, sedangkan Hadits Mardud (ditolak) adalah Hadits Dha’if (lemah).

Hadits Shahih: yaitu hadits yang memenuhi lima syarat berikut ini:
• Sanadnya bersambung (telah mendengar/bertemu antara para perawi).
• Melalui penukilan dari perawi-perawi yang adil. Perawi yang adil adalah perawi yang Muslim, baligh, berakal, terhindar dari sebab-sebab kefasikan dan rusaknya kehormatan.
• Tsiqah (yaitu hapalannya kuat).
• Tidak ada syadz. Syadz adalah seorang perawi yang tsiqah menyelisihi perawi yang lebih tsiqah darinya.
• Tidak ada illat atau kecacatan dalam hadits.

Hadits Shahih dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.

Hadits Hasan: yaitu hadits yang apabila perawi-perawinya hanya sampai pada tingkatan shaduq (tingkatannya berada di bawah tsiqah). Shaduq berarti tingkat kesalahannya 50: 50 atau di bawah 60 persen tingkat ketsiqahannya. Shaduq bisa terjadi pada seorang perawi atau keseluruhan perawi pada rantai sanad.

Para ulama dahulu meneliti tingkat ketsiqahan seorang perawi adalah dengan memberikan ujian, yaitu disuruh membawakan 100 hadits berikut sanad-sanadnya. Jika sang perawi mampu menyebutkan lebih dari 60 hadits (60%) dengan benar maka sang perawi dianggap tsiqah. Hadits Hasan dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.

Selain Hadits Shahih dan Hadits Hasan, ada juga yang disebut Hadits Hasan Shahih. Penyebutan istilah ini sering disebutkan oleh Imam Tirmidzi. Hadits hasan shahih dapat dimaknai dengan dua pengertian: Imam Tirmidzi mengatakannya karena hadits tersebut memiliki dua rantai sanad/lebih. Sebagian sanad hasan dan sebagian lainnya shahih, maka jadilah dia hadits hasan shahih. Jika hanya ada satu sanad, maka hadits tersebut hasan menurut sebagian ulama dan shahih oleh ulama yang lainnya.

Hadits Muttafaqqun Alaihi adalah yang sepakat dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim pada kitab shahih mereka masing-masing.

Hadits Dha’if adalah hadits yang tidak memenuhi salah satu/lebih syarat Hadits Shahih dan Hadits Hasan.

Hadits Dha’if tidak dapat diamalkan dan tidak boleh meriwayatkan Hadits Dha’if kecuali dengan menyebutkan kedudukan hadits tersebut. Hadits dha’if berbeda dengan hadits palsu atau hadits maudhu`.

Hadits dha’if masih punya sanad kepada Rasulullah SAW, namun di beberapa rawi ada dha'f atau kelemahan. Kelemahan ini tidak terkait dengan pemalsuan hadits, tetapi lebih kepada sifat yang dimiliki seorang rawi dalam masalah dhabit atau al-'adalah. Mungkin sudah sering lupa atau ada akhlaknya yang kurang etis di tengah masyarakatnya. Sama sekali tidak ada kaitan dengan upaya memalsukan atau mengarang hadits.

Yang harus dibuang jauh-jauh adalah hadits maudhu', hadits mungkar atau matruk. Dimana hadits itu sama sekali memang tidak punya sanad sama sekali kepada Rasulullah SAW.

Para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan hadits dha`if, di mana sebagian membolehkan untuk fadha'ilul a'mal (keutamaan amal). Dan sebagian lagi memang tidak menerimanya. Namun menurut Imam An-Nawawi dalam Mukaddimah-nya, bolehnya menggunakan hadits-hadits dha’if dalam fadha'ilul a’mal sudah merupakan kesepakatan para ulama.

Buat kita orang-orang yang awam dengan ulumul hadits, tentu untuk mengetahui derajat suatu hadits bisa dengan bertanya kepada para ulama ahli hadits. Sebab merekalah yang punya kemampuan dan kapasitas dalam melakukan penelusuran sanad dan perawi suatu hadits serta menentukan derajatnya.

Tokoh - Tokoh Terkemuka Israel Dukung Palestina Merdeka

Hidayatullah.com--Sejumlah tokoh terkemuka Israel ikut dukung pengakuan Negara Palestina. Ada sekitar 20 tokoh masyarakat Israel, termasuk mantan ketua parlemen dan pemenang Nobel. Mereka menandatangani surat pernyataan dukungan.

Mantan Ketua Parlemen Israel (Knesset) Avraham Burg dan pemenang Nobel ekonomi, Daniel Kahneman termasuk yang ikut mendukung kemerdekaan Palestina.

Sekelompok tokoh terkemuka warga Israel ini telah menanda-tangani sepucuk surat yang mendesak para pemimpin Eropa agar mendukung usaha negara Palestina untuk mendapat pengakuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Organisasi-organisasi berita Israel telah memberitakan isi surat itu hari Jumat. Surat tersebut ditanda-tangani oleh lebih dari 20 tokoh masyarakat yang terkenal di Israel, termasuk mantan Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Alon Leil dan pemenang hadiah Nobel dalam bidang ekonomi, Daniel Kahneman.

Mereka menilai, proklamasi kemerdekaan Palestina adalah langkah positif dan konstruktif mengingat rasa saling mencurigai dan mengulur-ulur waktu oleh kedua pihak.

Kelompok itu juga berjanji untuk mengakui negara Palestina yang didasarkan terutama pada garis perbatasan yang ada sebelum Perang Enam Hari tahun 1967, sebuah persyaratan yang ditentang oleh Perdana Menteri Zionis-Israel Benjamin Netanyahu.

Sebelumnya pekan ini, otoritas Palestina pimpinan Mahmud Abbas berjanji untuk mengusahakan pengakuan PBB akan negara Palestina, kalau tidak ada kemajuan dalam pembicaraan perdamaian dengan Israel yang diperantarai Amerika Serikat sebelum September.

Sabtu, 28 Mei 2011

Perjuangan Bertemu Qiyadah


Oleh : Cahyadi Takariawan*

Namanya Agung Nugroho. Seorang aktivis dakwah yang tinggal di Danurejan, Yogyakarta. Dia bukan pengurus teras PKS, dia hanya seorang kader biasa, sama seperti kader lainnya. Namun dia memiliki semangat yang luar biasa besarnya untuk terlibat dalam upaya mencerdaskan masyarakat Indonesia melalui membaca. Sejak tahun 2003 Agung mendirikan Pustaka Keliling Adil, yang dia jalankan sendiri dengan penuh dedikasi.

Dengan sepeda motor miliknya, ia membawa buku-buku dan hadir ke tengah masyarakat Jogja. Ia meminjamkan buku itu secara gratis kepada siapapun yang memerlukannya. Ya benar, gratis. Padahal ia mengeluarkan biaya untuk mengoleksi buku, merawat, dan membawanya dengan motor ke tengah masyarakat. Ternyata antusias masyarakat demikian besar. Ini yang menjadikan Agung bertambah semangat.

Ia ingin menambah jumlah buku dan sarana yang lebih memadai untuk membawa buku-bukunya agar bisa semakin menjangkau banyak kalangan masyarakat. Maka ia membuat brosur berisi profil Pustaka Keliling Adil, dan berharap akan bisa dibagikan kepada para anggota legislatif saat acara Mukernas PKS di Yogyakarta bulan Februari 2011 yang lalu. Lebih-lebih, ia berharap bisa bertemu dengan para qiyadah PKS yang akan hadir pada Mukernas tersebut. Tapi, mungkinkah ? Ia sadar siapa dirinya.

Ia tidak tahu bagaimana bertemu ustadz Hilmi, ustadz Luthfi atau ustadz Anis. Ia bukan orang senior, juga bukan pengurus teras, apa mungkin diberi waktu dan kesempatan bertemu para qiyadah tersebut ? Kalaupun para qiyadah membuka diri untuk bertemu semua kader, namun pasti ada protokoler tertentu yang membuatnya tidak akan mudah bertemu para qiyadah. Apalagi kalau alasannya karena akan mengajukan proposal, pasti tidak mudah. Tapi keinginannya sangat kuat untuk bertemu langsung dengan para qiyadah.

Ia berpikir keras, bagaimana cara bertemu para qiyadah tanpa merepotkan pihak protokoler? Lesehan di Malioboro, itu momentum yang mungkin bisa mempertemukan dirinya dengan para qiyadah. Ya, mungkin itu momentumnya.

Jumat 25 Februari 2011, para peserta Mukernas PKS beserta para qiyadah akan makan lesehan di Malioboro, sebagai salah satu acara ramah tamah dengan masyarakat Yogyakarta. Agung telah siap di Malioboro tempat digelar makan lesehan itu jam 16.30, padahal acara baru akan dimulai jam 19.30. Ia tidak mau kehilangan momentum itu. Ia datang awal untuk melihat seting tempat dan mengetahui dimana tempat duduk para qiyadah. Benar, ia menemukan satu tempat VVIP yang nantinya akan menjadi lokasi makan para qiyadah dan pejabat penting di lingkungan PKS, seperti para Menteri dari PKS.

Ia menunggu di sekitar lokasi VVIP, sambil membagi brosur Pustaka Keliling Adil kepada para peserta yang mulai berdatangan di lokasi acara. Sore menjelang maghrib, hujan turun dengan cukup deras. Agung tetap setia menanti hadirnya para qiyadah yang dijadwalkan tiba jam 19.30. Ia mengerjakan shalat maghrib di mushalla sekitar acara, dan bersegera kembali berjaga ke tempat semula. Namun betapa terkejut, ketika usai shalat maghrib ia menjumpai tempat VVIP tersebut sudah dijaga dengan ketat oleh Kepanduan.

Ia gelisah, bagaimana cara ia akan masuk ke sana ? Ia tidak peduli. Ia tetap saja berdiri di sekitar lokasi VVIP. Hingga waktu Isya tiba, ia segera ke mushalla untuk menunaikan shalat. Usai shalat Isya ia kembali ke lokasi acara, dan lebih terkejut lagi karena tempat VVIP sudah penuh diisi para qiyadah dan pejabat PKS, dengan pengawalan yang tampak sangat ketat. Bagaimana ia bisa masuk dan bergabung ? Mana mungkin akan diizinkan, sedang ia bukan panitia Mukernas, bukan pengurus teras PKS, bukan siapa-siapa di lokasi acara itu. Ia hanya seorang Agung, yang sangat ingin bertemu para qiyadah.

Ia menatap dari kejauhan. Tiba-tiba matanya tertuju kepada sekelompok pengamen yang diizinkan mengamen di lokasi VVIP. Segera ia menuju ke kerumunan pengamen Malioboro yang tengah menghibur tamu VVIP, dan berdiri di antara para pengamen. Subhanallah, ternyata tak ada yang mempermasalahkan. Pihak panitia mungkin mengira ia adalah bagian dari kelompok pengamen, pihak pengamen mungkin mengira ia panitia. Jadi ia aman saja ikut beraksi di tengah pengamen.

Acara ramah tamah di tempat VVIP berjalan lancar, hingga tiba saat makan malam lesehan. Agung masih saja berdiri bersama para pengamen, dan belum mengetahui bagaimana cara bertemu para qiyadah itu. Ia melihat ustadz Hilmi Aminudin, ustadz Luthfi Hasan Ishaq, ustadz Sukamta, ustadz Zuhrif Hudaya dan para ustadz lainnya tengah duduk bercengkerama dengan akrab dan santai, sembari menikmati sajian lesehan Malioboro. Namun ia tidak berani maju untuk menyapa. Ia “hanya” kelompok pengamen, saat itu.

Cukup lama ia berada di tengah para pegamen, sejak kedatangan para tamu VVIP, hingga kini acara makan malam sudah selesai dan para tamu bersiap hendak meninggalkan lokasi acara, kembali ke tempat Mukernas. Ia tetap tidak tahu bagaimana bisa menyapa ustadz Hilmi dan ustadz Luthfi. Ia tetap saja berdiri di tengah para pengamen.


Tidak dinyana, ustadz Zuhrif Hudaya memanggilnya. Ya, tentu saja ustadz Zuhrif mengenalnya, karena ia kader Jogja. Ustadz Zuhrif berencana akan maju Pilkada Walikota Jogja. Ternyata ustadz Zuhrif meminta untuk memotret di tempat itu, bersama para qiyadah. Senang sekali Agung mendapat kesempatan ke depan. Segera ia maju dan menerima kamera ustadz Zuhrif untuk memotret. Jepret, jepret, jepret…… Ia memotret ustadz Hilmi, ustadz Luthfi, dan para qiyadah lainnya, termasuk para menteri dari PKS…. Luar biasa senang hatinya.

Hatinya berdegub kencang. Saat memotret itu, ia tepat berada di depan ustadz Hilmi dan ustadz Luthfi ! Masyaallah, tak pernah terbayang ia akan berada dalam jarak sedekat ini dengan para qiyadah. Sungguh, ia tidak pernah membayangkan mendapat kesempatan istimewa seperti ini. Tanpa dipikir panjang, usai memotret ia mengeluarkan brosur Pustaka Keliling Adil, dan langsung ia serahkan kepada ustadz Hilmi, ustadz Luthfi, dan semua tamu VVIP yang ada di lokasi itu. Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaha illallah, wallahu akbar ! Ternyata brosur itu diterima para qiyadah, dan langsung dibaca !

Ia tidak percaya. Sungguh, ia melihat sendiri ustadz Hilmi dan ustadz Luthfi membaca brosur itu ! Masyaallah……

Lebih terkejut lagi, tidak berapa lama ustadz Sukamta, ketua DPW PKS DIY, melambaikan tangan kepadanya, isyarat agar ia mendekat. Segera ia datang di depan ustadz Sukamta, ustadz Hilmi dan ustadz Luthfi. Inilah saat itu. Ya, inilah saat yang ditunggu-tunggu. Untuk pertama kalinya ia berjabat tangan dengan ustadz Hilmi dan ustadz Luthfi. Senang sekali hatinya, tak bisa dilukiskan dengan kata-kata….

Ustadz Sukamta mengenalkan dirinya dengan ustadz Hilmi dan ustadz Luthfi, serta para ustadz lainnya. Kemudian ia diminta menceritakan Pustaka Keliling Adil yang dikelolanya. Sangat bersemangat ia mendapat kesempatan langka ini. Segera ia cerita segala yang dilakukan, membawa buku-buku dengan sepeda motor, dan mendatangi masyarakat untuk meminjamkan buku dengan gratis kepada mereka.

Ustadz Hilmi dan ustadz Luthfi mendengar dengan seksama.

“Jadi antum membawa buku itu dengan motor biasa ?” tanya ustadz Hilmi.

“Iya ustadz. Itu fasilitas yang saya punya”, jawab Agung.

“Insyaallah saya akan bantu antum dengan dua motor khusus seperti yang antum perlukan”, kata ustad Hilmi.

Setengah tidak percaya ia mendapat respon yang secepat itu. “Benar ustadz ?” tanya Agung seperti tidak percaya.

“Iya benar”, jawab ustad Hilmi.

“Masyaallah, terimakasih ustadz, jazakallah khairan katsira”, ungkap Agung sangat gembira.

Belum selesai terkejutnya, tiba-tiba ustadz Luthfi menyodorkan sejumlah uang kepadanya. “Ini untuk antum Agung”, kata ustadz Luthfi sembari menyerahkan dana lima juta rupiah.

“Ini untuk apa ustadz ?” tanya Agung.

“Untuk membeli buku, melengkapi koleksi buku antum”, jawab ustadz Luthfi.

“Masyaallah, terimakasih ustadz. Jazakallah khairan katsira”, jawab Agung.

Luar biasa gembira hatinya. Luar biasa gelora jiwanya. Tak mengira bisa bertemu, berjabat tangan dan berbicara langsung dengan para qiyadah. Ternyata bukan sekedar bisa bertamu, bahkan mendapatkan hadiah yang sangat diperlukan untuk mengembangkan perpustakaan kelilingnya. Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaha illallah, wallahu akbar !

Singkat saja pertemuan di tempat VVIP itu, namun sangat berkesan baginya. Acara selesai, para tamu kembali ke acara Mukernas di Hotel Sheraton Yogyakarta. Agung pulang dengan hati yang sangat berbunga-bunga….. Tak pernah terbayang akan bertemu peristiwa seperti itu dalam hidupnya.

Terbayang ia akan segera bisa melengkapi buku-buku perpustakaannya, dan memiliki dua unit motor khusus untuk pustaka keliling. Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaha illallah, wallahu akbar !

Ia seakan masih tidak percaya, ketika hari Ahad 27 Februari 2011, ia dipanggil ke Hotel Sheraton Yogyakarta, tempat berlangsungnya rangkaian acara Mukernas PKS. Tahukah antum, ke ruang apa ia dipanggil ? Ya, ia dipanggil ke ruangan ustadz Hilmi. Benar-benar tak pernah terbayang oleh benaknya. Bercita-cita saja tidak berani, untuk bertemu ustadz Hilmi di ruangan beliau saat acara Mukernas.

Saat ia masuk, di dalam ruang telah menunggu ustadz Hilmi, ustadz Luthfi, dan beberapa pengurus teras DPW PKS DIY. Untuk kedua kalinya, ia bertemu dan berjabat tangan dengan para qiyadah ini, setelah dua hari sebelumnya bertemu di lesehan Malioboro.

Dalam kesempatan itu ustadz Hilmi memberikan dana Rp. 42 juta rupiah untuk membeli dua motor untuk Pustaka Keliling Adil. Inilah mimpi yang cepat sekali terealisasikannya. Ia tidak mengira akan secepat ini proses bantuan yang dijanjikan saat bertemu di Malioboro. Dan ternyata diserahkan langsung oleh ustadz Hilmi, di ruang beliau saat Mukernas PKS di Yogyakarta.

Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaha illallah, wallahu akbar !

Namanya Agung Nugroho. Seorang kader dakwah yang tinggal di Danurejan, Yogyakarta. Dia bukan pengurus teras PKS, dia hanya seorang kader biasa, sama seperti kader lainnya. Namun dia memiliki semangat yang luar biasa besarnya untuk bertemu para qiyadah, dan Allah mengabulkan keinginannya.

Lewat kisah ini Agung Nugroho ingin kembali menyampaikan ucapan terima kasih kepada ustadz Hilmi Aminudin dan ustadz Luthfi Hasan Ishaq. Dana itu kini telah berujud dua Motor Pintar Pustaka Keliling Adil, dan menjadi tambahan koleksi buku. Jazakumullah khairal jaza’ para qiyadah, yang telah berkenan bertemu dan mendengarkan aktivitas seorang kader biasa, bahkan memberikan bantuan yang sangat diperlukan. Insyaallah sangat bermanfaat untuk program pencerdasan masyarakat Indonesia.

* * * * * *

Ini “pesan sponsor” titipan Agung Nugroho:

Pustaka Keliling Adil adalah salah satu Perpustakaan yang ada di wilayah Jogjakarta, yang melayani peminjaman buku secara gratis. Kini Pustaka Keliling Adil telah memiliki cabang dan 2 motor Pintar. Dalam rangka mensukseskan Gerakan Budaya Membaca, maka dengan ini Pustaka Keliling Adil mohon bantuan kepada para donatur berupa buku atau majalah layak baca anda, untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan. Kirimkan saja bantuan buku anda ke : Pustaka Keliling Adil di Ledok Tukangan DN 2 / 177 RT 005 RW 001 Yogyakarta 55212, telp. 0274 553911, HP 081578071460.

beritapks.com

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons