myspace graphic
_
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (QS.98:5)

Blogger news

~ ءَاجَرَكَ اللهُ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَبَارَكَ لَكَ فِيْمَا اَبْقَيْتَ وَجَعَلَ اللهُ لَكَ اطَهُوْرً ~

Sabtu, 28 Mei 2011

Perjuangan Bertemu Qiyadah


Oleh : Cahyadi Takariawan*

Namanya Agung Nugroho. Seorang aktivis dakwah yang tinggal di Danurejan, Yogyakarta. Dia bukan pengurus teras PKS, dia hanya seorang kader biasa, sama seperti kader lainnya. Namun dia memiliki semangat yang luar biasa besarnya untuk terlibat dalam upaya mencerdaskan masyarakat Indonesia melalui membaca. Sejak tahun 2003 Agung mendirikan Pustaka Keliling Adil, yang dia jalankan sendiri dengan penuh dedikasi.

Dengan sepeda motor miliknya, ia membawa buku-buku dan hadir ke tengah masyarakat Jogja. Ia meminjamkan buku itu secara gratis kepada siapapun yang memerlukannya. Ya benar, gratis. Padahal ia mengeluarkan biaya untuk mengoleksi buku, merawat, dan membawanya dengan motor ke tengah masyarakat. Ternyata antusias masyarakat demikian besar. Ini yang menjadikan Agung bertambah semangat.

Ia ingin menambah jumlah buku dan sarana yang lebih memadai untuk membawa buku-bukunya agar bisa semakin menjangkau banyak kalangan masyarakat. Maka ia membuat brosur berisi profil Pustaka Keliling Adil, dan berharap akan bisa dibagikan kepada para anggota legislatif saat acara Mukernas PKS di Yogyakarta bulan Februari 2011 yang lalu. Lebih-lebih, ia berharap bisa bertemu dengan para qiyadah PKS yang akan hadir pada Mukernas tersebut. Tapi, mungkinkah ? Ia sadar siapa dirinya.

Ia tidak tahu bagaimana bertemu ustadz Hilmi, ustadz Luthfi atau ustadz Anis. Ia bukan orang senior, juga bukan pengurus teras, apa mungkin diberi waktu dan kesempatan bertemu para qiyadah tersebut ? Kalaupun para qiyadah membuka diri untuk bertemu semua kader, namun pasti ada protokoler tertentu yang membuatnya tidak akan mudah bertemu para qiyadah. Apalagi kalau alasannya karena akan mengajukan proposal, pasti tidak mudah. Tapi keinginannya sangat kuat untuk bertemu langsung dengan para qiyadah.

Ia berpikir keras, bagaimana cara bertemu para qiyadah tanpa merepotkan pihak protokoler? Lesehan di Malioboro, itu momentum yang mungkin bisa mempertemukan dirinya dengan para qiyadah. Ya, mungkin itu momentumnya.

Jumat 25 Februari 2011, para peserta Mukernas PKS beserta para qiyadah akan makan lesehan di Malioboro, sebagai salah satu acara ramah tamah dengan masyarakat Yogyakarta. Agung telah siap di Malioboro tempat digelar makan lesehan itu jam 16.30, padahal acara baru akan dimulai jam 19.30. Ia tidak mau kehilangan momentum itu. Ia datang awal untuk melihat seting tempat dan mengetahui dimana tempat duduk para qiyadah. Benar, ia menemukan satu tempat VVIP yang nantinya akan menjadi lokasi makan para qiyadah dan pejabat penting di lingkungan PKS, seperti para Menteri dari PKS.

Ia menunggu di sekitar lokasi VVIP, sambil membagi brosur Pustaka Keliling Adil kepada para peserta yang mulai berdatangan di lokasi acara. Sore menjelang maghrib, hujan turun dengan cukup deras. Agung tetap setia menanti hadirnya para qiyadah yang dijadwalkan tiba jam 19.30. Ia mengerjakan shalat maghrib di mushalla sekitar acara, dan bersegera kembali berjaga ke tempat semula. Namun betapa terkejut, ketika usai shalat maghrib ia menjumpai tempat VVIP tersebut sudah dijaga dengan ketat oleh Kepanduan.

Ia gelisah, bagaimana cara ia akan masuk ke sana ? Ia tidak peduli. Ia tetap saja berdiri di sekitar lokasi VVIP. Hingga waktu Isya tiba, ia segera ke mushalla untuk menunaikan shalat. Usai shalat Isya ia kembali ke lokasi acara, dan lebih terkejut lagi karena tempat VVIP sudah penuh diisi para qiyadah dan pejabat PKS, dengan pengawalan yang tampak sangat ketat. Bagaimana ia bisa masuk dan bergabung ? Mana mungkin akan diizinkan, sedang ia bukan panitia Mukernas, bukan pengurus teras PKS, bukan siapa-siapa di lokasi acara itu. Ia hanya seorang Agung, yang sangat ingin bertemu para qiyadah.

Ia menatap dari kejauhan. Tiba-tiba matanya tertuju kepada sekelompok pengamen yang diizinkan mengamen di lokasi VVIP. Segera ia menuju ke kerumunan pengamen Malioboro yang tengah menghibur tamu VVIP, dan berdiri di antara para pengamen. Subhanallah, ternyata tak ada yang mempermasalahkan. Pihak panitia mungkin mengira ia adalah bagian dari kelompok pengamen, pihak pengamen mungkin mengira ia panitia. Jadi ia aman saja ikut beraksi di tengah pengamen.

Acara ramah tamah di tempat VVIP berjalan lancar, hingga tiba saat makan malam lesehan. Agung masih saja berdiri bersama para pengamen, dan belum mengetahui bagaimana cara bertemu para qiyadah itu. Ia melihat ustadz Hilmi Aminudin, ustadz Luthfi Hasan Ishaq, ustadz Sukamta, ustadz Zuhrif Hudaya dan para ustadz lainnya tengah duduk bercengkerama dengan akrab dan santai, sembari menikmati sajian lesehan Malioboro. Namun ia tidak berani maju untuk menyapa. Ia “hanya” kelompok pengamen, saat itu.

Cukup lama ia berada di tengah para pegamen, sejak kedatangan para tamu VVIP, hingga kini acara makan malam sudah selesai dan para tamu bersiap hendak meninggalkan lokasi acara, kembali ke tempat Mukernas. Ia tetap tidak tahu bagaimana bisa menyapa ustadz Hilmi dan ustadz Luthfi. Ia tetap saja berdiri di tengah para pengamen.


Tidak dinyana, ustadz Zuhrif Hudaya memanggilnya. Ya, tentu saja ustadz Zuhrif mengenalnya, karena ia kader Jogja. Ustadz Zuhrif berencana akan maju Pilkada Walikota Jogja. Ternyata ustadz Zuhrif meminta untuk memotret di tempat itu, bersama para qiyadah. Senang sekali Agung mendapat kesempatan ke depan. Segera ia maju dan menerima kamera ustadz Zuhrif untuk memotret. Jepret, jepret, jepret…… Ia memotret ustadz Hilmi, ustadz Luthfi, dan para qiyadah lainnya, termasuk para menteri dari PKS…. Luar biasa senang hatinya.

Hatinya berdegub kencang. Saat memotret itu, ia tepat berada di depan ustadz Hilmi dan ustadz Luthfi ! Masyaallah, tak pernah terbayang ia akan berada dalam jarak sedekat ini dengan para qiyadah. Sungguh, ia tidak pernah membayangkan mendapat kesempatan istimewa seperti ini. Tanpa dipikir panjang, usai memotret ia mengeluarkan brosur Pustaka Keliling Adil, dan langsung ia serahkan kepada ustadz Hilmi, ustadz Luthfi, dan semua tamu VVIP yang ada di lokasi itu. Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaha illallah, wallahu akbar ! Ternyata brosur itu diterima para qiyadah, dan langsung dibaca !

Ia tidak percaya. Sungguh, ia melihat sendiri ustadz Hilmi dan ustadz Luthfi membaca brosur itu ! Masyaallah……

Lebih terkejut lagi, tidak berapa lama ustadz Sukamta, ketua DPW PKS DIY, melambaikan tangan kepadanya, isyarat agar ia mendekat. Segera ia datang di depan ustadz Sukamta, ustadz Hilmi dan ustadz Luthfi. Inilah saat itu. Ya, inilah saat yang ditunggu-tunggu. Untuk pertama kalinya ia berjabat tangan dengan ustadz Hilmi dan ustadz Luthfi. Senang sekali hatinya, tak bisa dilukiskan dengan kata-kata….

Ustadz Sukamta mengenalkan dirinya dengan ustadz Hilmi dan ustadz Luthfi, serta para ustadz lainnya. Kemudian ia diminta menceritakan Pustaka Keliling Adil yang dikelolanya. Sangat bersemangat ia mendapat kesempatan langka ini. Segera ia cerita segala yang dilakukan, membawa buku-buku dengan sepeda motor, dan mendatangi masyarakat untuk meminjamkan buku dengan gratis kepada mereka.

Ustadz Hilmi dan ustadz Luthfi mendengar dengan seksama.

“Jadi antum membawa buku itu dengan motor biasa ?” tanya ustadz Hilmi.

“Iya ustadz. Itu fasilitas yang saya punya”, jawab Agung.

“Insyaallah saya akan bantu antum dengan dua motor khusus seperti yang antum perlukan”, kata ustad Hilmi.

Setengah tidak percaya ia mendapat respon yang secepat itu. “Benar ustadz ?” tanya Agung seperti tidak percaya.

“Iya benar”, jawab ustad Hilmi.

“Masyaallah, terimakasih ustadz, jazakallah khairan katsira”, ungkap Agung sangat gembira.

Belum selesai terkejutnya, tiba-tiba ustadz Luthfi menyodorkan sejumlah uang kepadanya. “Ini untuk antum Agung”, kata ustadz Luthfi sembari menyerahkan dana lima juta rupiah.

“Ini untuk apa ustadz ?” tanya Agung.

“Untuk membeli buku, melengkapi koleksi buku antum”, jawab ustadz Luthfi.

“Masyaallah, terimakasih ustadz. Jazakallah khairan katsira”, jawab Agung.

Luar biasa gembira hatinya. Luar biasa gelora jiwanya. Tak mengira bisa bertemu, berjabat tangan dan berbicara langsung dengan para qiyadah. Ternyata bukan sekedar bisa bertamu, bahkan mendapatkan hadiah yang sangat diperlukan untuk mengembangkan perpustakaan kelilingnya. Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaha illallah, wallahu akbar !

Singkat saja pertemuan di tempat VVIP itu, namun sangat berkesan baginya. Acara selesai, para tamu kembali ke acara Mukernas di Hotel Sheraton Yogyakarta. Agung pulang dengan hati yang sangat berbunga-bunga….. Tak pernah terbayang akan bertemu peristiwa seperti itu dalam hidupnya.

Terbayang ia akan segera bisa melengkapi buku-buku perpustakaannya, dan memiliki dua unit motor khusus untuk pustaka keliling. Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaha illallah, wallahu akbar !

Ia seakan masih tidak percaya, ketika hari Ahad 27 Februari 2011, ia dipanggil ke Hotel Sheraton Yogyakarta, tempat berlangsungnya rangkaian acara Mukernas PKS. Tahukah antum, ke ruang apa ia dipanggil ? Ya, ia dipanggil ke ruangan ustadz Hilmi. Benar-benar tak pernah terbayang oleh benaknya. Bercita-cita saja tidak berani, untuk bertemu ustadz Hilmi di ruangan beliau saat acara Mukernas.

Saat ia masuk, di dalam ruang telah menunggu ustadz Hilmi, ustadz Luthfi, dan beberapa pengurus teras DPW PKS DIY. Untuk kedua kalinya, ia bertemu dan berjabat tangan dengan para qiyadah ini, setelah dua hari sebelumnya bertemu di lesehan Malioboro.

Dalam kesempatan itu ustadz Hilmi memberikan dana Rp. 42 juta rupiah untuk membeli dua motor untuk Pustaka Keliling Adil. Inilah mimpi yang cepat sekali terealisasikannya. Ia tidak mengira akan secepat ini proses bantuan yang dijanjikan saat bertemu di Malioboro. Dan ternyata diserahkan langsung oleh ustadz Hilmi, di ruang beliau saat Mukernas PKS di Yogyakarta.

Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaha illallah, wallahu akbar !

Namanya Agung Nugroho. Seorang kader dakwah yang tinggal di Danurejan, Yogyakarta. Dia bukan pengurus teras PKS, dia hanya seorang kader biasa, sama seperti kader lainnya. Namun dia memiliki semangat yang luar biasa besarnya untuk bertemu para qiyadah, dan Allah mengabulkan keinginannya.

Lewat kisah ini Agung Nugroho ingin kembali menyampaikan ucapan terima kasih kepada ustadz Hilmi Aminudin dan ustadz Luthfi Hasan Ishaq. Dana itu kini telah berujud dua Motor Pintar Pustaka Keliling Adil, dan menjadi tambahan koleksi buku. Jazakumullah khairal jaza’ para qiyadah, yang telah berkenan bertemu dan mendengarkan aktivitas seorang kader biasa, bahkan memberikan bantuan yang sangat diperlukan. Insyaallah sangat bermanfaat untuk program pencerdasan masyarakat Indonesia.

* * * * * *

Ini “pesan sponsor” titipan Agung Nugroho:

Pustaka Keliling Adil adalah salah satu Perpustakaan yang ada di wilayah Jogjakarta, yang melayani peminjaman buku secara gratis. Kini Pustaka Keliling Adil telah memiliki cabang dan 2 motor Pintar. Dalam rangka mensukseskan Gerakan Budaya Membaca, maka dengan ini Pustaka Keliling Adil mohon bantuan kepada para donatur berupa buku atau majalah layak baca anda, untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan. Kirimkan saja bantuan buku anda ke : Pustaka Keliling Adil di Ledok Tukangan DN 2 / 177 RT 005 RW 001 Yogyakarta 55212, telp. 0274 553911, HP 081578071460.

beritapks.com

Inspirasi dari Nazaruddin dan Gayus untuk Pemuda Indonesia !



Oleh : Hatta Syamsuddin, Lc

Jika kita sedikit menghayati ungkapan Ronggowarsito, bahwa jaman sekarang sudah jaman edan, maka yang tidak ikut ngedan tidak akan kebagian apa-apa, atau ditambah lagi dengan keluh kesah sebagian orang pada saat ini, dimana nyari yang haram saja susah, apalagi nyari yang halal. Gimana tidak, mau maling ayam saja takut digebuki massa, salah-salah bisa dibakar begitu saja oleh massa yang beringas. Nah, dengan pemahaman dan penghayatan terhadap ungkapan-ungkapan di atas, kita bisa menilai bahwa sejatinya Nazaruddin dan Gayus adalah sosok pemuda yang mempunyai prestasi jauh melebihi teman sebayanya.

Sengaja Nazaruddin dan Gayus Tambunan saya sandingkan, mengingat mereka berdua memiliki kemiripan yang sangat banyak. Dimulai dari usia muda yang tak terduga, bahwa mereka baru saja melewati kepala tiga. Gayus Tambunan dengan usia 30 tahun, dan Nazaruddin dengan usia 33 tahun bahkan telah menjajal posisi Bendahara Umum sebuah Partai pendulang suara terbesar di pemilu 2009 lalu. Kemiripan berikutnya tentu terletak pada aset mereka yang melaju dikisaran puluhan milyar rupiah. Angka milyaran rupiah dalam genggaman hampir-hampir tidak pernah diimpikan oleh pemuda lain yang seusia dengan mereka. Diimpikan saja tidak, bagaimana dipegang dengan sepenuh kendali ?. Kalau mau menyebut kemiripan mereka berdua tentu saja jelas, sama-sama tersandung perkara korupsi, bahkan juga sama-sama menikmati berwisata di luar negeri ke tempat favorit tersangka korupsi : Singapura !

Melihat judul di atas, mungkin banyak yang akan protes keras bahwa yang mereka berdua lakukan adalah hal yang tidak terpuji, yaitu perilaku korupsi dan sebagainya. Saya sepakat 100% dengan pandangan tersebut, tentang perbuatan korupsi dan kemaksiatan lainnya adalah sesuatu yang akal sehat kita pasti tidak akan pernah menyetujuinya, dan sekali-kali saya juga tidak menganggapnya sesuatu yang baik.

Namun, lihatlah lebih jauh bahwa sebenarnya Nazaruddin dan Gayus memberikan secarik inspirasi pemuda bagi Indonesia. Mereka berdua telah memainkan potensi yang semestinya ada pada setiap pemuda, lalu mengembangkannya dengan keberanian luar biasa, maka kemudian mencapai hasil yang luar biasa pula. Namun sayang seribu sayang, pengembangan potensi dan akselarasi yang luar biasa itu tidak pada jalur yang terpuji.

Sikap mental, keberanian dan kecerdikan lah yang mengantarkan keduanya ada pada tingkat ‘kesuksesan’ dan ‘prestasi’ yang melebihi teman sebayanya. Kekuatan fisik , mobilitas tinggi , kemampuan komunikasi, dikembangkan sepenuhnya untuk lobby-lobby dan bersinergi hingga keduanya diterima dalam jajaran orang-orang yang jauh lebih tinggi dari usia mereka yang masih senior. Anda bisa bayangkan bagaimana seorang Gayus Tambunan yang dengan pangkat golongan III bisa dengan gagah duduk berjajar dengan orang-orang terkenal di negeri ini seperti Adnan Buyung Nasution, bahkan kepulangannya di Indonesia pun harus dijemput petugas sekelas Kabareskim Ito Sumardi ? Pemuda itu terlihat lugu memang, tapi siapa sangka dia pun bisa keluar masuk penjara dengan santainya, bahkan berwisata keluar negeri dan membuat paspor seharga ratusan juta ?. Nazarudin juga tidak kalah hebatnya, pada tahun 2007 ia hanyalah seorang ‘kutu loncat’ dari PPP ke Partai Demokrat, namun kegesitannya yang luar biasa mampu mengantarkannya menjadi posisi Bendahara Umum partai penguasa. Hasil capaian keuangannya pun jauh melesat dibanding lima tahun lalu yang masih ‘biasa-biasa’ saja.

Saya tidak mengajak Anda pada kekaguman atas sebuah kemaksiatan. Tidak dan sekali-kali tidak. Tapi mari kita mengakui bahwa Nazaruddin dan Gayus adalah pemuda yang sukses melejitkan potensi kepemudaannya, pada jalur yang salah. Saya hanya membayangkan seandainya keberanian, kecerdikan, mobilitas, kemampuan komunikasi dari pemuda Indonesia bisa dikembangkan dan dilejitkan sebagaimana Gayus dan Nazaruddin, namun -tentu saja- pada jalur dan arah yang benar lagi terpuji, maka bisa dipastikan bangsa ini akan menuai sosok-sosok pemuda hebat dan berprestasi yang luar biasa, bahkan jika perlu menggoncangkan dunia sebagaimana digadang-gadang oleh Presiden RI yang pertama.

beritapks.com

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons