myspace graphic
_
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (QS.98:5)

Blogger news

~ ءَاجَرَكَ اللهُ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَبَارَكَ لَكَ فِيْمَا اَبْقَيْتَ وَجَعَلَ اللهُ لَكَ اطَهُوْرً ~

Rabu, 20 Juli 2011

Terorisme Marak, Jangan Kambing Hitamkan Pesantren



Pondok pesantren dan lembaga lembaga pendidikan Islam lainnya seolah menjadi kambing hitam atas maraknya aksi-aksi terorisme belakangan ini. Padahal ada pihak yang sebenarnya lebih pantas dimintai tanggung jawab atas kasus-kasus terorisme itu.

Mustofa B Nahrawardaya, Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF), mengatakan, sejak beberapa tahun silam hingga kejadian Bom di Pesantren Umar Bin Khattab, NTB, 11 Juli 2011, seruan demi seruan pencegahan tampaknya lebih banyak ditujukan kepada kaum pesantren, madrasah, maupun sekolah Islam. Berbagai acara roadshow kampanye pencegahan aksi teror sangat dominan dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan Islam.

"Meskipun siapa saja bisa terlibat dalam aksi pemboman, anehnya lembaga pendidikan Islam seolah menjadi pihak yang patut dikambig hitamkan. Pesantren, kini menjadi sorotan dan didengung-dengungkan sebagai benteng terbaik pencegahan masuknya terorisme dan faham radikalisme," ujarnya, pada Selasa (19/7/2011).

Mustofa mengatakan, salah besar apabila ada pihak yang mengira pesantren maupun lembaga pendidikan Islam menjadi wahana paling efektif untuk menangkal faham radikalisme dan terorisme. Lembaga pendidikan termasuk pesantren hanya mampu menerapkan kurikulum pencegahan radikalisme dan itu membutuhkan waktu lama.

"Proses dan prosedur, serta langkah-langkah lembaga pendidikan Islam untuk mencegah radikalisme, tidak sebanding dengan kehebatan para pelaku, para penggagas, dan para eksekutor yang siap melakukan aksi kapan saja dan dimana saja," katanya.

Ia melanjutkan, ada pihhak yang paling menguasai dan benar-benar mampu mendeteksi adanya ancaman bom, bahkan rencana pengeboman maupun kegiatan sel-sel pelaku. Mereka bukanlah para ustadz, apalagi guru di lembaga-lembaga pendidikan Islam itu, melainkan intelijen.

Pihak yang paling berwenang dan paling bertanggungjawab dalam mencegah aksi radikal, jelas Mustofa, adalah aparat intelijen yang ada di Polri, TNI, dan juga BIN. Semua personel intelijen yang dibiayai oleh negara setiap tahunnya itu, harus menjadi garda terdepan dalam mencegah aksi teror.

"Merekalah yang dilatih, dibiayai, dihidupi, dan memiliki ketrampilan, intuisi, sensitifitas, dan kemampuan khusus untuk mengetahui adanya gerak-gerik rencana pelaku dalam melakukan tahap-tahap awal hingga aksi pengeboman," cetusnya.

Menurut Mustofa, sangat mustahil bagi lembaga selain lembaga intelijen yang mampu mendeteksi pelaku-pelaku bom maupun penyebaran faham-faham radikal yang ada. Dalam hampir 9 tahun terakhir ini, seharusnya personel intelijen sudah berada di pos-pos yang dianggap rawan tumbuhnya terorisme.

"Jika terus ada upaya-upaya penggiringan opini agar lembaga-lembaga Islam menjadi benteng pencegahan terorisme dan radikalisme, semakin menampakkan bukti bahwa tujuan utama kampanye pencegahan terorisme, sebenarnya tidak murni untuk meredam aksi teror, melainkan untuk memperkuat stigma negatif terhadap pesantren," tutupnya.

www.islamedia.web.id

0 komentar :

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons